Puisi Mored: Madu Empedu dan Puisi Lainnya

Daniel Merriam on Pinterest
Madu Empedu
Pernah kutatap matamu
Masih sempat ku menderu
Tapi itu dulu,
Pupus tak seperti hikayat madu
Gemetar jemari layang
Bisu bibirku tegang
Seperti meriang disayat kaleng
Sedikit tak kau serang
Tentang senyum bibir manusia
Aku ditipu paras menggoda 
Indah merona
Tak selaras hatinya binasa
Rayu merayu
Sepenggal puisi sendu
Tak guna kan ku sapu
Maduku rasa empedu
Marah untuk apa
Kecewa biarkan saja
Begitu sampai musnah berdukacita
Sambutan panas orang tak berharga.
Situbondo, 24 April 2019
Angan
Seandainya saja
Aku bisa terbang ke langit senja
Apa mungkin bisa sampai menggapai jingga
Aku terlupa diriku siapa
Andaikan saja
Gunung-gunung bisa kupijaki
Aku akan setia meski menanti
Aku tak tahu lagi harus bagaimana
Jikalau aku menjadi ia
Akan kutaklukkan bangsa Amerika
Sampai tak ada lagi negara adidaya
Hingga musnah segala yang berkuasa
Andaikan saja
Usiaku merestui pikiranku
Akan kupetik awan lalu
Dan menghapuskan mimpi nestapa
Adinda
Saat pertama
Kau membuatku bertanya-tanya
Aku terpesona senyumanmu
Dan ku mengagumi dirimu
Tepat pukul sembilan
Kita jumpa di persimpangan
Saat itu adalah pandang pertama
Matamu indah tiada tara
Aku bertanya anak siapa
Yang diciptakan tuhan dengan keindahannya
Duduk di muka bumi
Berdampingan denganku kini
Bersama sang malam
Semesta dan alam
Di lautan bintang kemala
Bait puisi menjadi romansa
Mengharapkan
Empat hari berlalu
Saat angin membawaku terbang jauh
Empat hari telah dilewati 
Bersama hati yang senantiasa menanti
Kala itu kita duduk berdua di sana
Kau berkata jujur tentang cinta
Dari matamu ku memandang baik kesungguhan
Aku semakin yakin untuk bertahan
Empat hari setelah waktu itu hilang
Kau pun musnah di halang ilalang
Saat waktu sore ditelan malam
Hujan datang dengan rasa masam
Termenung menangikan angin
Aku merasa resah tanpa angin
Saat ini masih hampa tanpa udara
Dan menanti lagi harus dipelihara
Moh. Yusran, siswa kelas XII Jurusan Bahasa di SMAN 1 Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dewi Sukmawati Puisi

Di Wajah Rintik Hujan dan Puisi Lainnya Karya Dewi Sukmawati

Cerpen Lia Fega

Cerpen : Perselisihan untuk Sang Tuan Karya Lia Fega

Febrie G. Setiaputra Resensi

Resensi: Sunyi di Dada Sumirah

game Ulas Yopie EA

GTA VI: Momok Menakutkan Bagi Developer Game

Apresiasi

Puisi – Tentang Situbondo

Apacapa Mored Vania Callista Artanti

Curhat: Pak Menteri, Kami Jenuh!

Apacapa Riski Bintang Venus

Optimalisasi Peran dan Kreativitas Pemuda Melalui Pendidikan Berkarakter Menuju Situbondo Bersaing

Ahmad Zaidi Cerpen

Randu Agung

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Kisah Cinta Adam Hawa Karya Agus Hiplunudin

Buku Dewi Faizatul Isma Resensi Ulas

Resensi: Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam Secara Islami

fulitik

Kronologi Batalnya Debat Ketiga Pilbup Situbondo: Dugaan Sabotase dan Status Hukum Karna Suswandi Jadi Sorotan

Alvin Hasany Apacapa covid 19

Covid 19: Vaksinasi dan Mobilitas Sosial

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Sastra Vs Game : Dinamika Peradaban

BJ. Akid Puisi

Puisi: Amsal Luka

Nurul Fatta Sentilan Fatta

Melihat Pemkab Situbondo Bela Non-ASN yang Dirumahkan

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Nabi Muhammad dan Menguatkan Ideologi Islam

Puisi Tjahjaning Afraah Hasan S. A.

Puisi: Harap 25 Sumsum

Apacapa Della Nindah R Dennisa Virgin C Dian Tiara F Dini Irmawati Heri Setiawan Y

Wawasan Orang Tua Berpendidikan Rendah dengan Media Sosial: Bagaimana dengan Peran Anak?

Cerpen Sheila Primayanti

Cerpen: Kehilangan Sebelum Memiliki

Apacapa Raisa Izzhaty

Jika Tidak Mampu Menjadi Pandai, Setidaknya Jangan Pandir