Kategori: Moret

  • Gunung Ringgit dan Puisi Lainnya

    Oleh: M Firdaus Rahmatullah* Gunung Ringgit tiada yang tersisa di gunung ringgit, udara habuk dan dedaunan gugur serupa kapuk yang selalu membuat mataku berang seolah menempuhi hidup tak tenang demi membersihkan diri dari waktu bersuci dari perilaku tak tentu menghitung yang kandas sebelum kata-kata lunas sambil melepas harapan yang aku pegang menerbangkannya menuju cakrawala mendatang aku…

  • Cerpen Mored: Benang Merah Pengekang

    Oleh: Taradita Yandira Laksmi* Lembayung senja menyinari hamparan biru laut di hadapanku. Seolah kaca yang mendapat sinar, bagai permata pantulannya menyinari netraku. Tampak serasi dengan deru ombak, nyanyian unggas udara, dan percikan kilas masa lalu. Menghantamku kembali pada masa kelam itu. Aku menatap jauh, seolah awan yang berarak merupakan gumpalan kesahku. Tatapku tak seindah mereka,…

  • Cerpen Mored: Selembar Kerudung dan Senandung Cadar dalam Mata Lelaki Cina

    Oleh: Sirli Qurrota Aini Aku kisahkan padamu, tentang seorang lelaki cina yang tabah menjual kain kepada siapa saja, tak peduli siapa pun. Tanpa sepengetahuan dan kesadarannya, kain yang ia jual harus memuncratkan peristiwa mencemaskan, ketika selembar kerudung dan senandung cadar harus berseberangan saling menyalahkan atas nama agama. Lelaki cina itu tergeleng-geleng tak dapat menebarkan ekspresi…

  • Puisi: Proposal Rindu Karya RM. Maulana Khoerun

    Jalan Buntu Aku menemui jalan buntu Saat sang ratu bersanding bersama musafir dalam potret Harapan kini tinggal puing-puing diwadahnya Hanya sedikit azam membangun kembali remukan itu Mendung menjajah jalan buntu Harus apa aku sekarang? Aku tak lagi pantas bergelar ksatria Jika diam saja saat hujan membanjiri wajah sungai Jalan ini benar-benar buntu..! Orang-orang pun terlampau…

  • Puisi Mored: Ibu dan Puisi Lainnya

    Oleh: M. Suhdi Rasid* IBU Ibu, kaulah pahlawanku kaulah sang muara hati kau yang melahirkanku mendidikku mendisiplinkanku hingga aku mengerti arti kemandirian Ibu, saat aku gembira saat aku duka lara kau masih ada di dalam dada meski sekarang kau hanyalah kenangan ialah foto lamamu masih kusimpan Ibu, maafkanlah anakmu telah membuat kesalahan hingga kau menangis…

  • Cerpen Mored: Hutan Lindung

    Oleh: Hamidah, M.Pd. Aku kayuhkan sepeda gunung untuk menghirup udara segar pagi hari. Di pinggiran alun-alun Kota Situbondo menjadi tempat berkumpul kami untuk menentukan arah goes. Di tempat tersebut sudah ada empat orang temanku.   “Kita ke mana hari ini?” “Ke Hutan Lindung, gimana?” “Ok, kita ke Hutan Lindung,” jawabku. Di antara pencinta  goes, perempuann…

  • Cerpen Mored: Jangan Bilang I Love You

    Oleh: Taradita Yandira Laksmi Aku ingat keseluruhan kisah meski acapkali terbolak-balik susunannya. Ya, untuk ketiga kalinya aku bermimpi sesuatu yang begitu nyata. Benar-benar seperti nyata. Entahlah, akan ada petualangan kisah apalagi setelah ini. Sebenarnya aku tengah berada di sekolah. Ya, baru selesai latihan hadrah. Saat kulihat Praja dan Azam beserta teman-teman laki-lakinya yang familiar di…

  • Puisi Mored: Senapan Pak Nidin dan Puisi Lainnya

    Oleh: Mareta C. Widodo* SENAPAN PAK NIDIN Cucur keringat dalam asamu Darah yang mengalir dalam nadimu Tak patahkan semangat perjuanganmu Meraih asa harapan lepas belenggu Tekadmu membela negeri Dengan  gagah berani engkau tegar Tak pedulikan hidup ataupun mati Demi sang saka merah putih berkibar Walau asap mesiu sesakkan dada Moncong meriam menodong raga Kau tak gentar…

  • Puisi Mored: Madu Empedu dan Puisi Lainnya

    Daniel Merriam on Pinterest Madu Empedu Pernah kutatap matamu Masih sempat ku menderu Tapi itu dulu, Pupus tak seperti hikayat madu Gemetar jemari layang Bisu bibirku tegang Seperti meriang disayat kaleng Sedikit tak kau serang Tentang senyum bibir manusia Aku ditipu paras menggoda  Indah merona Tak selaras hatinya binasa Rayu merayu Sepenggal puisi sendu Tak…

  • Cerpen Mored: Lukisan Kenangan

    Oleh: Taradita Yandira Laksmi Masih terngiang di kepalaku rekam jejak masa lalu yang tak lekang terhimpit waktu. Seolah terus-menerus memelukku dalam kepingan neraca kehidupan saat itu. Darinya aku mendapatkan arti tetes keringat yang berguguran ini. Dan darinya pula aku mulai memahami hakikat ikhlas sejati. Rekam tapak kecilku yang senantiasa berjaualan di sore hari, mengelilingi perumahan-perumahan…