PUISI: Antara Lidah-Api Karya Aang M,Z.


PUISI-PUISI AANG M,Z*
SESAKA DALAM BERSETAPAK
Lidah kaki telah menjilati lorong-lorong kerontang
Kemarau dalam bersetapak
Yang menempuh jarak tak bisa dipandang
Sampai atau tidak sampainya
Tergantung dari peristiwa alam
Apalagi mati di hulu bersetapak
Jika kemarau berganti hujan
Maka tak akan sampai kemuara tujuan
Sebab kegigilan menjadi sesaka
Jika kemarau masih setia
Berarti perjalan kita tak akan
Sampai pada tangkai harapan
Apalagi kemarau membumbui panas dari bawah tanah
Maka pasti  lidah  kaki timbul
retak di indra
praba
mati
Mari kita berhenti perjalan ini
Sebab angan-angan menghantuinya
                                                            
2019.
SURAT UNTUK IZZATI

Semenjak kau beringsut kelain hati
Di situlah batinku retak tapi tak nampak
Namun aku tabah meski karam di lautan kasih
Rumah kecilku yang benih penuh cahaya
Kini suram oleh kata-kata
“kemarau yang kualami”
Adakalanya hujan bertadang di musim kemarau
Dan adakalanya negeriku ada taburan salju
Di sanalah ia tak sanggup melihat deritaku
Sungguh getir tanganku, Izzati
Menulis surat suci
Yang lahir di rahim hati nurani
Di kala aku karam di pangkuanmu
Inilah Izzati,
“sudikah engkau datang ke pekarangan.
Meski titahmu kita tak punya hubungan lagi
Namun masih berharap bersamamu izzati.
Menahan derita
Menetap di ranjang, menjadikanku panjang saban waktu,
Akankah kedatanganmu menjadi surga di pelupuk kearifan
batinku
Yang semula karam di lautanmu
Meski tak sempurna purnama
Inilah suratku, untukmu.
                                                2019.
KE  BATAVIA,  MENANGIS  DARAH
Berlayarlah aku
Ke Batavia untuk
mencapai
hakikat
rindu
Dalam kebahagiaanku “kata ibu”
Aku jalani perintah ibu
Meski angin, badai dan panas menampar batin yang ambigu
Di situlah aku tabah di samudra
biru
Untuk sampai pada perintah ibu
Namun kian sampai ke muara
Aku hengkang di pelabuhan
karang
Yang penuh caci maki oleh orang
Di sanalah aku menangis darah
Yang menjadikan
perintah
ibu
tak
searah.
                                                2019.
DI PANTAI
Malam
semakin rembulan
Aku di
bibir pantai
Bersama
perahu lumpuh,
Semilir
angin mengajakku
Bedansa
dengan riak gelombang yang riuh dan gemuruh
Sehingga
aku
pun
berteduh
Pada
kegigilan yang berseduh.
                                                2019.
KERONTANG
Tubuh yang kerontang
Udah usang terbujur dan terguling-guling saban waktu
Hingga terlukis bentuk tubuhmu
Di ranjang
Bulu kudukku berdiri
Kian melihatmu
Yang kerontang dan perilakumu sehari-hari
Ia tak bisa berjalan dengan waktu
Sebab tubuh yang lumpuh
Kerlingan air mata bergerimis
Kala berlabuh pada tubuh kerontang.
                                                2019.
ANTARA LIDAH-API
Lidah yang licin
Bersenang-senang mengeluarkan kata beraroma surga-neraka
Jika membuat kerancuan akan melintas tajamnya belati
Sedangkan api binal pada benda-benda
Yang menjadikan abu.
                                                2019.
Nama dari
pena  *ACH ATIKUL ANSORI. Lahir
18-05-2001 Utusan dari Anak
Gili Raja Sumenep, Sekolah MA1  Annuqayah
Kls XII, Serta Alumni  Nurul Huda II, Dan
Sekarang  Nyantr
i di PP. Annuqayah
daerah
 lubangsa selatan.
Aktif  Sanggar
Basmalah.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Ulfa Maulana

Cerpen: Perempuan Bayang

Apresiasi Musikalisasi Puisi

Musikalisasi Puisi – Apa Kabar?

Cerpen M Firdaus Rahmatullah

Cerpen: Sebelum Kau Terjun Malam Itu

Puisi Sholikhin Mubarok

Selamat Datang di Negeri Dagelan: Bagaimana Kejahatan Dilakukan Tanpa Disengaja?

Apacapa

Muscab DPC PKB Situbondo Angkat Tema Partai Advokasi

Alex Cerpen

Surat tentang Salju Abadi

Apacapa covid 19 Mirrabell Frederica Hadiwijono Vaksin

Story Telling: Masih Takut Vaksin ?

Haura Zeeba Karima Mored

Cerpen Mored: Katarsis

Nurul Fatta Sentilan Fatta

Menolak Sesat Pikir Pendidikan Cuma Cari Ijazah

Fadhil Sekennies Puisi

Puisi: Restu Rindu Ayah-Ibu Karya Fadhil Sekennies

Apacapa Hafizh Rafizal Adnan

Suka Duka Menjadi Anak Pejabat

Buku Putri Setyowati Resensi Ulas

Resensi: Memulai Kembali Hidup

Apacapa Ferdiansyah fulitik

Rakyat Rebutan Minyak Goreng, Partai Moncong Putih dan Partai Mercy Rebutan Kursi

Arian Pangestu Puisi

Puisi : Revallina Karya Arian Pangestu

Apacapa Iip Supriatna

Tantangan Pendidikan di Era Millenial

Advertorial

Aturan Pemasangan Panel Surya

Apacapa Mbak Una

Selamat Hari Buku Nasional

Ahmad Sufiatur Rahman Apresiasi

Puisi Relief Alun-Alun Situbondo

Apacapa Marlutfi Yoandinas

“CACAT” DI UU CIPTA KERJA

Apacapa Catatan Perjalanan Uncategorized

Daun Emas Petani