Puisi – Sang Bayu

Puisi-puisi Irma
Muzaiyaroh
Sang Bayu
Ini tidak seperti biasanya
Dia terdengar tak tenang
Hembusannya semakin kuat
Memaksa dedaunan yang rentah untuk
luruh
Suaranya bergemuruh tak sabar
Meminta butiran-butiran halus
beterbangan
Sang Bayu sedang bergolak
Mengundang papan kayu itu untuk
berderik
Merayu aur yang menjulang untuk
menyanyi
Embusannya
Suaranya
Akankah menandakan musim telah
berganti?
Tetes
Pagi
Sang Surya masih meringkuk di peraduannya
Sepertinya sedang malas menampakkan
wajah culasnya
Mega kelabu memeluk langit dengan
sangat erat
Seolah menyetujui tingkah Sang Surya
untuk tak menyajikan cerah
Aroma tanah kering menguar
Terhembus dan menghilang
Bayu kecil menari semilir
Membawa serta rinai hujan menyapa
bumi
Suara rintiknya menggoda
Tempat berpijak telah basah dan
memadat
Hanya
Kukatakan
Hanya riak-riak kekecewaan
Yang menuntut tuannya untuk bertemu
sang waktu
Hanya sejumput buih-buih keinginan
Yang membumbung jauh bersua sang
kekasih meretas rasa
Hanya raungan deru-deru asa
Yang mengoyak sunyi menjelma alunan
nada tuk dipersembahkan
Hanya gejolak remah-remah ilusi
Yang hanya menyusupi hati lantas
merajai
Hanya sekelumit hanya
Yang hanya kau pikirkan tak hanya
kan indahkan
Hanya seberkas hanya
Yang hanya kau bingungkan tak hanya
kau renungkan
Aku
dan Malam Ini
Sashi sedang bertengger manis
Memancarkan auranya
Kecantikan yang membius beribu-ribu
pasang mata
Sayang… Dia sendiri
Kemana kilau-kilau mungil yang biasa
menemani?
Malukah mereka dengan pesona Sang
Dewi malam?
Malam ini begitu sunyi meski tak
nampak gulita
Tak terendus embusan antari
Kepak-kepak sayap tak terdengar
Binatang malam juga enggan bersuara
Suasana yang nampak syahdu
Seolah mengerti kemasygulan hati
Memberi jeda tuk merangkai imajinasi
Menyusun ingatan yang sempat
terberai
Andai tak sekedar khayal tuk bisa
merengkuh
Malam ini
Sepi membalut hati
Hangatkan diri akan sekelumit
bayangan
Dia yang mengenalkan keindahan
Seiring dengan kepedihan yang
diajarkan
Dia yang tak kan pernah habis tuk
dikenang
Kerinduan bagai ombak yang datang
menyapa pantai

Tak kan pernah usai




Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Syaif Zhibond

Selamat Molang Are, Orang Pilihan

Apacapa apokpak N. Fata

Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital

Buku Moh. Imron Ulas

Resensi Buku : Jalan Ini Rindu Karya KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy

Puisi Syukron MS

Puisi: Kapsul Cinta

Ali Gardy Rukmana Apacapa

Album Stilasi: Merangkai Tradisi Nusantara

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen Maha Dewi

Dhafir Abdullah Puisi Syi’ir

Muharrom sè Moljâ

Apacapa apokpak N. Fata

Cahaya Literasi dari Ujung Langit Baluran

Mahabatush Sholly Resensi

Resensi: Seribu Kebohongan untuk Satu Kebahagiaan

Puisi Uwan Urwan

Kita Telah Mati

Apacapa Fendy Sa’is Nayogi

Kemarau Tiba, Hati-Hati Kekeringan

Ayu Wulandari Buku Resensi Ulas

Resensi: Jungkir Balik Pers

Apacapa Imam Sofyan

Sastra, Buku dan Tanah Air Yang Hilang

Apacapa Irwant

Gagal Melamar Gadis dan BPN Situbondo

Apacapa Madura Panakajaya Hidayatullah

Orang Madura Tanpa Toa dan Sound System, Apa Bisa?

Buku Ulas Yudik Wergiyanto

Senyum Karyamin: Perihal Kesederhanaan

Ahmad Radhitya Alam Puisi

Travesti dan Puisi Lainnya Karya Ahmad Radhitya Alam

Cerpen Yolanda Agnes Aldema

Cerpen : 7 Tanda Kematian Waliyem

Advertorial

Cara Praktis Daftar Akun M-Banking BRI Lewat Mesin ATM serta Manfaat Menggunakannya

Ahmad Zaidi Apacapa

Kepala Dusun Langai yang Peduli