Puisi – Lagu Masa lalu


Puisi-puisi Fahris a. w.
Lagu Masa Lalu
Lembayung syahdu, senandung rindu
Sayup terdengar begitu merdu
Melenggang elok melambai ayu
Dalam peluk embus angin
Bersama gulungan awan musim dingin
Memecah sunyi
Mencuri sepi
Dimanakah asal
Indah
suara sang dara
Membelai lembut ruang telinga
Merangsang saraf-saraf bahagia
Alirkan darah bercuaca gembira
Amat menyentuh syair nona
Mampu tentramkan ombak asmara
Mengeruk gundukan amarah
Hingga menabur udara beriklim ceria
Siapa gerangan puan yang bernada
Ingin sekali daku bersua
Namun tunggu dulu
Sejenak kuhentikan waktu
lalu
kutelisik setiap bait lagu
serasa mengenal warna irama
yang mencongkel ingatan lama
apakah itu engkau bunga “Michelia”?
dengan lantunan tembang maboroshi kita
PEMUDA PERTIWI
Terpancar cahaya dari ufuk timur
Tanda bangsaku menutup mimpi dari tidur
Bangunlah pemuda, bangunlah saudaraku
Dengarlah gempita suara atas tanah tercinta
Marilah kita saling berbimbing tangan
Mengayun langkah pada pelangi harapan
Bangunlah pemuda, bangunlah saudaraku
Kebahgiaan hidup tak akan didapat
Jika kita hanya terdiam
Mulailah melangkah walau tertatih di atas asa
Mulailah melangkah walau terasa perih di atas luka
Dan tetaplah istiqomah dalam upaya
Bangunlah pemuda, bangunlah saudaraku
Tuhan maha raya selalu adil dalam kuasanya
Insaflah saudaraku, pemuda bangsaku
Berdirilah dengan gagah di barisan depan
dan jadilah contoh pemuda idaman
ingatlah bahwa contoh yang baik
lebih bermanfaat dari petuah yang baik
bangkitlah pemuda, saudaraku sebangsa
mari kibarkan dengan bangga
sang saka diatas angkasa
dan torehkan jasa untuk tanah tercinta
janganlah lagi kita duduk termenung
hanya menunggu sekarung “untung”
DERITA HUTAN
Kujabat sehelai daun kering
Yang jatuh tertiup angin kemarau
Melayang pelan penuh bimbang
Tampak dari landai siripnya
Terselip bualan nista sang penggersang
Serta membawa teriakan derita
Dari ranting dan dahan
Kutengok pulau di seberang lautan
Diaman daun itu datang
Hamparan pepohonan dan rerumputan
Yang sekarat dalam batuk
Serta binatang yang berlarian
Berujar marah dengan nada mengutuk
Sepasang tangan rakus berhati busuk
Pekat asap bertebaran
Abu dan arang berhamburan
Bangkai binatang berserakan
Akibat racikan

“Ketamakan dan kerakusan”

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa apokpak N. Fata

Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital

Buku Penerbit Ulas

Buku: Saudade dan Cerita Lainnya

Apacapa Esai

Merawat Spiritualitas, Menghidupkan Politik Kebudayaan: Catatan Seorang Anak Muda untuk Mas Rio

Buku Diva Safitri Rahmawati Ulas

Resensi: 4 Masa 1 Mimpi

Apacapa Sholikhin Mubarok

Kebenaran Adalah Kebaikan Kolektif

Apacapa takanta

Burnik City: Dulu Tempat Main, Sekarang Tempat Healing

Puisi

Pelabuhan Jangkar dan Puisi Lainnya

Apacapa Moh. Imron

Bolatik: Menyimak tim Preman Pensiun di Selowogo

Apacapa Indra Nasution

Pengaduan Orang-Orang Pinggiran

Apacapa Dedi Andrianto Kurniawan Kampung Langai

Festival Kampung Langai dalam Pembacaan Masyarakat

Apacapa

Polemik Gus Miftah dan Klarifikasi Habib Zaidan

Atika Rohmawati Buku Resensi Ulas

Ulas Buku: Perjalanan Menuju Pulang

Berita

Seorang Musisi Melamun: Ide Semakin Mengalun

Puisi

Puisi : Revallina Karya Arian Pangestu

Apacapa Moh. Imron

Si Gondrong Mencari Cinta

Fendi Febri Purnama Madura Puisi

Puisi Bahasa Madura: GHÂR-PAGHÂR

Apacapa

Saat Kreativitas Anak Berubah Jadi Ancaman

Puisi

Remuk Redam dan Puisi Lainnya

Cerpen Depri Ajopan

Cerpen: Cerita Orang-orang Masjid

Dewi Sukmawati Puisi

Di Wajah Rintik Hujan dan Puisi Lainnya Karya Dewi Sukmawati