Panasnya Kota Situbondo dan Kerinduan Pangeran Kesepian

Situbondo
semakin panas, mungkinkah karena geliat para pejuang nikah terlalu sering
melempar api asmara di langit kota Santri?
Suhu
Kota Santri mulai terasa sejak mentari terus memancarkan panasnya yang tiada
lelah setiap hari, curah hujan sangat jarang di sini. Tak heran para pejuang
nikah semakin tangguh mempertahankan bara api yang masih belum dileburkan oleh
dinginnya cinta.
Saya
yakin 2019 selain pemerintah yang melakukan kunjungan wisata ke Pasir Putih,
kunjungan para pejuang nikah kepada rumah mertua idaman pasti juga gencar
dilakukan. Bersiaplah wahai tuna asmara, yang masih sendiri boleh keliling
Kilometer 1000, Alun-alun, Mimbaan, Asembagus, Waduk Bajulmati sampai ke
Baluran. Barangkali bidadari dari kahyangan berkumpul di sana menyambut
pangeran-pangeran kesepian.
Wisata
tak perlu jauh-jauh ke luar Negeri, ada banyak hal yang tersembunyi di daerah
Banyuputih, seperti air terjun maupun wahana arum jeram. Barang kali bisa
melepaskan penat atau yang tidak kuat bertahan dengan bola-bola api asmara yang
terus meletup. Tenggelamlah di sana, pastikan menggunakan pelampung agar
selamat di dunia maupun akhirat.
Pernah
suatu ketika si Penulis tentang mantan menceritakan tentang suramnya curah tangis
di daerah timur Situbondo. Mungkinkah beliau mendengarkan auman wanita-wanita
yang mati bunuh diri di curah tangis? Kuharap itu hanya mitos, karena sudah
terlalu banyak pangeran-pangeran kesepian tidak kunjung bertemu dengan pujaan
hati.
Oh,
jangan lupa mendaki gunung Putri Tidur, nikmati jengkal demi jengkal tanah yang
beraroma sepi dan sunyi. Lihatlah awan-awan tipis yang menutupi indahnya kota.
Barang kali dari atas gunung bisa melihat bidadari jatuh
dari awan.
Wahai
para pangeran kesepian, Situbondo akan tetap panas bila engkau terus
menerbangkan bara-bara asmara yang haus akan sejuknya cinta.
Penulis
: Baiq Cynthia
Situbondo,
7 April 2018

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ahmad Zaidi Apacapa

Tentang Kita yang Terlalu Banyak Bicara Omong Kosong

Puisi Saifir Rohman

Puisi : Tikungan Berdebu Karya Ayif Saifir R.

Apacapa

Saya Sudah Berhenti Membaca Berita, dan Mungkin Kalian Juga Harus Melakukannya

Buku Resensi Ulas

Resensi: Midnight Diaries

Curhat Moh. Imron

Ramadan: Tangisan pada Suatu Malam

Opini

Lebih Baik Nge-Gold daripada Nge-Slot

Buku Dewi Fortuna Bantilan Resensi Ulas

Resensi: Madilog

Puisi Syukron MS

Puisi: Malam Minggu

Resensi

Resensi: Buku Holy Mother

Resensi Thomas Utomo

Resensi: Perempuan Berdaya dan Benteng Ketahanan Keluarga

Ahmad Zaidi Apacapa

Sebuah Usaha Menulis Surat Lamaran

Apacapa Esai Rahman Kamal

Laut Memanggil, Dik. Sudahkah Kau Menjawabnya?

Agus Yulianto Puisi

Puisi – Wajah Petani

Buku Ulas

TUHAN Tidak Makan Ikan dan Cerita Lainnya: Tertawa Sembari

Ahmad Zaidi Apacapa

Kepala Dusun Langai yang Peduli

Resensi Retno Restutiningsih

Resensi: Bandara, Stasiun, dan Tahun-Tahun Setelahnya

Puisi Sinta Nuria

Puisi: Mailaikat Berbisik

Cerpen Eko Setyawan

Cerpen: Carlina dan Dangdut yang Mencelakainya

Dani Alifian Puisi

Puisi: Inkarnasi dan Puisi Lainnya

Mored Safina Aprilia

Puisi Mored: Memori Karya Safina Aprilia