Kampung Langai, Dik: Apa Kamu Gak Mau Nonton?

Oleh: Redaksi
Langai 1
| 7-8 November 2014
Kita
berdua duduk di paling utara, dik. Beralaskan sandal masing-masing. Kita
menyimak penampilan di sana. Dengan latar gedung Rumah Baca Damar Aksara,
bertuliskan Kampung Langai, berwarna hitam. Kita juga menikmati jajanan buatan
warga. Sembari disuapin olehmu, dik.
Langai 2
| 6-7 November 2015
Di
langai dua ini kita masih bisa nonton bersama, meskipun di hari terakhir sebab
aku tahu kau sibuk kuliah. Malam itu cukup dingin. Meskipun kita sama-sama
memakai jaket. Kau pernah bertanya mengapa latar panggung terbuat dari jerami?
Tapi rupanya kita memilih berfoto-foto daripada mencari tahu maknanya.
Langai 3
| 5-6 Agustus 2016
Aku
cukup senang. Seperti keinginanmu ingin tampil di sana. Ya, kamu menjadi salah
satu penari. Kau memintaku untuk merekamnya. Lalu kita menikmati jajanan yang
tersedia, hingga pulang sampai larut.
Langai 4
| 1-2 September 2017
kita
hanya bisa menyimak di hari pertama. Kita duduk beralaskan koran.
“Wah
Langai lebih meriah ya,” katamu. Aku mengangguk. “Malam yang menyenangkan,”
lanjutmu.
“Mungkin
karena kita nontonnya bersama.”
Kamu
memilih menyandarkan kepalamu di bahuku.
Langai 5
| 10-11 Agustus 2018
Di
acara ini kita lebih memilih duduk di warung kuliner di saat hari pertama.
Sementara
di hari kedua kita memilih duduk di paling depan sembari merekam melalui
gawaimu. Mengapa kau suka sekali menonton acara ini? Sementara aku lebih senang
mengamati senyum, sorakan dan ketakjuban pada penampil ketika menonton acara
Langai.
Langai 6
| 30-31 Agustus 2019
Apakah
aku harus tetap menonton, dik? Sementara kamu sudah memilih duduk di pelaminan
bersama lelaki lain. []

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agus Widiey Puisi Madura

Puisi Madura: Dika Kodu Tao Karya Agus Widiey

Apacapa

Saat Kreativitas Anak Berubah Jadi Ancaman

Resensi Ulas

Tanah Surga Merah: Menikmati Kritikan yang Bertebaran

Agus Hiplunudin Buku Ulas

Politik Era Digital karya Agus Hiplunudin

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Maha Tipu Maha Guru Durna

Cerpen

Cerpen: Nona Muda

Aang MZ Puisi

PUISI: Antara Lidah-Api Karya Aang M,Z.

Buku Muhamad Bintang Resensi Ulas

Resensi: Hikayat Kadiroen

Covid Irene Dewy Lorenza Puisi

Puisi: Pandemi

Puisi Tribute Sapardi

Puisi: Untukmu, Eyang!

Agus Hiplunudin Apacapa Feminis Opini

Masih Lemahnya Peran Politik Perempuan di Pileg 2019

Buku Dani Alifian Resensi Ulas

Ulas Buku: Bahasa Sub Struktur Kekuasaan

Mored Moret Sirli Qurrota Aini

Cerpen Mored: Selembar Kerudung dan Senandung Cadar dalam Mata Lelaki Cina

Uncategorized

Cerpen: Gerimis dalam Ingatan

Apacapa Kyaè Nabuy Madura Totor Wisata Situbondo

Apalessèran ka Pèngghir Sèrèng Blekko’

M Ivan Aulia Rokhman Puisi

Puisi – Masih Melawan Ketakutan di Rumah Tua

Puisi Zikri Amanda Hidayat

Puisi: Pulang Kerja

apokpak Esai N. Fata

Apa Kabar Situbondo?

Apacapa Moh. Imron

Madubaik: Manis Kadang Bikin Menangis

Situbondo

Orasi Kebudayaan: Manusia Situbondo