The Old Man and The Sea: Karya Sastra Yang Memukau

Oleh : Yudik Wergianto
Siapa yang tidak kenal dengan
karya sastra yang satu ini? Saya yakin hampir sebagian besar mereka yang
berkecimpung di dunia sastra sudah tak asing lagi dengan karya yang satu ini.
Ya. Ini adalah karya Ernest Hemingway yang telah meraih penghargaan Pulitzer
tahun 1952 dan Nobel Sastra tahun 1954. Atau bisa disebut juga ini karya
legendaris dari Hemingway karena disebut-sebut memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan sastra abad keduapuluh.
Saya sendiri baru bisa membacanya
beberapa minggu lalu. Awalnya saat baru pertama membaca, saya agak sedikit
kebingungan dengan bahasa yang dipakai sebab buku yang saya baca adalah
terjemahan. Jadi saya butuh membacanya dengan betul-betul agar saya dapat
memahami isi buku. Setelah saya mencerna isinya dengan lebih baik, perlahan
saya pun paham dengan apa yang disampaikan.

Buku ini bercerita tentang
seorang nelayan tua bernama Santiago yang telah melewatkan waktu selama 84 hari
dengan tak mendapat seekor pun ikan. Hal itu membuatnya, di masyarakat, disebut
dengan salao yang berarti bentuk terburuk dari ketidakberuntungan.
Santiago memiliki seorang sahabat bernama Manolin, bocah lelaki yang sering
membantunya. Mandolin menganggap Santiago seperti ayah atau kakeknya. Tetapi,
karena ketidakberuntungan Santiago, Manolin dilarang oleh orangtuanya untuk
membantu nelayan tua itu.
Pada hari kedelapan puluh lima,
Santiago memilih untuk pergi berlayar ke Gulf Stream. Ia berlayar sendiri tanpa
Manolin. Sebenarnya Manolin ingin ikut tetapi Santiago melarangnya. Santiago yakin
bahwa dalam perjalanannya kali ini ia akan mendapatkan ikan. Dan benar,
umpannya pun dimakan oleh ikan marlin yang memiliki ukuran sangat besar. Karena
ukurannya itulah, Santiago tak bisa menarik ikan itu dan malah justru dirinya
yang ditarik oleh sang ikan sampai jauh ke tengah laut.
Tarik ulur itu terjadi selama
berhar-hari. Sampai akhirnya, Santiago berhasil menaklukkan ikan marlin raksasa
tersebut. Ia pun membawanya pulang. Tetapi, saat di perjalanan hiu-hiu
mengganggunya dengan mencoba untuk memakan ikan marlin yang Santiago letakkan
di pinggiran sampannya.
Sebenarnya, konsep cerita dari
buku ini menurut saya sederhana. Tetapi, Hemingway tak membuat jatuhnya jadi
membosankan. Hemingway mampu mengulas perjalanannya di lautan dengan begitu
memukau. Ia begitu detail dalam setiap deskripsi dan narasi tentang keadaan di
laut. Ia mampu menggambarkan keadaan langitnya, burung-burung, angin, ombak,
termasuk juga kondisi sampan, pancingnya. Hal itu membuat para pembaca dapat
merasakan secara langsung dirinya seperti tengah berada di lautan seorang diri.
Seolah-olah Hemingway sudah kenal dengan setiap detail dari lautan.
Saat “bertarung” dengan hiu-hiu
demi mempertahankan ikan hasil pancingannya, Hemingway juga begitu jeli dalam
setiap penggambarannya. Apakah Hemingway pernah memiliki pengalaman yang
demikian? Saya rasa sebelum menulis buku ini pasti ia telah melakukan riset
yang mendalam.
Dalam buku ini Hemingway banyak
mempertontonkan dialog dengan diri sendiri yang dilakukan oleh tokoh yaitu
Santiago. Barangkali Hemingway ingin menunjukkan pada kita bahwa momentum
seseorang banyak berdialog dengan dirinya sendiri ketika sudah berada di tempat
yang jauh dan seorang diri. Melalui hal itu kita mampu untuk semakin mengenali
diri kita sendiri.
Meski Hemingway banyak menuliskan
mengenai nasib malang Santiago, tetapi ia tak menggiring pembaca untuk
bersimpati padanya. Hemingway benar-benar mengandalkan kekuatan dalam deskripsi
dan narasi yang ditulisnya sebagai cara untuk menyampaikan pemikirannya.
Jika kita berbicara pesan moral
yang dapat kita ambil, buku ini mengajarkan pada kita tentang perjuangan,
kesabaran, ketabahan, dan kegigihan. Kita, dalam berusaha, tak boleh cepat
berputus asa. Kita juga harus gigih dalam berjuang. Kita juga harus bersabar
dalam usaha untuk mencapai tujuan. Pasti, apabila kita sudah melakukan itu,
kita akan memetik buahnya.
Sebagai akhir dari tulisan ini,
tentu saya tak lupa untuk merekomendasikannya kepada pembaca sekalian. Buku ini
benar-benar bagus. Buku ini adalah karya sastra yang memukau. Jangan sampai
Anda tidak membacanya. Jangan mengaku mencintai sastra kalau belum sempat
membaca buku ini. Bacalah meskipun cuma sekali dalam seumur hidup. Paling tidak
Anda tidak rugi dan menyesal di kemudian hari.
Kecuali Anda suka bacaan yang menye-menye.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Nur Hasanah

Pemanfaatan Tanaman Lidah Buaya Sebagai Produk Kosmetik dan Obat Kesehatan Manusia

Ahmad Zainul Khofi Apacapa

Mengenal Situbondo dari Puisi

Cerpen Sheila Primayanti

Cerpen: Kehilangan Sebelum Memiliki

Cerpen Violeta Heraldy

Cerpen : Pertemuan Kembali

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Pandangan Filsuf terhadap Ideologi Islam di Era Milenial

ebook

Ebook: Sastra dan Corona

Apacapa Kakanan Situbondo

Tajhin Sora

Apacapa Madura Syaif Zhibond

Rèng Lakè’ Pernah Alebhele

Cerpen Irwant

Rindi Rindu

Apacapa Moh. Imron

Ali Gardy Bertiga: Tirakat Bunyi

Cerpen Qurrotu Inay

Cerpen: Mereka Berbicara tentang Kamu

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Terima Kasih Situbondo

Apacapa fulitik Mohammad Farhan

Mara Marda Institute Gandeng Bank Indonesia Gelar Pelatihan Inkubator Industri Kreatif

Cerpen Ruly R

Cerpen Kota Tanpa Telinga

Apacapa Permata Kamila Situbondo

Arebba: Mendoakan Para Leluhur

Aang MZ Puisi

PUISI: Antara Lidah-Api Karya Aang M,Z.

Erliyana Muhsi Puisi

Puisi: Telanjang Pudar Karya Erliyana Muhsi

Cerpen Ruly R

Cerpen : Lapas dan Malam

Apacapa Panakajaya Hidayatullah

Napas Nusantara Rythm dan Petualangan Musikal Ali Gardy

Pantun Papparekan Madura Sastra Situbondo Totor

Pantun Madura Situbondo (Edisi 5)