Rahasia Hidup Bahagia Ala-Kaum Stoik

pixabay

Oleh: Agus Hiplunudin
Pada abad ke 3 SM dunia diliputi perang, kekacauan,
kelaparan terjadi dimana-mana dan dunia bersimbah darah. Aliran filsafat Stoikisme
muncul; menawarkan konsep tentang; bagaimana seharusnya manusia menjalani
hidup—di tengah dunia yang kacau. Namun, gejolak dunia tidak pernah berhenti,
sehingga konsep Stosisme masih relevan untuk merespons dunia hingga hari ini.
Zeno
(334-262) berasal dari Citium, Siprus. Ia merupakan pendiri dari
Stoikisme. Zeno menawarkan konsep filosofinya bahwa sebetulnya manusia
bagian dari alam maka untuk mencapai kebahagiaan manusia sebisa mungkin harus
menyatu denggan alam. Filsafat Stoik merupakan suatu aliran yang menjunjung
tinggi rasio (akal, nalar), maka kaum Stoik percaya bahwa otoritas tertinggi
adalah rasio.

Lantas bagaimana pandangan kaum Stoik terhadap Tuhan?
Menurut mereka Tuhan menyatu dalam rasio alam yang diistilahkan sebagai ruh
rasional dan rasio manusia merupakan salah satu bagian dari ruh rasio yang
mengendalikan alam. Manusia dengan sendirinya mengalami penyatuan dengan rasio
Tuhan—dengan syarat manusia harus menyatu (selaras) dengan alam. Agar manusia
menyatu dengan rasio Tuhan maka manusia harus mengedepankan nalar (akal) dan
menyampingkan perasaan.
Manurut kaum Stoik jika manusia disetir oleh perasaan
maka kebahagiaan tidak mungkin dicapai; sebab, perasaan menjerumuskan manusia
pada hasrat dan nafsu. Misalnya; jika seseorang mengejar harta sebab mereka
beranggapan bahwa kebahagiaan hidup dapat diperoleh jika memiliki harta
tersebut. Namun, karena ia disetir oleh perasaan maka ia akan terjebak menumpuk
harta sebanyak mungkin—sehingga lupa diri dan semakin jauh dengan kebahagiaan.
Misalnya lagi, ia mencoba mendapatkan posisi dalam politik—namun, jika
dikendalikan oleh perasaan ia akan terjebak ambisi atau hasrat mendapatkan
kekuasaan setinggi mungkin maka atas karenya semakin jauh dari kebahagiaan yang
ada penderitaan sebab dikendalikan perasaan (hasrat nafsu).
Agar manusia tidak terjebak penderitaan maka ia jangan
dikendalikan perasaan—namun harus harus dikendalikan oleh rasionya. Memiliki
harta itu baik, memiliki kekuasaan juga baik dengan syarat rasio sebagai
pengendalinya. Harta yang dikendalikan oleh rasio akan memberikan manfaat bagi
alam; harta dapat difungsikan secara maksimal untuk kebaikan alam atau rasio
Tuhan. Harta yang membawa kebahagiaan adalah harta yang bukan hanya sekedar
kebendaan namun harta yang memberi manfaat sebanyak mungkin; jika ada orang
yang kelaparan harta dapat dijadikan makanan dan diberikan pada orang yang
sedang kelaparan tersebut. Begitu juga dengan kekuasaan hakikat keuasaan adalah
kebijakan—jika kekuasaan dikendalikan oleh rasio maka kekuasaan tersebut akan
berguna bagi kemanusiaan.
Uniknya lagi konsep kebahagiaan ala Stoik ini bukan hanya
dianut oleh rakyat jelata namun dianut pula oleh kalangan raja atau kaisar.
Hampir
seluruh penerus kaisar Alexander Agung mengaku dirinya sebagai pewaris Stoikisme
dan luar biasanya lagi gerakan ini berlangsung selama 500 tahun.
Beberapa kalangan berpendapat ilmu kalam
dalam perkembangan pemikiran Islam dipengaruhi oleh logika-logika kaum Stoik,
kendati sebagian lagi beranggapan bahwa ilmu kalam lebih dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran Aristoteles. Pada perkembangan agama-agama terutama
Kristiani aliran etika Stoik sangat mempengaruhi.
Pada perkembangan sejarah umat manusia kaum Stoik sangat
terkenal dengan ketabahannya dalam menjalankan hidup. Sebab menurut mereka hidup
ini harus dijalankan secara suka cita; hidup tidak boleh diratapi atau
disesalkan—hal tersebut tidaklah rasional. Bahkan dalam kisah perkembangan Stoikisme
generasi pertama, dikisahkan Zeno selekas memberi ceramah pada para muridnya,
Zeno menahan napas “Saya memilih meninggalkan dunia ini” kemudian Zeno wafat.
Artinya kaum Stoik berpendapat dengan rasionya manusia memiliki kebebasan
bahkan hidup dan matipun manusia memiliki kebebasan untuk menentukannya.
Apa yang ditawarkan Stoik agar manusia hidup bahagia?
Telah saya ilustrasikan bahwa pada umumnya manusia mengejar kekayaan dan
kekuasaan, harta dan kekuasaan tersebut akan berubah menjadi bencana jika dalam
pencariannya dikendalikan oleh perasaan (hasrat dan nafsu) namun harta dan
kekuasaan akan menjadi sumber kebahagiaan jika dalam mencapainya mengedepankan
rasio. Lalu, bagaimana caranya? Inilah rahasia hidup bahagia ala kaum Stoik 1)
manusia jangan mengejar sesuatu diluar jangkauannya sebab jika mengejar sesuatu
diluar jangkauan maka siap-siap untuk menderita maka kaum Stoik menyarankan
agar manusia senantiasa memaksimalkan kemampuan untuk mendapatkan sesuatu maka
istilah yang tepat untuk kondisi ini ‘proses tidak akan menghianati hasil’. 2)
manusia jangan melakukan sesuatu hal diluar jangkauannya oleh karenanya kaum Stoik—menyarankan
agar manusia bersinergi dengan lingkungan sekiratnya, tugas utama manusia agar
bahagia yakni mengelola lingkungannya sebaik mungkin, menjangkau apa yang ada
di depan mata bukan berhayal mencapai bintang di langit.
Berdasarkan hal tersebut ajaran Stoik dijuluki sebagai
ajaran fatalogis, namun fatalogis kaum Stoik bukanlah fatalogis yang
dikonotasikan sebagai keputus asaan (dalam menjalani hidup). Namun, ajaran
fatalogis kaum Stoik lebih mengarah pada segala hal yang bersifat rasional dan
menjauhkan diri pada segala hal yang irasional. Maka hidup bahagia merupakan
kondisi yang rasional sedangkan hidup penuh penderitaan merupakan kondisi yang
irasional. Maka, menurut kaum Stoik hidup ini tidak usah muluk-muluk maksimalkan diri, lakukan yang bisa dilakukan, raihlah
cita-cita yang ada di depan mata. Itulah kunci hidup bahagia menurut ajaran Stoik.

[]
Padepokan. Pandeglang, 14 Desember 2019
TENTANG PENULIS
Agus  Hiplunudin 
1986  lahir  di 
Lebak-Banten,  adalah  lulusan 
Fakultas  Ilmu Sosial  dan 
Ilmu  Politik  Universitas 
Sultan  Ageng  Tirtayasa 
Serang-Banten, Jurusan ADM Negara sudah lulus dan bergelar S. Sos. Dan,
pada April 2016 telah menyelesaikan studi di sekolah Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, Jurusan Ketahanan Nasional, bergelar M. Sc. Penulis
telah menerbitkan buku Filsafat Ilmu dan Filsafat Eksistensialisme.
Alamat Sekarang:
Kp Parakan Mesjid, RT 04/04,
Kec. Rangkasbitung, Lebak-Banten.
Email             : agus.hiplunudin@yahoo.com
Hp                  : 081-774-220-4
Facebook       : @Agus Hiplunudin

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Dody Widianto

Cerpen: Pengilon Kembar

Buku Mareza Sutan Ahli Jannah Ulas

Ulas Buku: Mendewasa dalam Rindu

Apacapa Nafisah Misgiarti

Ali Gardy, Jefri Bagus, dan Kritik Sosial dalam Karyanya

Edo Sajali Komik

Komik: Si Babal dan Kekasihnya

Apacapa Ulfi Nurkholifatunnisa

Pengaruh Media Sosial Terhadap Wawasan Kebangsaan Generasi Z

M. Syamilul Hikam Puisi

Doa Petani Tembakau dan Puisi Lainnya Karya M. Syamilul Hikam

Apacapa Nanik Puji Astutik

Menikah Tanpa Sepeser Uang

Apacapa

11 Rekomendasi dalam Kegiatan Temu Inklusi ke 5

Apacapa Madura Syaif Zhibond

Parabân Nyangsang

Apacapa

Sebuah Cerita Horor Tentang Pernikahan

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Menjemput Cinta dari Tanah Santri ke Tanah Wali

Ahmad Zaidi Apacapa

Merindukan Pariopo, Merindukan Hujan

Faris Al Faisal Puisi

Tanah Garam dan Puisi Lainnya Karya Faris Al Faisal

Apacapa fulitik matrais

GOR BK Serius Amat, Ini Usulan Nama Alternatif yang Patut Dipertimbangkan

Puisi Rahmat Pangripto

Puisi : Menjadi Udara dan Puisi-Puisi Lainnya Karya Rahmat Pangripto

Gilang Sakti Ramadhan Puisi

Puisi: Semadi Bulan

Apacapa Sainur Rasyid

Gusdur dan Buku

Apacapa Hodo Nafisah Misgiarti Situbondo

Hodo dan Perjalanan Bunyi; Sebuah Catatan

B.B. Soegiono Puisi

Puisi : Belikan Aku Seorang Pelacur Karya B.B. Soegiono

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen: Janda