Ulas Buku: Wajah Pantura, dan Kisah Seks Komersial

 


Judul  
: Telembuk Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat

Penulis  :
Kedung Dharma Romansha

Penerbit   :
Buku Mojok

Tahun
Terbit  :
November,
2020

Tebal
Buku :
vii
+
438 halaman

Kedung Darma Romansha mengisahkan tentang sebuah desa bernama
Cikedung di Indramayu. Dalam dunia nyata Cikedung benar ada, dugaan sementara
novel ini merupakan kisah asli, si penulis. Novel ini merupakan novel kedua
dari trilogi Talembuk, novel pertama berjudul Kelir Slindet, lalu dilanjutkan
Telembuk Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat, dan pada tahun 2020 terbit buku
kumpulan cerpen berjudul Rab(b)i.Secara keseluruhan Novel ini bercerita tentang
pergaulan dunia para pemabuk, tukang bikin onar, dan tukang kelahi, dunia
prostitusi, dan panggung dangdut.  Uniknya dari novel ini, sebab penulis
tidak berusaha memberi penghakiman pada setiap aktor yang ada di dalam cerita.
Kisah dimulai dari Diva Fiesta, perempuan yang telah menjadi talembuk akibat
masa lalunya yang kelam. Talembuk merupakan sebutan bagi pekerja seks komersial
dari bahasa Indramayu. Kedung sengaja membiarkan pembaca penasaran tentang
penyebab Diva Fiesta menjadi telembuk. Ia dengan lihai berusaha menghindari
dakwaan sepihak dari pembaca tentang siapa tokoh antagonis dan protagonis dalam
novel ini.

Penulis menjelaskan secara rinci asal muasal Diva Fiesta terpaksa
bekerja sebagai telembuk. Penjelasan itu sekaligus membuat pembaca bisa
berpikir sendiri, akan menganggap
Safitri
sebagai apa. Sebelum jadi telembuk Diva Fiesta bernama Safitri, dari sebuah
kampung bernama Cikedung. Kisah ini terus bergulir, teka teki tentang awal mula
Safitri atau Diva Fiesta bahkan pada kisah menuju akhir muncul nama Sapitri
yang hanya berbeda penyebutan dalam bahasa Sunda. Pembaca digiring kedung dalam
dunia prostitusi, tentang pergaulan pemuda tukang kelahi dan bikin onar dengan
masa lalunya sebagai seorang pendakwah.

Kedung menyajikan kisah yang khas di sepanjang Pantura. Selama ini
mungkin tidak banyak kisah yang bercerita tentang Pantura, apalagi Indramayu.
Pada tahun 2017 kisah tentang Pantura mengingatkan pada novel Dawuk karya
Makhfud Ikhwan. Serupa namun berbeda, jika novel Dawuk lebih berfokus pada
problem sosial, Telembuk Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat lebih menekankan
pada realita pekerja seks komersial yang dengan gampang dapat ditemui sepanjang
Pantura, terutama Indramayu.

Penulis buku tidak memberikan penilaian tentang siapa tokoh utama,
dan siapa tokoh sampingan dalam novel ini. Hal itu dibuktikan dengan kemunculan
penulis cerita bernama Aan, yang seolah mereka bercakap tentang kebenaran
cerita antar tokoh. Gaya penulis bercerita dalam novel ini akan menjadi daya
tarik tersendiri bagi pembaca. Penulis dengan lihai menempatkan beberapa sudut
pandang. Terkadang sudut pandang datang dari pencerita, kadang dari narrator
bahkan sudut pandang dari tokoh yang melakukan percakapan dengan dirinya
sendiri.

Jika berfokus lebih dalam pada sosok Diva Fiesta, atau Safitra
pembaca akan menemukan unsur feminisme dalam beberapa adegan. Misalnya pada
kutipan halaman 192: Aku buka perutku di hadapan semua orang dan aku teriak
kalau aku memang hamil. Pasti kalian ingin tahu siapa yang menghamiliku. Kenapa
kalian harus tahu? Sepenting itukah aku bagi kalian? Lalu ketika kalian tahu
siapa yang menghamiliku, kalian akan merasa puas?

Ia menganggap manusia di sekeliling lebih pandai untuk menghakimi
sosok perempuan tanpa berusaha mencari penyebab seseorang melakukan itu. Tokoh
Diva Fiesta melakukan pemuasan terhadap pembaca dengan kritiknya pada
lingkungannya sendiri.

Setelah penelusuran lebih jauh Kedung ternyata tidak hanya piawai
dalam menulis. Kedung Darma Romansha, memakani Novel ciptaannya sebagai pesan
dan inspirasi bagi kaum muda terutama di Indramayu. Kedung berhasil membuktikan
itu dengan eksistensi gerakan literasi yang didirikan bersama kawan-kawan
mudanya di Indramayu, yang bergerak di bidang budaya dan sosial bernama “Jamaah
Telembukiyah. Gerakan sosial yang dibangun Kedung menyasar pada PSK dalam
bentuk penyuluhan dan mengajar ngaji anak anak PSK.

 

Biodata

Muhammad Afnani Alifian, Penggerak Taman Baca Gerilya
Literasi yang terpaksa tutup akibat pandemic. Nomor Telp/WA: 082338868178. Facebook:
Dani Alifian. Instagram: @dani_alifian. Twitter: @dani_alifian. Alamat saat
ini:Jl Mertojoyo Selatan, Blok C No.18 A, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Ulas Buku: Wajah Pantura, dan Kisah Seks Komersial”

  1. salam kreatif selalu berkarya succesfull

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Buku Fara Firzafalupi Ma’rufah Resensi Ulas

Resensi: Ikhlaskan Lepaskan Perjuangkan

Imam Ar-Ruqi Puisi

Puisi : Jendela dan Selaksa Bayang Karya Imam Ar-Ruqi

Apacapa Feminis

Perempuan Cerdas Melawan Dating Abuse

Apacapa Esai Yogi Dwi Pradana

Resepsi Sastra: Membandingkan Mundinglaya Di Kusumah dari Ajip Rosidi dan Abah Yoyok

Alex Apacapa

Sebuah Kado di Hari Pernikahanmu

Andi Fajar Wangsa Puisi

Puisi : Sore yang tak ingin Kuakhiri dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa

Apacapa Dwi Mustika

Mengangkat Adat Istiadat Nenek Moyang: Keunikan Jogo Tonggo di Temanggung

Apacapa fulitik masrio

Mimpi Mas Rio untuk Situbondo

Puisi Zikri Amanda Hidayat

Puisi: Pulang Kerja

Halim Bahriz Puisi

Puisi: Rutinitas Berkenalan dengan Diri Sendiri

Apacapa Faizis Sururi

Mored: Orang-Orang Desa yang Meldeka

Buku Kim Al Ghozali AM Ulas

Resensi Buku : Ruang Kelas Berjalan Karya M. Faizi

Mahfud RD Puisi

Maret yang Bimbang dan Puisi Lainnya Karya Mahfud RD

Mahadir Mohammed Puisi

Puisi: Dimensi Mimpi

Apacapa

Ramadan: Korban Keisengan Saat Tidur di Langgar

gemalaguna Prosa Mini Puisi

Gemalaguna dalam Kata-Kata

Apacapa mohammad rozi

Tore Maca: Mengisi Situbondo dengan Literasi yang Menyenangkan

Apacapa MA Marzuqin

Apacapa: Ngobrolin Gus Dur: “Gus Dur, Sastra dan Wanita”

Apacapa Imam Sofyan

Kenapa Gerakan Situbondo Membaca Lahir?

Mored Safina Aprilia

Puisi Mored: Memori Karya Safina Aprilia