Puisi : Hujan di Tubuh Seorang Perempuan Karya Dani Alifian

pixabay

Puisi Dani Alifian

Resah ;

Aku butuh kepastian, seperti kebanyakan pria, besar harapan pesan yang
kukirimkan beberapa detik sebelum berganti hari agar cepat menemui jawaban.



Aku lebih hafal kata terakhir
ketimbang derajat suhu malam ini,
sikapmu dingin
membuat ngilu
_

diluar udara sedang tidak bersepakat, hanya sunyi berkelebat sepi yang
menemani.

Jika risau adalah bahasa paling pantas untuk menggambarkan,
akulah perisau paling berbakat untuk menggemakan mu sebagai seorang Perempuan
yang suka maju ulur, kemudian melebur

Jika ku bayangkan kamu tiba tiba berada dalam selimut tanpa membahas jawaban
dari pesanku, apakah itu pertanda resahku sudah usai?

2019

Layar Kaca
Di sosial media yang jauh bisa lebih menyakiti, sementara
kau di sampingku terabaikan, aku kemudian berkelana di beranda akun milikku
dengan penuh penyesalan
hidup sudah sedemikian panjang, tetapi belum ada yang bisa kuperbuat
selain penyesalan
” gumanku serasa mengusap basah pada layar kaca,
Kau menyeriangi “sosial media tidak lebih dari ujaran kebencian semata



Kata meluncur dengan bebas tanpa memikirkan pijak mana
tujuannya,
Kata sudah dilupakan puan atau tuan tertujunya
Kata lalu sampai padaku yang hanya singgah sejenak untuk membuka kembali
lembaran fragmen lama.

Di sosial media yang dekat bisa saja jauh, dekat tidak berarti rekap bahkan
tidak berarti apapun.

Kamu bisa saja tidak menghiraukan ku, tapi layar
kaca milikmu itu semu, ini aku, nyata
“, ucapmu sembari menekan tombol
“off”.
Sosial media ternyata masih menggantungkan nyawanya pada
layar kaca milikku.

Malang, 2019

Hujan di Tubuh Seorang Perempuan
Di tubuhmu tengah hujan; ketika itu terjadi matahari
parubaya, dan aku tengah membaca surat kabar tentang berita ramalan hujan di
sekujur badan perempuan.

Air mengguyur deras setiap bagian tubuhmu; kelopak mata, gundukan gunung
yang setia melekat, juga rerimbun rimba pembentuk sekat

Diduga hujan itu berasal dari pekat awan berjenis kelami pria yang lupa memberi
aba aba ketika mendung hendak klimaks

Pada tubuhmu yang sempurna, hujan semakin lebat, mula mula gumpal
perlahan menetas
ketika pecah, semua basah tak terkecuali surat kabar bacaanku.

Malang, 2019

Dani
Alifian, penulis merupakan mahasiswa semester 2 PBSI – Universitas Islam
Malang. Buku antologi puisi pertamanya berjudul Harta, Tahta, Wanita (2019).
Saat ini aktif menulis di beberapa media daring dan cetak.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Muhammad Lutfi

Cerpen : Agama dan Prasangka Karya Muhammad Lutfi

Cerpen Nur Dik Yah

Cerpen: Sepasang Pemburu di Mata Ibu

Apacapa Regita Dwi Purnama Anggrain

Penegakan Hak Asasi Manusia Untuk Seluruh Lapisan Masyarakat Indonesia

Puisi Wiviano Rizky Tantowi

Puisi: Kayu Layu

Putri Oktaviani Resensi

Resensi: Buku Holy Mother

M.Z. Billal Puisi

Puisi: Sejarah Maaf

Apacapa fulitik melqy mochammad marhaen

“Karpet Merah” Rakyat Situbondo

Apacapa Catatan Perjalanan Uncategorized

Daun Emas Petani

Cerpen

Cerpen: Apakah Rumah Perlu Dikosongkan?

Puisi Saiful Arif Solichin

Puisi: Jalan Pulang

Banang Merah Cerpen

Prosa Mini : Monolog Seorang Kekasih Karya Banang Merah

Choirun Nisa Ulfa Prosa Mini

Prosa Mini – Irama Kematian

Apacapa Buku Junaedi Ulas

Reformasi Birokrasi Perwujudan Birokrasi yang Berbudaya

Cerpen Yolanda Agnes Aldema

Cerpen : Mimpi Setelah Membaca

Apacapa

Kuliner Malam Situbondo : Nasi Jagung

Cerpen Violeta Heraldy

Cerpen : Pertemuan Kembali

Alex Cerpen

Cerpen: Panarukan, Sepotong Kenangan

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Nabi Muhammad dan Menguatkan Ideologi Islam

fulitik

Bang Zul Ajak OJK dan BI Berdayakan UMKM di Situbondo

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Situbondo Dik, Patennang!