Puisi-puisi Agus Widiey

Bayang-Bayang
Dalam
Sembahyang

 

ada yang membayang

dalam sembahyang

seperti ingin sekali
menikam

tentram hatiku yang
pualam

 

barangkali,
bayang-bayang itu

memburu sebab
cemburu

hingga kata patah
dari lidahku 

; tak mampu
membersihkan

najis nafsu yang
kesekian

 

ada yang membayang

dalam sembahyang

melubangi ingatan

melukai harapan

 

bayang-bayang itu
membeludak

dan memperbudak
diriku

sebab sisa dosa masa
lalu

membusuk dari  mabuk khusuk .

 

Sumenep, 2023

 

  

Epilog
Kehidupan

 

Ada suatu ketika
nanti

orang-orang merasa
cemas kembali

bukan karena longsor
tiba

bukan pula karena
tsunami melanda

melainkan bumi yang
sudah tua

akan segera memuntahkan
segalanya.

 

Tiada engkau
bersembunyi lagi

tiada penyair
menulis puisi tragedi

bahkan tiada
wartawan sempat bertanya

sebagimana hari-hari
biasanya

untuk meliput sebuah
bencana

yang entah datangnya
dari mana.

 

Laut menyentuh dada
kita

kita lebur dalam
debur paling gema

karena kematian umat
manusia

berhamburan saking
begitu dahsyatnya.

 

Pelan-pelan izrail
menjemput nyawa

lewat bisik angin
yang tak lagi meronta

karena jiwa kita
melata di atas bumi

demi menyelamatkan
diri sendiri.

 

Segalanya nyaris
terbang berhamburan

tempat-tempat
penyembahan dilenyapkan

masjid, gereja,
wihara tertutup rapi

tinggal matahari
sejengkal di atas dahi.

 

Kemudian setelah
bumi rata

Isrofil meniup
sangka kala

sebuah terompet yang
merdu dibunyikan

yang dapat
membangunkan kematian.

 

Manusia bangkit
dengan rupa yang berbeda

tergantung bekal
amal yang mereka bawa

sejak hidup di dunia
yang sungguh fana

tanggung jawab
diminta sebagai balasannya.

 

Sementara surga dan
neraka masih jauh

bagi mereka yang
imannya keruh

sebab harus dicuci
agar jiwanya suci

sebelum hidup abadi
di kebun surga nanti.

 

Batuputih, 2022

 

 

 

Gagal
Lagi

 

aku pernah berharap
seperti mereka

yang tak ingin
ingkar dari kata merdeka

tapi kepentingan
selalu menjelma di hati

hingga aku merasa
gagal melunasi mimpi

 

di zaman yang mulai
tumpul

hujan tak mampu
mengasah cangkul

 

pemikiran abad-abad
lalu

kujumpai dalam
buku-buku

yang mencipta kekakuan

dari ideologi
keraguan

 

lagi-lagi, aku gagal
lagi

dalam menghadapi

_diriku sendiri

 

ketika waktu pergi
berlari

aku baru merasa rugi

dan ingin kembali

memperbaiki segala
yang abadi.

 

Topote, 2022

 

 

Lahang

 

demikianlah hari
ini, sayang

harum lahang di
tanah moyang

mulai dilupakan dan
ditinggalkan

 

matahari bersaksi

takik siwalan yang
dinaiki

makin lampau dari
kaki waktu

 

masa lalu diinjak

sari-sari rindu
tinggal jejak

di hati yang kerap
diperbudak

 

harapan tetaplah
harapan

bila peradaban kemalasan

dikembangbiakkan
zaman

dari halaman ke
halaman.

 

Sumenep, 2023

 

 

Tentang Penulis

Agus Widiey, Lahir
di Sumenep 17 Mei 2002. Alumnus pondok pesantren Nurul Muchlishin Pakondang,
Rubaru, Sumenep. Menulis Puisi, Cerpen dan Resensi. Karya-karyanya terantologi
bersama dan dimuat dipelbagai media, baik online maupun cetak. Seperti; Fajar
Makasar, Lombok Post, Riau Pos, Kedaulatan Rakyat,  Bangka Pos, Pos Bali, Nusa Bali, Koran
Merapi, Cakra Bangsa, Radar Madura, Radar Banyuwangi, Radar Tuban, Radar
Madiun, Radar Kediri, Radar Bojonegoro, Radar Pekalongan, Utusan Borneo, Suara
Sarawak, Harian Bhirawa, Pro Nusantara, Harian Ekspres, Suku Sastra, Nolesa co,
Litera co, Riau Sastra, Bali Politika, Sinar Baru Indonesia, dan lain-lain.
Pernah memenangkan lomba menulis puisi yang diselenggarakan Majelis Sastra
Bandung(2021).

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi, alumni DKV Universitas Malang tahun 2017, freelance
designer, owner
@diniharistudio Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Arum Reda Prahesti Cerpen

Cerpen : Nyata dan Maya

Buku Febrie G. Setiaputra Resensi Ulas

Resensi: Logika: Bukan Hanya untuk Orang Pintar

Puisi Tjahjaning Afraah Hasan S. A.

Puisi Ruah Alam Waras

Apacapa Syarafina Khanza Digananda

Begini Serunya Training of Trainer (ToT) Menulis Cerpen

Mored Moret Sirli Qurrota Aini

Cerpen Mored: Selembar Kerudung dan Senandung Cadar dalam Mata Lelaki Cina

Apacapa

Apakah Menjadi Ibu Dilarang Sambat?

Mohammad Cholis Puisi

Puisi: Catatan Malam

Apacapa Dani Alifian Sastra

Sastra Erotis, Membaca Sastra Agar Tidak Bertendensi Pornografi

Ahmad Zaidi Apacapa Liputan

GNI Indonesia 2019: Perjalanan Melepaskan Ketergesa-gesaan

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Review Buku Orang-Orang Bloomington

Apacapa Ni’matus Sa’diyah

Semeja Daring: Menembus Batas Imaji, Mengurai Inspirasi dalam Titian Dedikasi

Apacapa Imam Sofyan

Mudik Sastra

Adhi Apacapa Musik Ulas

Jika Awkarin dan Young Lex Terlahir di Situbondo

Apacapa Esai Latif Pungkasniar

Plakat, Kongko, dan Sekawanan Penulis

Musyafa Asyari Resensi

Rendezvous!: Sebuah Pertemuan yang Memancarkan Keindahan

Cerpen Nanda Insadani

Cerpen : Ganti Bapak Karya Nanda Insadani

Apacapa Sururi Nurullah

Fashion dan Berbagai Dampaknya

Cerpen

Cerpen : Lidah

Film/Series Muhammad Rizal Ulas

Resensi: Kembang Api

Alex Buku Ulas

Membaca Dawuk : Kisah Kelabu Dari Rumbuk Randu