FLOW: Sebuah Mahakarya dari Sutradara Asal Latvia

Oleh: Yopie EA

Kalian suka kucing? Atau suka binatang?
Film ini cocok untuk kalian. Flow, sebuah film asal Eropa, garapan sutradara Gints
Zilbalodis asal Latvia. Film ini rilis di bioskop Indonesia pada tanggal 8
November 2024. Film ini bercerita tentang seekor kucing hitam yang hidup di
sebuah rumah bekas peninggalan manusia dan bertemu dengan beberapa hewan lain
untuk mencoba bertahan hidup dari datangnya ‘Air Bah’.

Kali
ini saya ingin memberikan sebuah review tentang film ini. Perlu saya
tekankan film ini adalah film animasi non dialog, jadi kita tidak akan
mendengar ada satu percakapan pun dalam ini.

Gints Zilbalodis sang sutradara mengerjakan film ini selama
5,5 tahun. Film ini mampu memberikan pengalaman menonton film animasi dengan
sudut pandang baru. Dengan gaya animasi yang dibuat seperti sebuah lukisan yang
dipadukan dengan CGI membuat film ini semakin terasa seperti sebuah lukisan
dengan goresan tangan manusia namun bergerak. Penempatan pencahayaan dalam film
ini juga membuat mata saya terpukau, dalam hati saya berkata “betapa cantiknya
film ini.” bagi saya ini adalah sebuah mahakarya dari seorang sutradara Gints
Zilbalodis.

Film ini memperlihatkan bagaimana kondisi dunia jika
manusia punah. Ya tak ada satupun manusia dalam film ini. Entah apa yang
terjadi pada manusia dalam film ini, tapi pada saat saya menonton film ini saya
seakan dibuat lupa kalau film ini sebenarnya berlatar tempat di bumi. Maka dari
itu film ini tanpa dialog sama sekali. Sang sutradara mampu menerjemahkan bahasa
binatang dalam film ini dengan sangat baik.
Sebelum menonton
film ini saya sempat bertanya-tanya apa asiknya sebuah film tanpa dialog?
Lantas saya mengingat lagi bahwa dulu film juga tanpa dialog, seperti film
Charlie Chaplin. Lantas mengapa saya bilang sang sutradara mampu menerjemahkan
Bahasa binatang dengan sangat baik. Bagaimana tidak, kita seolah mengerti apa
yang dimaksud dan dilakukan oleh binatang dalam film ini meski tanpa dialog
sedikitpun.

Menurut
saya Cinematography dan scoring musik dalam film ini juga sangat bagus. Gints
Zilbalodis cerdas dalam mengambil gambar lalu memadukannya dengan musik yang
pas, membuat kita sebagai penonton mampu terhanyut dalam film ini. Saat si
kucing tenggelam dalam ‘Air Bah’ yang baru saja datang, dengan pengambilan
gambar yang pas dan scoring music yang juga pas membuat saya sebagai penonton
seakan ikut mengalami situasi seperti itu.

Gints
Zilbalodis juga mampu membuat gerak gerik Binatang dalam film ini seperti di
dunia nyata. Seperti si kucing hitam yang jika melihat pantulan cahaya dari
sebuah cermin langsung mengejarnya, si capybara yang menurut saya pemalas dan
selalu tenang. Gints mampu membuat semua itu hadir dalam sebuah film animasi.

Flow
juga sudah mendapatkan 3 penghargaan sekaligus. Golden Globe Award for Best
Animated Feature Film dengan nominasi di antaranya Flow, Inside Out 2, The Wild
Robot dan Moana 2 dan pemenangnya adalah film Flow ini. European Film Award for
Best Animated Feature Film dengan nominasi di antaranya Flow, They Shot The
Piano Player, Living Large dan Savages, lagi- lagi Flow pemenangnya. New York
Film Critics Circle Award for Best Animated Film dengan nominasi The Boy And
The Heron, Marcel the Shell With Shoes On, The Mitchells vs. the Machines dan
Juga Flow, pemenangnya masih Flow. Dengan prestasi sebanyak itu bagi saya
pribadi Flow pantas mendapatkan OSCARS di tahun 2025.

Dengan
segala prestasi yang berhasil diraih Flow, menurut saya film ini bisa menjadi
tontonan menyenangkan bersama keluarga di rumah, bersama teman dan pasangan
(bagi yang punya pasangan). Flow sudah hadir secara digital di Amazon Prime
Video mulai dari 7 Januari 2025 kemarin.

Sedikit
pesan dari saya, film ini saya rasa tidak cocok untuk mereka (mohon maaf) yang
mengalami gangguan pendengaran, ya karena dalam film ini sama sekali tak ada
dialog dan otomatis tak ada subtitle dalam film ini. Untuk perempuan
juga cocok karena kucing ini bukan kucing garong. Sekian dan selamat menonton.
[]

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Muhaimin Prosa Mini

Tahun Baru? Why Not?

Cerpen Fajar SH

Cerpen: Jurang Ludruk

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Resensi – Memaknai Kematian terhadap Jiwa Manusia

Apacapa Esai Rahman Kamal

Dik, Mengapa Kau Tak Mau Menemaniku ke Kampung Langai Malam Itu?

Apacapa Nanik Puji Astutik

Ada Apa Denganmu, Mantan?

Uncategorized

Memaknai Langgar Dalam Perspektif Sosiologi Agama

Puisi Raeditya Andung Susanto Sastra Minggu

Puisi: Sabda Hujan

Akhmad Idris Apacapa Esai

Investasi dan Hal-Hal yang Perlu Direnungkan Kembali

Apacapa Supriyadi

Takbiran, Bunyi, dan Memori

Apacapa Kakanan Mohammad Farhan

Jihu Rasa Puisi

Apacapa rizki pristiwanto

Relawan yang Tak Seutuhnya Rela

Apacapa Fendi Febri Purnama Madura Totor

Sètan Nandhâng

Apacapa Imam Sofyan

Membaca atau Merayakan Kebodohan

Apacapa Rully Efendi

Demam Tangan Disilang, Kaesang Pun Patennang; Komitmen PSI Lawan Korupsi

Muhaimin Prosa Mini

Gadis dan Nyanyian Ombak

Firman Fadilah Puisi takanta

Puisi: Hikayat Keabadian

Apacapa Panakajaya Hidayatullah

Masih Pentingkah Festival Kampung Langai?

Buku Moh. Imron Ulas

Resensi Buku : Jalan Ini Rindu Karya KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy

Agus Hiplunudin Apacapa Feminis

Instagram, Lesbian dan Kebebasan Seksualitas

apokpak Esai N. Fata

Timpangnya Demokrasi Tanpa Oposisi