Puisi-Puisi M Firdaus Rahmatullah

 

Pelabuhan Jangkar

 

kualihkan
pandangan ke batas laut

bagai
ujung dunia di depan mata

meski
harus kuhentikan memainkan jala

supaya
nyawaku tak berjumpa maut

 

di
Jangkar.

 

seorang
nelayan baru muncul dari ufuk cakrawala

membawa
lelah-letih yang tertunda

dan
kemenangan tersirat di bibirnya

bagai
usai menggapai benang raja

 

di
seberang
Jangkar.

 

bahkan
bila harus dilupakan zaman

kuharap
tak kehilangan pegangan.

 

 

 

 

Di Kampung
Kerapu

 

sebuah
mata melompat

dari
kelopak yang rapat

rona-rona
berkilatan

seumpama
kata yang tak selesai diterjemahkan

 

kita
adalah mimpi-mimpi

yang
disamarkan kenyataan

 

doa-doa
disapu angin

diterbangkan
menuju
Makam
Sang
Maulana

nelayan-nelayan
menjaring maknanya

lalu
memasukkan ke dalam peti pendingin

 

tiada
yang sempat tergenggam

sebab
badai buru-buru datang

 

di
ujung cakrawala

ombak
pun terhenti

menjemput
senja

yang
datang sekali sehari

 

sebelum
kita lepas angkara di dada

mengaramkannya
ke dasar samudera.

 

 

 

Merunduk di Kalbut

 

selongsong
tanah pembentuk bumi

sebelum
tiba pagi

tak
pernah berkhianat

tentang
ruh yang diam-khidmat

 

beberapa
peristiwa yang kita kenang

di
halaman belakang

adalah
tambahan napas agar tetap di permukaan

bila
tak ingin tenggelam pelan-pelan

 

seumpama
tanjung pecinan berderu

tiada
letih muat-bongkar penuh-seluruh

lalu
berlayar sehari

ke
Pulau
Sepudi

 

dan
arah angin pun tak mampu kita baca

di
antara riuh hujat dan doa.

 

 

 

 

Jalan Baluran

 

kita
ragu menjawab pertanyaan-pertanyaan

lantas
berpandangan

menerka-nerka
jalan

yang
tak terpampang tanda jalan

 

dari
arah berlainan

kita
berjumpa wajah-wajah penuh kecemasan

semakin
dekat

memangkas
jarak,

 

menyintas
persimpangan,

menerabas
belukar dan hutan.

 

“bukan
waktu yang kekal, tapi

menghitungnya
selalu terasa janggal.”

 

setelah
perjalanan panjang kita tempuh tanpa peta

kutemukan
sebuah nama tanpa tanda bahasa.

 

 

 

Mangaran

 

jalan
aspal retak menuju rumahmu

tak
urungkan keinginanku bertemu denganmu

sepanjang
jalan kubaca doa tentang kotaku

sebelum
dihapus sejarah dan rahasia waktu

tetapi
matahari tak pernah tenggelam di sini

seolah
abadi dan tiada akan mati

pelan-pelan
kutembusi pohon-pohon bakau

daun-daunnya
menutup sepanjang lepau

kedatanganku
terlambat

–mungkin
perbaikan jalan yang membuatku terhambat

sebuah
perjanjian tak pernah kita buat

dan
salah satu dari kita tiada yang mencatat.

 

 

 

 

Langit

 

langit
tetap biru

meski
kau mengecatnya jadi kelabu

 

di Pasir Putih, beberapa turis berjemur

tanpa kerudung

 

bising laut mengempas pantai, pelan

seperti ada yang datang

 

perahu-perahu membentang

dan kanak-kanak bermain layang-layang

 

memunggungimu seolah tak pernah
bersua

di antara tanda-tanda

 

burung-burung di atas melintas bebas

dan siul angin jadi nyanyi tanpa
batas

 

hingga tanpa sadar langit bercat
putih rekah

gumpalan awan sepenuhnya reda.

 

 

 

 

 

Tentang Penulis

 

M
Firdaus Rahmatullah

Lahir
di Jombang. Menggemari sastra dan kopi. Puisi-puisinya pernah dimuat di
beberapa media massa. Puisi-puisinya juga termaktub dalam buku Selasa di Pekuburan Ma’la (2019), Perjumpaan: Antologi Sastra Festival Sastra
Bengkulu (2019)
, Segara Sakti Rantau
Bertuah: Antologi Puisi Jazirah 2 (2019)
, Banjarbaru Rain (2020), Perempuan-perempuan Kencana (2020), Wasiat Botinglangi’: Antologi puisi tentang
Nilai-nilai Budaya Sulawesi Selatan (2022),
dan Laut dan Kembara Kata-kata: Jazirah Sebelas (2022)
.
Buku
tunggalnya Cerita-cerita yang Patut Kau
Percaya (2019)
dan Langit Ibu (2022).
Tahun 2021 beroleh apresiasi buku fiksi terbaik GTK Creative Camp Provinsi
Jawa Timur. Kini berkhidmat di SMAN 1 Panarukan.

Twitter: @mufirra_

Telepon/WA :
085806831443

 

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi, alumni DKV Universitas Malang tahun 2017,
freelance designer, owner @diniharistudio.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Imam Sofyan

Kabar Duka itu Datang

Apacapa Iip Supriatna

Tantangan Pendidikan di Era Millenial

Apacapa Gusti Trisno

5 Judul Skripsi Ini Membuat Situbondo Layak Menjadi Kabupaten Ramah Skripsi

Buku Resensi Thomas Utomo Ulas

Resensi: Menyemai Empati kepada Kaum Papa

Apacapa Nur Fajri

Padepokan Sun Tree E-Sport

Buku Ulas Yudik Wergiyanto

Tanah Surga Merah: Menikmati Kritikan Yang Bertebaran

fulitik hans

Beginilah Cara Mas Rio Main Serius: Investor Global Datang, Rakyat Tetap Pegang Kendali

Adhi Apacapa Musik Ulas

Jika Awkarin dan Young Lex Terlahir di Situbondo

Apacapa Randy Hendrawanto

Pemilihan Tidak Langsung Mengebiri Hak Politik Rakyat

Ahmad Zaidi Alexong Haryo Pamungkas

Alek Melle Buku: Jangan Salahkan Masyarakat Soal Minat Baca Rendah

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Resensi Buku Ramadan Undercover

Cerpen Ian Hasan

Cerpen: Tiga Nisan

Tips/Trik

Sabun Mandi Bisa Membuat Kulit Kering, Fakta atau Mitos?

Cerpen Ira Atika Putri

Cerpen: Budak!

Apacapa Review Film Syaif Zhibond

Ketika Obat Jadi Alat Persekongkolan Menkes, Dokter, dan Pengusaha

Alex Cerpen

Cerpen: Dia Bukan Gatot Kaca

Alif Febriyantoro Cerpen

Cerpen: Kota Air Mata

Apacapa Fadhel Fikri

Revolusi Digital dan Keterasingan Sosial: Siapa yang Diuntungkan?

Puisi Uwan Urwan

Kita Telah Mati

Ahmad Zainul Hamli Apacapa Catatan Perjalanan

Malam ini Milik Kita Berdua