Kategori: Moh. Imron

  • Situbondo Ghumighil: Nèmor Sudah Tiba

    Udara dingin mulai terasa di Situbondo. Mungkin sebagai pengingat bahwa betapa pentingnya dekapan dan pelukan dari kekasih. Oleh: Moh. Imron Udara dingin akhirnya menjadi perbincangan saya. Diawali dari istri kemudian beberapa teman. Merupakan hal yang normal setiap memasuki kemarau di bulan Juli, suhu udara terasa lebih dingin dari biasanya terutama pada malam hingga pagi hari.…

  • Alternatif Nama Pendopo Selain Aryo Situbondo

    Beberapa bulan lalu, saya mendapat undangan pelatihan oleh sekda di tahun 2024. Di undangan tersebut bertempat di Graha Amukti Praja (Pendopo) Kabupaten Situbondo. Kenapa tidak ditulis Pendopo Aryo Situbondo? Oleh: Moh. Imron Ketika masa Bupati Karna, tampilan depan pendopo mulai direnovasi dengan desain yang lebih terbuka, lebih baik dari sebelumnya. Halaman depan pendopo ini juga…

  • Kumpul Komunitas: Merdeka Belajar dan Belajar Merdeka

    Oleh: Moh. Imron Saya dihantui rasa khawatir sepanjang perjalanan dari Situbondo menuju Surabaya untuk menghadiri undangan BBPMP Jawa Timur. Mulanya saya mengira undangan itu adalah penipuan. Menjelang siang, saya tiba di hotel Movenpick, harus menunggu 2 jam lagi untuk registrasi memastikan kegiatan ini benar-benar ada. Dua hari sebelumnya saya menerima e-undangan lewat whatsapp yang saya…

  • Tamu Kenangan

    Di saat hujan malam ini, kau mengejutkanku. Aku sudah memaklumi kebiasaanmu itu. Entah sudah berapa kali aku mengingatkanmu, ucaplah salam lalu ketuk pintu sebelum masuk kamar, atau memberi kabar terlebih dahulu sebelum kau ingin menemuiku. Setidaknya untuk kali ini dan berikutnya aku benar-benar siap menyambutmu. Minimal aku bisa menyiapkan makanan atau minuman. Aku bisa membersihkan…

  • Pewaris Budaya Desa

    Oleh: Moh. Imron “Bung, pengumpulan video sudah tinggal 5 jam, apakah nutut?” “Nutut, ntar lagi Rama ke sini, menyelesaikan editannya.” Rupanya sore itu Rama sudah datang ke Ruang Komunitas Digital Desa (RKDD) Trebungan, tempat kami memproduksi video lomba. Kami harus merevisi beberapa konten setelah mendapat masukan dari DPMD Situbondo. Saya memilih pulang duluan, tugas saya…

  • Lahir: Menjadi Seorang Ayah

    “Mas, ketuban pecah,” kata istri. Rasa kantuk buyar. Hal yang muncul di benak ialah anak saya akan segera lahir.  Rasa khawatir mulai merayap. Meskipun dari jejak hasil pemeriksaan ketika mengandung, semua baik-baiknya, kemungkinan besar bisa lahir normal. Dan itu yang diinginkan istri. Selama istri mengandung, ia menjadi calon ibu yang super aktif belajar. Mulai mengunduh…

  • Madubaik: Manis Kadang Bikin Menangis

      Sekitar dua bulan yang lalu, saya berkunjung ke kediaman Farhan, di Sumberkolak, Situbondo. Niat awal saya ingin melakukan wawancara tentang produk madubaik sembari mengambil berkas. Sayang, wawancara kelupaan, sebab Farhan lebih sering tanya-tanya dan bercerita tentang sekolahnya, tempat ia mengajar. Jadi saya gak sempat tanya-tanya. Akan tetapi saya tetap akan tahu jawaban-jawaban yang akan…

  • Museum Balumbung: Para Pendekar Masa Lalu

    Oleh: Moh. Imron Terdengar sebuah sapaan, saya langsung mencari dari mana suara itu berasal. Rupanya Mas Agung, sembari memamerkan gigi dan senyuman khasnya. Ia duduk bersama Wahyu Agus Barata. Pikiran saya langsung dihinggapi pertanyaan. Ngapain mereka berada di tempat seperti ini? Apakah ada sesuatu yang mendesak? Ini bukan tempat yang cocok untuk keduanya. Biasanya mereka…

  • Mara Marda: Keajaiban Datang Kemudian

    Launching Mara Marda Institute, 10 Oktober 2020 Oleh:  Moh. Imron Senang. Saya menulis ini dengan terpaksa. Di sebuah ruangan lantai dua, ketika cahaya matahari menyusup lewat jendela, memerah tanpa lelah. Terdengar bacaan selawat kemudian azan Asar, seperti sebuah rambu yang mengingatkan untuk berhenti sejenak, mengingatkan akan ibadah dan hal lain tentang waktu yang berjalan begitu…

  • Ramadan: Tangisan pada Suatu Malam

      Oleh: Moh. Imron Di sepanjang jalan−sekitar 3 km−aku mengayun sepeda ontel menuju rumah sembari menangis. Dinihari itu, jalanan tampak sepi, angin berembus kencang. Aku tidak merasakan dingin. Sementara air mata terus mengalir dan sulit untuk dibendung. Sampai di halaman rumah, aku langsung menghempaskan sepeda, berlari ke dalam rumah. Semua saudara berkumpul di sana. Emak…