Kategori: M Firdaus Rahmatullah

  • Puisi-puisi M Firdaus Rahmatullah: Dermaga Panarukan

      Di Dermaga Panarukan   setiap kucatat dukamu di langit-langit puisi ada yang tak tersisa dari kisah esok hari sebuah titik yang hendak menjadi koma pernah singgah di bibir dermaga mengumpulkan remah ketulusan samar-samar di bawah lampu temaram   tapi diam-diam kita tersesat di balik perahu-perahu nelayan yang ditambatkan setengah hati setengah kesadaran ikan-ikan menggelepar…

  • Puisi-Puisi M Firdaus Rahmatullah

      Pelabuhan Jangkar   kualihkan pandangan ke batas laut bagai ujung dunia di depan mata meski harus kuhentikan memainkan jala supaya nyawaku tak berjumpa maut   di Jangkar.   seorang nelayan baru muncul dari ufuk cakrawala membawa lelah-letih yang tertunda dan kemenangan tersirat di bibirnya bagai usai menggapai benang raja   di seberang Jangkar.  …

  • Ulas Buku: Cerita-cerita Kemanusiaan Orang-orang Oetimu

    Oleh: M Firdaus Rahmatullah Orang-orang Oetimu adalah cerita-cerita tentang orang-orang biasa. Tidak ada sosok yang sempurna dan tanpa cela. Tentang orang-orang yang tidak dikenal di radio, layar televisi, video streaming, hingga media sosial terkini. Dan tentang rasa kemanusiaan orang-orang marjinal dan bahkan dipinggirkan. Barangkali demikian pesan yang ingin disampaikan oleh Felix. Cerita dalam buku ini…

  • Resensi: Dari Patah Hati Hingga Tragikomedi

      Identitas Buku Judul buku  : Menghitung Percakapan Penulis : Alifa Faradis, dkk. Penerbit : Bashish Publishing, Situbondo Cetakan : Pertama, Agustus 2020 Tebal : xvi + 228 halaman ISBN : 978-623-93939-3-9 Peresensi : M. FirdausRahmatullah   Bukankah kita sering mendengar tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan? Cinta sepihak lantaran sang kekasih sudah berpunya atau…

  • Puisi: kusisiri kota ini dengan puisi

      kusisiri kota ini dengan puisi   kusisiri kota ini dengan puisi sampai ke laut hanya berbatas samudra hindi mencari sisa-sisa masa lalu yang mesti dibanggakan atau kenangan yang kelak diceritakan   tapi ada yang hilang terbawa angin atau sengaja dihilangkan bagai suara-suara aktivis yang mesti dibungkam-hilangkan dan menyisakan getir kenyataan menghubungkanku dengan sungai-sungai di…

  • Hutan Baluran dan Puisi Lainnya

    Oleh: M. Firdaus Hidayatullah hutan baluran ada lagu dalam hutanku suaranya melipir ke tiap retak tanahmu lalu seseorang mengiris lirih batangnya mencungkil akar yang tertanam berabad-abad memunguti daun-daun hujaunya, atau yang rontok dan berkelebatan sepanjang musim tapi nyanyi gagu terekam di antara derai tangis anak-anak pohon. dan tunas-tunas baru di rimbun belukar humus sementara engkau…

  • Gunung Ringgit dan Puisi Lainnya

    Oleh: M Firdaus Rahmatullah* Gunung Ringgit tiada yang tersisa di gunung ringgit, udara habuk dan dedaunan gugur serupa kapuk yang selalu membuat mataku berang seolah menempuhi hidup tak tenang demi membersihkan diri dari waktu bersuci dari perilaku tak tentu menghitung yang kandas sebelum kata-kata lunas sambil melepas harapan yang aku pegang menerbangkannya menuju cakrawala mendatang aku…

  • Cerpen: Sebelum Kau Terjun Malam Itu

    Oleh: M Firdaus Rahmatullah Seharusnya malam itu aku pulang terlebih dahulu sebelum Marni berhasil meloloskan diri dari kamar tidur yang kau kunci dari luar. Jika bukan lantaran menuruti kegembiraanku yang bergas, tentu kau tak perlu terjun dari lantai tiga kontrakan. Marni memang tak bersalah. Tentu saja. Usianya yang menginjak lima tahun masih belum mampu mencerna…

  • Cerpen: Ingatan tentang Sepasang Mata

    Oleh: M Firdaus Rahmatullah Beberapa hari ini kepalaku pusing dan tak sempat menulis puisi. Aku pun tak sempat makan dan minum dan merokok dan juga mandi. Hal yang kusebut terakhir itu kulakukan enam hari yang lalu. Hampir seminggu sebenarnya. Jika Yani tidak meneleponku dan mengingatkanku bahwa hari ini adalah hari pernikahannya dan beberapa jam lagi…

  • Cerpen: Enam Cerita tentang Kenangan

    Oleh:  M Firdaus Rahmatullah Kenangan dan Perkelahian Jika kau bertanya, adakah yang lebih purba dari kenangan? Maka akan kujawab dengan ceritaku ini. Semenjak perkelahian itu, aku dan ia tiada pernah saling menyapa. Hatiku serupa batu yang paling purba dan tak dapat dikerat dengan alat apa pun. Apalagi dihancurkan. Aku membencinya setengah mati. Bagaikan tiada lagi…