Para Bajingan Yang Menyenangkan: Benar-benar Bajingan!

Oleh : Yudik Wergianto
Pertama kali saya membaca tulisan
Puthut EA yaitu di buku kumpulan cerpen pilihan Kompas. Judul cerpennya “Ibu
Pergi ke Laut”. Saya menyukai cerpen itu. Sejak saat itu pula saya tertarik
untuk membaca tulisan-tulisan Puthut yang lain. Lalu, saya pun berkesempatan
membaca buku-bukunya yakni Kupu-kupu Bersayap Gelap, Sebuah Usaha Menulis Surat
Cinta, Seekor Bebek Yang Mati di Pinggir Kali, hingga Para Bajingan Yang
Menyenangkan. Untuk yang terakhir, saya baru saja menamatkan membacanya dan
akan saya coba ulas di tulisan ini.
Berbeda dengan buku-buku Puthut
yang pernah saya baca, buku ini diambil berdasarkan kisah nyata. Cerita tentang
masa muda Puthut bersama sahabat-sahabatnya semasa menjadi mahasiswa. Jangan
berharap bahwa buku ini akan memberikan kita kisah tentang mahasiswa teladan
atau hal-hal yang menginspirasi anak muda. Tidak. Buku ini jauh dari itu semua.
Buku ini juga tidak seperti kebanyakan buku Puthut sebelumnya yang kebanyakan
penuh bahasa sastra. Bahasa yang dibawakan disini sangat santai.
Puthut, dalam buku ini, bercerita
tentang kisah-kisah nakal (dan konyolnya) selama menjadi mahasiswa. Dia
bercerita bagaimana dulu bersama sahabat-sahabatnya sangat gemar bermain judi.
Bahkan sampai membentuk nama komunitas Jackpot Society. Tak hanya judi,
ia juga berkisah tentang pengalaman mabuknya. Tentang menjahili orang dan
lain-lain.
Yang paling saya suka adalah buku
ini mampu mengemas kisah-kisah Puthut dalam suasana humor. Ia banyak menyajikan
kisah-kisah lucu yang dilakukan Puthut bersama kawan-kawannya sehingga membuat
para pembaca tertawa. Bahkan sampai terbahak-bahak mungkin. Lawakan yang
disampaikan pun tak terasa garing. Lawakan-lawakan Puthut terasa segar. Jangan
kaget kalau Anda akan tertawa sendiri begitu membacanya nanti. Dari buku ini
saya juga tahu bagaimana lawakan khas Mataraman.
Cerita yang paling saya senangi
dalam buku ini adalah kisah Bagor. Dari ceritanya saja saya menduga pastilah
Bagor benar-benar “ndak waras”. Saya tak bisa membayangkan bagaimana
seadainya kenal langsung dengan orangnya.
Buku ini disampaikan secara apa
adanya. Hal itu terlihat dari Puthut yang banyak menggunakan bahasa Jawa.
Barangkali hal itu dibutuhkan Puthut untuk menjamin keaslian lawakannya. Bisa
saja ketika lawakan itu disampaikan dalam Bahasa Indonesia, tidak akan selucu
itu. Jujur, di beberapa bagian, saya tidak mengerti. Tapi untungnya di bagian
belakang dari buku disediakan kamus kecil. Jadi para pembaca yang tidak
mengerti apa yang tengah disampaikan, bisa melihat kamus itu dan
mengartikannya.
Meski sebagian besar dari buku
ini kisahnya hanya ngebanyol, tapi ada beberapa bagian yang membuat saya
terharu. Yakni ketika salah satu sahabat Puthut yang bernama Jadek meninggal
karena kecelakaan. Atau ketika satu per satu dari sahabat-sahabatnya pergi
mengejar kehidupannya masing-masing. Saya jadi teringat kawan-kawan saya semasa
kuliah. Mereka sekarang suda sibuk mengejar kehidupannya masing-masing.
Membaca buku ini bisa mengantar
kita pada masa-masa saat kuliah dulu. Gila-gilaan bersama para sahabat kita.
Meski, saya yakin, kisah kita tak akan segila yang dialami oleh Puthut. Namun,
setidaknya buku ini mampu menuntaskan rindu kita pada masa-masa itu. Terutama
para orangtua yang sudah berumahtangga.
Sebenarnya saya tidak ada niatan
atau keinginan untuk membeli buku ini. Akan tetapi, tiba-tiba Togamas – toko
buku yang memberi diskon seumur hidup – mengadakan diskon yang lumayan besar.
Rasanya kok sayang sekali kalau ada diskon tapi tidak dimanfaatkan. Tapi syukurlah
saya tidak rugi membelinya. Buku ini benar-benar bajingan! Saya menyukai buku
ini.
Hanya menyukai ya. Tidak
menyayangi. Kalau menyayangi, saya cuma menyayangi kekasih saya. Hehehe.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Futihah Qudrotin Puisi

Patung Kekasih dan Puisi Lainnya Karya Futihah Qudrotin

Apacapa Nanik Puji Astutik Prosa Mini

Surat Cinta untuk Anakku Kelak

Cerpen takanta Wilda Zakiyah

Cerpen: Gerimis Kedua

Anwarfi Nandy Pratama Puisi

Puisi-puisi Nandy Pratama: Merayakan Kepergian

Apacapa Nabila Septilani

Krisis Pelanggaran HAM Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Pesan Misterius dan Solidaritas untuk Lombok Versi Pengarang Amatir

Apacapa

Tirtho Adhi Soerjo, Detik.com dan Berita Hoax

Cerpen

Cerita Rakyat Asembagus

Fadhil Sekennies Puisi

Puisi: Restu Rindu Ayah-Ibu Karya Fadhil Sekennies

Cerpen Violeta Heraldy

Cerpen : Pertemuan Kembali

Hamidah Puisi

Terima Kasih Cinta dan Puisi Lainnya

Buku M Firdaus Rahmatullah Ulas

Ulas Buku: Cerita-cerita Kemanusiaan Orang-orang Oetimu

Apacapa Erha Pamungkas Haryo Pamungkas

Yang Menghantui Perbukuan Kita

Uncategorized

Sarapan Praktis Tidak Ribet

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Sepotong Kue Kekuasaan

Apacapa Esai Marlutfi Yoandinas

Jika Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan*

game Ulas Yopie EA

GTA VI: Momok Menakutkan Bagi Developer Game

Apacapa takanta

Burnik City: Dulu Tempat Main, Sekarang Tempat Healing

Devi Ambar Wati Puisi

Puisi: Mari Menikah

Mohammad Cholis Puisi

Puisi: Celurit yang Tergantung