Tragedi Perokok dan Puisi Lainnya

Puntung

Telah berserakan puntung-puntung rokok
di setiap sisi rumah yang dulu sepi tak ada isi,
tapi sekarang ribut bertabur puisi.
“Ada yang tahu siapa yang merokok semalaman
dan dibiarkan abu lelatu beterbangan?”

Semua serentak menggelengkan
kepala dan takut untuk berkata iya.
Seperti ada hidup yang dikhawatirkan
atau mungkin dibimbangkan tersebab
luka dada yang tak semua bisa terwakilkan kata.

Di sekitar lingkungan asbak
adalah wadah puntung juga.
Dan di sekitar lingkungan puisi
adalah wadah juga untuk menampung
segala bentuk nyeri yang tak terdefinisi.

Baru aku berani menjawab pertanyaan waktu,
“Aku yang merokok semalaman,
membuang puntung demi puntung hidup yang sudah kulewatkan
dengan api-api puisi yang kuselawatkan.
Memang ada yang terlewatkan, tapi tetap kumuntahkan.”

“Bukan di asbak,
tapi masih di lingkungan asbak dan sekitarnya,”
lanjutku sambil membiarkan puntung
dan abu berserakan di dalam rumah
yang tak kusapu karena entah.

Al-Ikhsan, 2020

Asbak

Setiap menghisap masa lalu,
namamu menyala seperti lelatu,
mengikis habis seluruh waktu
—menjadi abu; menjadi bisu.

Sepertinya harapan lahir dari
sebungkus rokok gudang garam
yang kapan waktu akan tenggelam
bersama puntung-puntung kenangan.

Al Ikhsan, 2022

Tragedi Perokok

Kuambil sebungus rokok itu dari saku.
Ternyata hanya tersisa satu batang
dan sebentar lagi hidupku akan malang.

Kunyalakan, kukebul-kebul, dan mulutku
seperti ada yang tidak beres.
Rokokku terasa hambar
dan kepalaku tiba-tiba nanar.


Tubuhku ambruk ke dalam
bungkus rokok yang sudah lengang
dan tertidur panjang di kegelapan.
Bangun-bangun aku kebingungan,
melihat bapak-ibuku gotong royong
membawa satu persatu rokok
ke dalam ruangan di mana aku pingsan.

“Bu, Bapak kan sedang sakit?”
“Bapak akan lebih sakit
bila melihatmu pucat
gara-gara melarat.”

Al Ikhsan, 2021

Memeram Buah di Kepala

Tak hanya diperam di dalam keranjang,
aku masukan juga karbit-karbit doa ke dalamnya,
supaya lekas matang kesepianku
dan cepat kaumakan tanpa rasa ragu.

“Makanlah! Jangan kausisakan kesepian ini.
Jangan kausia-siakan usahaku selama ini.”

Kemudian lalat-lalat buah itu datang
dan mengoyak tubuh busukku
dan menambah luka-lukaku.

“Ternyata tak ada yang sudi
memakan kesepian yang telah kuperam,”
desahku sambil melihat lalat-lalat
bertaburan di kepala.


Kesepian membusuk.
Aku pun ambruk.

Al Ikhsan, 2021

Selenophile

“Padamkan matanya,
sepadam hati yang tengah terluka!”
Namun, mata tetap menyala,
bersitatap dengan suara-suara.
Kesunyian berdenting,
darinya segalanya menjadi nyaring.
Malam ini ia ingin didengar,
walau hanya oleh bulan.

Al Ikhsan, 2022

Penulis

  • Jamaludin GmSas

    JAMALUDIN GmSas— adalah nama pena dari Jamaludin. Lahir di Pemalang, 20 Juli. Ia adalah mahasiswa pascasarjana UIN SAIZU Purwokerto sekaligus santri di Pondok Pesantren Al Ikhsan Beji, Banyumas. Laki-laki pecinta kopi ini puisi-puisinya pernah disiarkan di laman: Koran Tempo, Suara Merdeka, NusaBali, Pos Bali, Medan Pos, Tanjungpinang Pos, Fajar Makasar, Radar Banyumas, Radar Cirebon, Radar Pekalongan, Harian Sinar Indonesia Baru, Suara Sarawak Malaysia, Utusan Borneo Malaysia, sabah360online Malaysia, LP Maarif NU Jateng, langgampustaka.com, suarabanyumas, riausastra.com, Metafor.id, lensasastra.id, Marewai, Kami Anak Pantai, dan lain-lain. Tersebar juga di beberapa antologi bersama. Ia juga pernah menjadi juara 2 pada Lomba Cipta Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Catatan Pena (2021). Facebook: Jamaludin GmSas. Instagram: @jamaludin-gmsas. Email: jamaludingmsas2@gmail.com. WhatsApp: 085601885058.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Diego Alpadani Puisi

Puisi: Rabu Malam

Cerpen

Cerpen: Bo

Puisi Saifir Rohman

Puisi Sya’ban

Cerpen

Damar Aksara; Puing-Puing Asmara

Cerpen

Cerpen : Percakapan Malam Hari

Cerpen Nurmumtaz Sekar Ramadhan

Cerpen: Pohon yang Rapuh

Agus Hiplunudin Apacapa Esai

Suku Jawa Menjadi Kunci Kemenangan Politik pada Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019

Apacapa

Gawai Bukan Musuh, Asal Kita yang Kendalikan

Cerpen Ken Hanggara

Cerpen – Dunia Silver

Apacapa Mored Vania Callista Artanti

Curhat: Pak Menteri, Kami Jenuh!

Apacapa fulitik Muhammad Bayan

Mas Rio Bukan Caleg: Paket Komplit untuk Situbondo Masa Depan

Apacapa Esai rizki pristiwanto

Raffasya dan Keramaian yang Sunyi

Cerpen Seto Permada

Cerpen : Mimpi Rufus Karya Seto Permada

Abay Viecanzello Puisi

Puisi: Muasal Luka 3 dan Puisi Lainnya

Nurillah Achmad Puisi

Puisi: Mata Air Kehidupan

Cerpen Levana Azalika

Langit Biru Cinta Searah

Apacapa fulitik Yuda Yuliyanto

Momentum Strategis Pemekaran Baluran: Langkah Visioner Mas Rio untuk Situbondo Naik Kelas

Apacapa Moh. Imron

Kisah di Balik Lagu Sello’ Soca Mera

Cerpen Muhtadi ZL

Cerpen: Senja yang Menyakitkan

Apacapa Musik Supriyadi Ulas

Senandung Kasih dari Ibu