Menghikmati Sejarah

Sejarah adalah kesadaran kolektif tentang
sebuah ingatan kepada ‘rumah’ yang telah dibangun secara susah payah oleh
generasi yang jauh sebelumnya. Sebagai sebuah rumah, sejarah tak sekedar
alamat, namun di dalamnya tersimpan sebuah identitas. Sejarah memang merupakan
kepingan-kepingan peristiwa yang mempengaruhi mentalitas namun sejarah tak
berhenti menjadi sebuah peristiwa belaka tapi menjadi sebuah konstruksi.
Jalinan konstruksi yang dibangun terus-menerus yang pada akhirnya akan
meneguhkan sebuah identitas tertentu, dengan kata lain sejarah adalah
konstruksi yang membentuk identitas.
Oleh : Tjahjono Widarmanto
Sebagai sebuah konstruksi, sejarah selalu
berkelindan dengan zaman. Sejarah tak hanya sebuah peristiwa dan peristiwa lain
yang dipautkan, namun menautkan peristiwa dengan anasir budaya yang lain
seperti tradisi, kepercayaan, mitos, cita-cita, narasi dan sikap hidup.
Menekuri sejarah pada hakikatnya menziarahi kampung halaman sendiri, mudik pada
identitasnya, atau meminjam istilah Kleiden (2004), homecoming dalam jiwa. Orang yang buta sejarah adalah orang yang
tersesat kehilangan alamat rumah dan kampung halamannya sendiri.
Sejarah bisa menjadi sebuah modal sekaligus
beban. Sebagai sebuah modal, sejarah sangat berperan untuk terus-menerus
melakukan konstruksi dalam rangka menyempurnakan kebudayaan, peradaban dan
kualitas hidup sebuah bangsa. Sebagai sebuah beban, sejarah bisa menjadi sebuah
trauma berkepanjangan. Trauma ini akan menimbulkan ketakutan-ketakutan
melangkah maju atau ketakutan melakukan konstruksi-konstruksi baru. Bangsa yang
terjebak pada sejarah yang menjadi beban akan menjadi bangsa yang selalu takut
melakukan perubahan-perubahan.
Sejarah selalu bergegas dengan segala
tikungannya yang tiba-tiba, sayang sekali kadang-kadang kita tidak dewasa
menghadapi perubahan sejarah. Tidak bijak memandang sejarah. Sejarah acap kali
dipandang sebagai dendam tak berkesudahan. Zaman kolonial kita pandang sebagai
mimpi buruk dan kita kutuk habis-habisan. Hal-hal yang positif dari penguasa
kolonial, seperti mekanisme dan sistem pendidikan yang sudah membuktikan
kualitas terpelajar para founding fathers
dikubur dalam-dalam bersama hal-hal buruk dalam era kolonial. Saat orde baru
berkuasa, sejarah Soekarno dan orde lamanya diingkari dan nama dan jasanya
digerus dari buku-buku sejarah. Jasanya yang genius dalam merumuskan sendi
dasar negara Pancasila dikaburkan. Kesalahan politiknya diekspos secara
bombastis dan pemikiran-pemikrannya yang cemerlang dilupakan.
Saat reformasi begitu gemuruh melengserkan
Soeharto dan orbanya, segera pula segala semiotika politik yang berkaitan
dengan Soeharto, seperti penataran P4, butir-butir Pancasila dihilangkan bahkan
dianggap biang keladi dan alat pengukuhan kuasa. Demikian juga saat Gus Dur
dianggap melakukan pelanggaran konstitusi terhadap parlemen sehingga
dilengserkan, segera pula pemikiran-pemikirannya yang cerdas tentang
pluralitas, kebhinekaan, dan keberagaman, sengaja diacuhkan begitu saja.
Sejarah adalah sebuah konstruksi. Untuk itu
memandang sejarah harus sebagai sebuah perjalanan yang utuh. Sejarah adalah
kesadaran kolektif tentang sebuah ingatan kepada ‘rumah’. Rumah adalah wadah
dari sebuah dinamika, kalau salah satu dinding rumah itu kotor, tentunya kita
tidak harus serta merta merobobohkan rumah itu atau minggat ke rumah orang lain****    
____
Tentang
Penulis
Drs. Tjahjono Widarmanto, M.Pd adalah esais, mahasiswa
S3 Unesa, dosen dan guru yang tinggal di Ngawi. Surel cahyont@yahoo.co.id
Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Meraih gelar
sarjananya di IKIP Surabaya (sekarang UNESA) Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, sedangkan studi Pascasarjananya di bidang Linguistik dan
Kesusastraan diselesaikan pada tahun 2006, saat ini melanjutkan studi di
program doktoral Unesa.
Buku puisi terbarunya PERCAKAPAN TAN dan RIWAYAT KULDI PARA PEMUJA SAJAK (2016) menerima
anugerah buku hari puisi Indonesia tahun 2016. Bukunya yang terbit terdahulu : PENGANTAR
JURNALISTIK;Panduan Penulis dan Jurnalis (2016), MARXISME DAN SUMBANGANNYA TERHADAP TEORI SASTRA: Menuju Pengantar
Sosiologi Sastra (2014) dan SEJARAH YANG MERAMBAT DI TEMBOK-TEMBOK SEKOLAH
(2014)
, MATA AIR DI KARANG RINDU
(buku puisi, 2013) dan MASA DEPAN SASTRA: Mozaik  Telaah dan Pengajaran Sastra (2013),
DI
PUSAT PUSARAN ANGIN (buku puisi, 1997), KUBUR PENYAIR (buku puisi:2002),  KITAB
KELAHIRAN (buku puisI, 2003),
NASIONALISME SASTRA (bunga rampai esai, 2011),dan  DRAMA: Pengantar & Penyutradaraannya
(2012), UMAYI (buku puisi, 2012).

Selain menulis
juga bekerja sebagai
Pembantu Ketua I dan Dosen di STKIP PGRI Ngawi, serta
menjadi guru di beberapa SMA
  Sekarang beralamat di Perumahan
Chrisan Hikari B.6 Jl. Teuku Umar Ngawi.
Telp. (0351)746225 atau 085643653271. E-Mail:  cahyont@yahoo.co.id,  
No.rekening
BCA Cabang Ngawi 7790121109.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

apokpak Cerpen N. Fata

Cerpen : Nanti Kutukar Cincin Pemberian Ibumu itu

Banang Merah Cerpen

Prosa Mini : Monolog Seorang Kekasih Karya Banang Merah

Apacapa

Menjadi Kepala Sekolah yang Inovatif

Cerpen Kiki Sulistiyo

Cerpen: Batu Bolemeta

Madura Syi’ir Totor

Si’ir Sang Nabbhi

Buku Rudi Agus Hartanto Ulas

Resensi: Tugasmu Hanya Mengizinkan

Apacapa Sejarah Situbondo

Diskusi Penyelamatan Cagar Budaya: Sebuah Ikhtiar Membuka Mata Pemerintah Situbondo

Kriselda Dwi Ghisela Resensi

Resensi: Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam

Cerpen Qurrotu Inay

Cerpen: Mereka Berbicara tentang Kamu

Apacapa Indra Nasution

Gepsos dan Kisahnya

Nurul Fatta Sentilan Fatta

Wajah Tanpa Daging dan Para Pengemis Berjubah

Apacapa Dwi Mustika

Mengangkat Adat Istiadat Nenek Moyang: Keunikan Jogo Tonggo di Temanggung

Agus Yulianto Cerpen

Cerpen : Cinta Semusim Karya Agus Yulians

Apacapa Syaif Zhibond

Terima Kasih, Pak Dadang! Jasamu Abadi

Nida Nur Fadillah Puisi

Puisi: Angin Misterius

Uncategorized

Resume Buku Amba Kisah Dibalik Perang Besar Baratayudha

Muhaimin Prosa Mini

Tahun Baru? Why Not?

Apacapa Esai kim

Operasi Carthago: Mengenal Sejarah Pertempuran di Asembagus

Ana Rahmawati Buku Ulas

Resensi: Hampa Karya Damalin Basa

Cerbung Moh. Imron

Cerbung: Farhan dan Perjalanan ke Barat (Part 2)