Puisi: Tamadun Semu Karya Dani Alifian


Doa sebelum Makan
Tuhan
jadikan
dalam sepiring nasiku sebagai penguap syukur
Kupupuk laparku dari keringat petani papa yang
menanam padi dari pagi hingga juntai sore,
angka kalender bolehlah terus berlalu,
tapi sayur hijau dan kecambah putih tetap setia
menghidang di
hampar mata
tempe mesti akrab dengan tahu,
meski belum sempurna tanpa sambal,



Dalan sepiring nasi
semua bisa berdamai
termasuk keringat nelayan juga kerja lembur
petani papa,
berebut kebenaran hanya berlaku bagi petinggi,
bawahan seperti kita bisanya tengadah
mengharap panen tiba

Malang, 2019

Tamadun Semu

Dunia menjelma kubus kubus besar serupa permainan teka teki raksasa.
tidak ada musim

cuma ada prasangka dan kerlap kerlip lampu kota
sesaat naik ke atas, mengambang, lalu mencair
Cuaca telah membuat berpasang mata saling curiga.
Hujan yang kemarau
Kemarau yang hujau
Terjadi saling tuduh, kiranya bayangan siapa menanamkan bencana
.

1)
Aku tetap dan akan terus yakin di dunia yang nyaris tak nyata ini,

orang orang pulang pada-Nya membawa diri dengan
berjalan bungkuk
memikul kepala berisi padat,
keringat siap menenggelamkan –kaku
penyesalan
.

2)
Di dalam diriku,

aku menciptkan ribuan pasang mata waspada:
sebelum sunyi paling ramai menyesap senyap
dalam kesedihan
tangis dahulu pecah seusai tawa.

Aku bertanya pada diriku sendiri
Mengapa masjid sepi? zikir rodat para kiai telah usai barangkali,
Sementara pastor berhambur keluar dari gereja
do’a biksu menyisakan bisu
Vihara kehilangan aroma wangi kembang tujuh rupa
semua padam terbentur angin kemarau panjang

3)
Aku menyengajakan diri terpejam,

mimpi terbuat dari berjuta kelahiran bayi sejak
purba.
Barangkali
, aku satu satunya yang membenci diri sendiri
dan sering menangisi caci maki.
Tamadun, lekaslah punah dan diganti dengan perumpamaan baru
agar Tuhan tidak lagi diadu

Dani Alifian, 2019
Rumahku
:

Rumahku tidak besar

hanya cukup terhindar dari sengat matahari
berkelebat dari hujam hujan yang bersiasat saban waktu
siap mengguyur kapan saja.

Rumahku tanpa pintu, terbuka bagi siapa saja.

Sesaat udara lesap lewat jendela
sedia bagi luas dunia.

Bila seorang datang

ruang tamu yang sebenarnya tak lebar
masih lapang sekedar meluruh penat.

Silahkan masuk saja, ucap salam. Jangan lupa

Di rumahku
Kami biasa berkelakar dengan hangat keluarga

seusainya tawa lepas tercipta
Meski tak banyak camilan
di sini tersaji hangat obrolan bercerita
tentang perjalanan
membentang kenangan
merentang masa depan
ini sudah cukup mengenyangkan.

Sebelum tamu dari negeri antah berantah bertandang tanpa salam

rumahku
adalah jelmaan rumah rumah sederhana berlumur bahagia

2019

BIODATA PENULIS
Dani Alifian, kelahiran Situbondo. Saat ini aktif sebagai mahasiswa di
Universitas Islam Malang, buku puisi pertamanya berjudul Harta, Tahta, Wanita
(2019)
.

Sumber gambar : pixabay

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ipul Lestari Puisi

Alisa, Kamulah Puisiku

Achmad Muzakki Hasan Buku Kiri Soe Hok Gie Ulas

Tentang Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan

Apacapa Ipul Lestari

Taman Hidup; Suatu Ketika di Tahun 2017

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Terima Kasih Situbondo

Apacapa Nanik Puji Astutik

Menikah Tanpa Sepeser Uang

Cerpen Nasrul M. Rizal

Cerpen : Perihal Tabah Karya Nasrul M. Rizal

Atika Rohmawati Buku Resensi Ulas

Ulas Buku: Perjalanan Menuju Pulang

Buku Fara Firzafalupi Ma’rufah Resensi Ulas

Resensi: Ikhlaskan Lepaskan Perjuangkan

Uncategorized

Semarak Hari Kartini, Emak-emak dan Tim Patennang Gelar Diskusi Publik

Apacapa Imam Sofyan

Membaca atau Merayakan Kebodohan

Apacapa

Dangdut Madura: Upaya Orang Madura ‘Swasta’ Mengartikulasikan Modernitas

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen – Joe dan Dua Orang Gila

Cerpen Mochamad Nasrullah

Cerpen: Jejaring Mimpi

Alex Cerpen

Cerpen: Dia Bukan Gatot Kaca

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen – Dendam Amba

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen – Fragmen Nalea

Apacapa apokpak N. Fata

DPRD Menggonggong, Pak Karna: Ngutang PEN Jalan Terus

Cerpen Yolanda Agnes Aldema

Cerpen : 7 Tanda Kematian Waliyem

Cerpen Muhtadi ZL

Cerpen: Senja yang Menyakitkan

Mahadir Mohammed Puisi

Puisi: Dimensi Mimpi