Kategori: Moh. Jamalul Muttaqin

  • Cerpen: Takdir

    Oleh: Moh. Jamalul Muttaqin Di sebuah daerah terpencil, hiduplah seorang anak dan seorang ibu yang berteduh di dalam gubuk yang tak begitu kokoh, semuanya di buat dari bambu tua. Kalau di terpa hujan deras, gubuk itu tak bisa menangkis air yang hendak masuk ke dalamnya, pastinya mereka berdua gigil kedinginan. Agar hal itu tidak terjadi,…

  • Cerpen: Tentang Pelangi

    Oleh. Moh. JamalulMuttaqin Siapakah yang tak menyukai warna yang tersusun dengan warna-warna pilihan sehingga indah dipandang mata, lalu orang-orang menamainya pelangi, menunggunya di setiap gerimis mereda, dan bercerita panjang kepada keluarganya tentang keindahannya yang tak pernah membosankan? Sayangnya, mereka selalu menutup mata saat pelangi berubah warna. Mereka tak pernah menghargai kenangan, padahal kenangan adalah keindahan,…

  • Cerpen Mored: Perempuan Pelangi

    Oleh: Moh. Jamalul Muttaqin* Siapa yang tak menyukai warna yang tersusun dengan warna-warna pilihan sehingga indah dipandang mata, lalu orang-orang menamainya pelangi, menunggunya disetiap gerimis mereda, dan bercerita panjang kepada keluarganya tentang keindahannya yang tak pernah membosankan. Sayangnya, mereka selalu menutup mata saat pelangi berubah warna. Mereka tak pernah menghargai kenangan, padahal kenangan adalah keindahan,…

  • Cerpen: Pelangi

    Oleh: Moh. Jamalul Muttaqin Tentang pelangi yang tak indah di pandang mata. Pagi ini gerimis masih belum reda, orang-orang malas keluar rumah. Kelihatannya pintu-pintu rumah tertutup rapat, mungkin orang-orang sedang tidur atau bercerita panjang bersama keluarga. Pastinya banyak yang mengeluh hari ini. Bayangkan hujan turun sejak tadi malam dengan deras dan sekarang  tinggal gerimis. Anak-anak…

  • Cerpen: Pulang

    Oleh: Moh. Jamalul Muttaqin “Ketika aku pulang, aku akan memberimu kabar, Sayang!” Dia bilang kepada tunangannya, Mila, sebelum kembali ke pondoknya. Sebelun mentari terbenam ke ufuk barat. Sebelum burung-burung kembali ke sarangnya. Sepanjang perjalanan dia ingat yang dikatakan Mila, “Kamu harus pulang!” Suara itu menghantui pikirannya. Seakan-akan dia tak mau kembali ke pondoknya, dia terlalu…