Puisi-puisi S. Mandah Syakiroh: Mata

 

Selimut
Ibu

 

di tengah
ribut angin

juga sepanjang
gang depan rumah yang becek

ibu begitu
khusyuk menjahit selimut baru

yang
bolong-bolong

 

pada setiap
benang dan jarum yang saling melintang

ibu kaitkan
serupa doa yang menyembur

dari sumur
dalam tubuhnya

 

 “semoga tak ada satu angin pun

yang menusuk
lalu memadamkan mimpimu.

semoga kau
bisa tidur nyenyak.”

 

hari-harinya repas
termakan tanpa insaf

tapi ibu tetap
khusyuk menjahit selimut baru

yang
bolong-bolong itu

 

Cirebon, 2023

 

 

 

Mata

 

melalui mata,
kuraba gagang pintu

lalu kubuka
kedalaman dirimu:

oh, ternyata
tak dikunci!

 

di ruang
dadamu yang paling mula

warna rawan membercak
pada dinding

dan ruak
krisan menusuk-nusuk trauma

 

gemetar
jemariku bersembunyi di

balik rapal
yang menguning

sementara
riwayat yang rumpil

amat lejar
jikalau mesti terulang kembali

 

Cirebon, 2023

 

 

 

Waktu
Sandakala

 

agak lama aku
berdiri di depan pintu

        menimbang-nimbang:

antara tetap
menunggu atau

masuk lalu
kunci pintu

 

Cirebon, 2023

 

 

 

 

Cinta
Telah Mati

 

lelap telah
menjadi riwayat

dingin dan
pasi melingkari malam-malam

juga sekawan
ubi dan kopi

 

belukar di
hati sebentar lagi menjadi api

tangan-tangan
yang terbuka

kali ini
bukan hendak menyambut tetamu

yang rindu
pada cemara, pada larat pinus

 

sebab cinta
telah mati

sungai-sungai
dan bisik reranting

yang gemar
menggaungkan kinanti dua malam sekali

seketika
merupa target basmi paling seksi

 

Cirebon, 2023

 

 

 

Mengalirkah
Sungai

 

dengking air
memenuhi hulu

menumpahi
hilir

batu-batu
yang gagu selama seribu abad

tergelincir

 

mengalirkah sungai?

 

jalak
berjalan sendirian

gigir bebukit
menjadi lebam-lebam

dan kakimu
sudah hilang dari tepian.

 

benar masih mengalirkah sungai?

 

Cirebon, 2023

 

 

 

Sebuah
Nama,  Berhenti Sejenak

 

di sebuah
kota yang baru

masa lalu
adalah musim

yang disapu
ombak di tepi pantai:

biarlah tak
menyisakan apa-apa

 

di sebuah
kota yang baru

sebuah nama
telah lahir

menjadi
penunjuk arah gang-gang rumah

menjadi
lagu-lagu di seantero sawah

lalu sejenak burung-burung berhenti, sejenak para
musafir

melupakan misi

 

di sebuah
kota yang baru

berkelok
jalan adalah cermin terpasang

biarlah
merabuni terang lampu

biarlah
sejenak angin desir dahulu

 

Cirebon, 2023 

 

 

 

Indraloka

 

ia melukis sebuah
rumah

di atas
senyap dan luka yang diikat

pada
tulang-tulangnya

 

mata yang
semakin sore tak membuatnya samar pada

warna
indraloka yang akan baur

tetapi asap
yang menghuni riak dadanya

seolah lenjadi
lonceng

bahwa waktu
sebentar lagi akan habis

 

sementara dua
bangau keci
l yang gemar
bergurau dan

bernyanyi di
halaman

telah
menyihir tubuhnya yang kerontang

menjadi bertunas
setiap hari

 

ia terus
melukis sebuah rumah

ketika
napasnya semakin tangkup

ketika
wajahnya mengisyaratkan pejam

untuk waktu
yang amat panjang

 

Cirebon, 2023

 

 

 

 

Tentang Penulis

S. Mandah
Syakiroh lahir di Cirebon. Merupakan anggota dari Komunitas Ranggon Sastra.
Saat ini tengah menjadi anggota aktif di kepengurusan Perpustakaan Buntet
Pesantren “Mbah Din”. Buku puisi pertamanya ialah Sabda Mendung (2023)

Alamat:
Buntet Pesantren (Belakang Asrama Al-Muttaba),

RT/RW
012/004, Mertapada Kulon, Astanajapura,

Cirebon, Jawa
Barat.

Bisa
dihubungi melalui WA 0895364500047

IG @Pramandah
dan E-mail
mandhasyakiroh@gmail.com

 

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi,
lahir dan tinggal di Situbondo. Alumni DKV Universitas Malang tahun 2017,
freelance designer, owner @diniharistudio Situbondo.

Penulis


Comments

2 tanggapan untuk “Puisi-puisi S. Mandah Syakiroh: Mata”

  1. Avatar Anonim
    Anonim

    Bagus diksinya

  2. Avatar Adi Gm
    Adi Gm

    Tersampaikan pesannya, Terus Berkarya Mandah 👍

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Harishul Mu’minin

Cerpen: Ginjal Pembawa Kesedihan dan Penyesalan

Ahmad Zaidi Apacapa Esai

Puthut Ea, Komunitas dan Hutang yang Dilunasi

MH. Dzulkarnain Puisi

Puisi: Kampung Halaman

Cerpen Ken Hanggara

Cerpen – Dunia Silver

Puisi Syukron MS

Puisi: Kapsul Cinta

Apacapa Fendi Febri Purnama

Kolong Situbondo: Ada yang Beda pada Diksi Bahasa Madura di Situbondo #1

Buku Dewi Fortuna Bantilan Resensi Ulas

Resensi: Madilog

BJ. Akid Puisi

Ayat-Ayat Luka dan Puisi Lainnya Karya BJ. Akid

Apacapa fulitik melqy mochammad marhaen

Mengapa Muncul Mas Rio “Patennang”?

Alexong Cerpen Hana Yuki Tassha Aira

Cerpen: Waktu yang Pecah di Balik Pintu

Muhammad Lutfi Puisi

Di Bangku Daun dan Puisi Lainnya Karya Muhammad Lutfi

Agus Hiplunudin Puisi

Pendulum Rindu dan Puisi Lainnya Karya Agus Hiplunudin

Buku Ulas

Senyum Karyamin: Perihal Kesederhanaan

Apacapa Sururi Nurullah

Fashion dan Berbagai Dampaknya

Apresiasi Musikalisasi Puisi

Musikalisasi Puisi – Apa Kabar?

Apacapa Ferdiansyah fulitik

Rakyat Rebutan Minyak Goreng, Partai Moncong Putih dan Partai Mercy Rebutan Kursi

Apacapa

Mara Marda Institute Gandeng Bank Indonesia Gelar Pelatihan Inkubator Industri Kreatif

Apacapa Kampung Langai Situbondo

Abâli Polè Ka Kampung Langai

Achmad Al-Farizi Apacapa Esai

Lagu Aisyah Istri Rasulullah: Sisi Romantis Keluarga Muhammad

Apacapa

5 Alasan Kenapa Kalian Harus Ngefans sama Harli