Bocah Hujan
/I/
seperempat
napasnya terdiri dari rintik-rintik hujan. setelah besar di rahim ibunya, janin
itu bersuka ria. mengendap dari dua belah sudut lahir, hutan hitam lebat, empat
pertanyaan ia jawab belagu. ia ingin hidup sendiri, mendunia tanpa perlu
ditemani, tambuni-tambuni yang jadi antah berantah. kini nasibnya, sepinggang
ibu. mengeram kuat, besok-besok, ia mewarisi watak keras kepala dari batu.
napasnya terdiri dari rintik-rintik hujan. setelah besar di rahim ibunya, janin
itu bersuka ria. mengendap dari dua belah sudut lahir, hutan hitam lebat, empat
pertanyaan ia jawab belagu. ia ingin hidup sendiri, mendunia tanpa perlu
ditemani, tambuni-tambuni yang jadi antah berantah. kini nasibnya, sepinggang
ibu. mengeram kuat, besok-besok, ia mewarisi watak keras kepala dari batu.
/II/
ia
tumbuh dari tetek ringkih. menjadi bujang siap kelana. nasibnya terhempas ke
peraduan parit-parit handil tempat para perawan memandikan susu. namun mata
terus berpacu pada antena pepatah tua. Lelaki tak pantas hidup dalam keabadian
perca luka. membusuk di tengah ramai dan memeluk lutut. hari ini, lelaki masih
mencari, diri yang telah dicuri.
tumbuh dari tetek ringkih. menjadi bujang siap kelana. nasibnya terhempas ke
peraduan parit-parit handil tempat para perawan memandikan susu. namun mata
terus berpacu pada antena pepatah tua. Lelaki tak pantas hidup dalam keabadian
perca luka. membusuk di tengah ramai dan memeluk lutut. hari ini, lelaki masih
mencari, diri yang telah dicuri.
/III/
siapapun
yang mengenalnya ingin membandingkan dengan anak dalam legenda. si malin atau
si bincik. atau wiro sableng. atau hanya penembak dalam diam. jari jemari yang
hidup sendiri. lalu mengenduskan hidup pada dinding tanpa tanda tangan. suatu
hari, ia merasa bahwa burung telah beranak. dan manusia akan mewarisi tempurung
telor. nasibnya sama buruk dengan comberan. Ia ingin berpulang saja ke dalam
kepurbaan.
yang mengenalnya ingin membandingkan dengan anak dalam legenda. si malin atau
si bincik. atau wiro sableng. atau hanya penembak dalam diam. jari jemari yang
hidup sendiri. lalu mengenduskan hidup pada dinding tanpa tanda tangan. suatu
hari, ia merasa bahwa burung telah beranak. dan manusia akan mewarisi tempurung
telor. nasibnya sama buruk dengan comberan. Ia ingin berpulang saja ke dalam
kepurbaan.
/IV/
tambuni-tambuni,
anak itu menyesal hidup sendiri. Lalu memeluk hujan. untuk lebih lama kesepian.
anak itu menyesal hidup sendiri. Lalu memeluk hujan. untuk lebih lama kesepian.
Maret,
2019
2019
Peci
rambut
telah masai
telah masai
riwayat
akan kehilangan ayat
akan kehilangan ayat
karena
penampungan sabda kebanjiran kata-kata
penampungan sabda kebanjiran kata-kata
kemarin
hari dua pasangan masuk ke tengkorak kepalanya
hari dua pasangan masuk ke tengkorak kepalanya
berpesta
ria
ria
sayang,
pak tua tersebab lupa
pak tua tersebab lupa
kepalanya
kebocoran
kebocoran
ia
tak ingat di mana meninggalkan pecinya
tak ingat di mana meninggalkan pecinya
Maret,
2019
2019
Guntur itu tak Pernah Ada
de,
guntur itu hanya ada di dongeng bu guru
guntur itu hanya ada di dongeng bu guru
ia
tak pernah ada
tak pernah ada
bunyi
itu sebenarnya berasal dari hatimu
itu sebenarnya berasal dari hatimu
mengendap
bertahun lama
bertahun lama
ia
teriak bila hujan turun lebat
teriak bila hujan turun lebat
saat
hatimu lelah menanggung basah
hatimu lelah menanggung basah
suaranya
memekik pecah
memekik pecah
menusuk-nusuk
kesakitan
kesakitan
sampai
terdengar keras dari langit
terdengar keras dari langit
de,
benamkan hujanmu
benamkan hujanmu
guntur
itu memang tak pernah ada
itu memang tak pernah ada
namun
luka akan terus bersuara
luka akan terus bersuara
membuat
orang ketakutan mendengarnya
orang ketakutan mendengarnya
kala
hujan berisik
hujan berisik
Maret,
2019
2019
BIODATA PENULIS
Muhammad
Rifki, dilahirkan di Anjir Pasar Lama, 13 Agustus 1998. Seorang penulis naskah
lakon, cerpen dan puisi. Selain sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, juga
mahasantri di Ma’had Qalbun Salim Lil Aimmah Wal Khutaba. Kini, menetap
di Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Rifki, dilahirkan di Anjir Pasar Lama, 13 Agustus 1998. Seorang penulis naskah
lakon, cerpen dan puisi. Selain sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, juga
mahasantri di Ma’had Qalbun Salim Lil Aimmah Wal Khutaba. Kini, menetap
di Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Tinggalkan Balasan