Puisi-puisi Ahmad Radhitya Alam
Elegi Nasib Kami
relung
gedung yang termenung mulai
gedung yang termenung mulai
merapuh
luruh di antara nasib kami yang tidak pasti
luruh di antara nasib kami yang tidak pasti
ketam
legam masa silam menggoreskan
legam masa silam menggoreskan
sebuah
nanar elegi yang mendalam
nanar elegi yang mendalam
nasib
kami, orang rantau dari nusa seberang
kami, orang rantau dari nusa seberang
sungguhlah
sulit untuk dikerat dan diambil
sulit untuk dikerat dan diambil
hasil
panennya pada masa mendatang
panennya pada masa mendatang
tak
maksud hati kami datang kemari
maksud hati kami datang kemari
tapi
keadaanlah yang memaksa kami tunduk
keadaanlah yang memaksa kami tunduk
kepada
keniscayaan dan kepastian, ronarona
derita
keniscayaan dan kepastian, ronarona
derita
terus
saja membayang pada huluan retina
saja membayang pada huluan retina
mata
kami yang payau
kami yang payau
tanah
secuil tak cukuplah untuk mengambil
secuil tak cukuplah untuk mengambil
hasil,
banting tulang sana–sini
demi seonggok
banting tulang sana–sini
demi seonggok
rupiah,
dan tanah ini kian tandas dicangkul
dan tanah ini kian tandas dicangkul
kaum
feodal yang punya banyak modal
feodal yang punya banyak modal
sedangkan
kami hanya orang kecil yang
kami hanya orang kecil yang
menenteng
pengharapan kesana kemari
pengharapan kesana kemari
untuk
merenda kembali jati diri
merenda kembali jati diri
dengan
riak melebur, serta peluh membaur
riak melebur, serta peluh membaur
mengumpulkan
sisa–sisa asa yang kian
karam
sisa–sisa asa yang kian
karam
tenggelam
pada samudera pedih kehampaan
pada samudera pedih kehampaan
yang
senantiasa menanam sedih, menebar perih
senantiasa menanam sedih, menebar perih
Kalikebo,
2017
2017
Menanam Subur Bangga
tumbuh
subur bangga dalam dada
subur bangga dalam dada
ranum
bermekaran bunga asa
bermekaran bunga asa
pada
rindang pohon sekolah
rindang pohon sekolah
yang
mencipta rekah
mencipta rekah
pohon-pohon
asa ditanam
asa ditanam
dikerat
dan diketam
dan diketam
untuk
dipanen hasilnya pada masa
dipanen hasilnya pada masa
ketika
kita telah beranjak dewasa
kita telah beranjak dewasa
sekolah
ini telah mencipta asa
ini telah mencipta asa
dilukis
mimpi dan harapan pada
mimpi dan harapan pada
kanvas
litera, lalu dieja kata
litera, lalu dieja kata
pada
ranting dan dahan buku-buku
ranting dan dahan buku-buku
serta
diktat-diktat yang mengikat
diktat-diktat yang mengikat
musim
panen masihlah jauh
panen masihlah jauh
pupuk
ilmu teruslah ditabur peluh
ilmu teruslah ditabur peluh
dialir
deras harapan dan cita
deras harapan dan cita
mencipta
bangga dalam dada
bangga dalam dada
pada
bangunan yang melukis cerita
bangunan yang melukis cerita
tembok-tembok
sekolah di mana kuberada
sekolah di mana kuberada
SMANTA,
20 Oktober 2017
20 Oktober 2017
Atas Nama Puisi
Atas
nama puisi di mata kekanak negeri
nama puisi di mata kekanak negeri
aksara
merupa kata–kata
bahasa
merupa kata–kata
bahasa
yang
dicipta dengan cinta dan ritus doa
dicipta dengan cinta dan ritus doa
dikerat
dan ditabur, lalu tumbuh
dan ditabur, lalu tumbuh
subur
di samudera ibu pertiwi
di samudera ibu pertiwi
Dan
para kekanak masihlah mengais jati diri
para kekanak masihlah mengais jati diri
yang
kian compang–camping
di selokan zaman
kian compang–camping
di selokan zaman
metropolitan; polusi
bahasa, polusi kata,
bahasa, polusi kata,
sampaipun
buih–buih riak aksara
buih–buih riak aksara
terkoyak–koyak idiom asing
merasuk
kepala teramat pusing
kepala teramat pusing
Demi
puisi yang mencipta sabda perubahan
puisi yang mencipta sabda perubahan
kata–kata diumbar
bebas; tak bertuan
bebas; tak bertuan
tanpa
sadar telah hilang arti
sadar telah hilang arti
lidah
kian berlari tiada henti
kian berlari tiada henti
Dengan
nama puisi, kami berusaha menata
nama puisi, kami berusaha menata
Rima–rima jati diri, menyulam
metafora
metafora
sambil
merenda asa, menjunjung bahasa persatuan
merenda asa, menjunjung bahasa persatuan
Bahasa
Indonesia
Indonesia
tanpa
melupa adat dan budaya
melupa adat dan budaya
Blitar,
27 Oktober 2017
27 Oktober 2017
Biodata Penulis
Ahmad Radhitya Alam, lahir di Blitar, pada tanggal 2 Maret 2001. Siswa
SMAN 1 Talun dan santri di PP Mambaul Hisan Kaweron. Penulis bergiat di FLP
Blitar, Awalita, danTeater Bara SMANTA. Karyanya termaktub dalam beberapa
antologi puisi dan dimuat pada beberapa media.
Tinggalkan Balasan