Kisah di Balik Lagu Sello’ Soca Mera

Pernahkah
kalian melingkarkan sebuah cincin di jari manis seorang kekasih?
Oleh : Moh. Imron
Siang yang cerah, cuaca gerah, awan sedikit
menggantung.
Hari itu bertepatan pada tanggal 4 April 2018. Kami singgah di
kediaman Pak Asmuri di Desa Tanjung Pecinan
, Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo.
Di ruang tamu, terdapat foto wisuda anak Pak Asmuri, sebuah topi,
kalender, foto Nahdlatul Ulama’, foto pengasuh Pondok Pesantren Sukorejo semua
periode, menghiasi dinding. Di meja terdapat asbak, kacamata.
Saya duduk di sofa sederhana.
Di sebelah kiri saya ada Mas Hero, sebelah kanan
ada Mas Ismail dan Cak Zaidi.
Anak lelaki Pak Asmuri juga menemani kehadiran kami.
Seperti yang saya ketahui, Pak Asmuri adalah pencipta
lagu Sello’ Soca Mera, lagu Madura
legendaris. Dinyanyikan oleh S. Pandi feat
Asmi Utami, di youtube juga banyak
yang cover lagu itu. Dan kali ini saya bisa berbincang-bincang dengan beliau
untuk pertama kalinya.
Pak Asmuri masuk ke dalam rumah, tak lama lagi keluar dengan membawa kipas.
Mungkin Pak Asmuri menyadari kalau siang itu cuaca panas turut menyelinap ke
ruang tamu. Tak lupa pula kami di suguhkan es cao rabhet.
Pada mulanya kami banyak mengobrol dengan anaknya.
Sementara Pak Asmuri hanya menyimak saja. Pada akhirnya Pak Asmuri pun
berbicara, seolah baru saja mengumpulkan kenangan di masa lalu. Pak Asmuri
bercerita tentang banyak hal. Kadang menggunakan bahasa indonesia, kadang
bahasa madura.
Semasa muda, Pak Asmuri menjadi bagian penting
dalam rombongan seni pertunjukan Al Badar pada tahun 1960-an. Ia juga sering
menciptakan lagu-lagu dangdut berbahasa madura. Lagu-lagu yang ia ciptakan
banyak terinspirasi dari film-film india, lagu-lagu Sinar Kemala, Ida Laila dan
Roma Irama serta pengalaman pribadi.
Pak Asmuri pernah diajak Imam S. Arifin ke Jakarta,
akan tetapi ia menolak. Sebab ia Mempunyai kewajiban membina santri di
kediamannya.
Sembari menyimak banyak cerita dari Pak Asmuri,
kami menyalakan rokok.
Saya melirik Ahmad Zaidi, dari gelagat wajahnya,
seperti ingin menanyakan sesuatu perihal apa yang diceritakan Pak Asmuri. Saya
pikir Zaidi tertarik untuk menanyakan cerita di balik lagu Sello’ soca mera, menurut saya itu mirip dengan kisah cinta Zaidi.
Tanpa pikir panjang, saya pun bertanya perihal kisah
di balik sello’ soca mera, mungkin
Ahmad Zaidi akan senang mendengarnya.
“Carètana
sello’ soca mèra beremma ghânika, Pak?”
Sello’
soca mera
diangkat dari kisah
nyata. Berkisah tentang seorang pemuda, anggap saja namanya Saydi, ia tinggal
di Situbondo. Saydi menjalin hubungan asmara dengan seorang perempuan, anggap
saja namanya Klarita. Ia tinggal di Jember.
Dibilang gak punya pasangan, tapi seperti sudah
tunangan, dibilang tunangan tapi belum dilamar ke orang tuanya. Mungkin
sepasang kekasih itu hanya bertukar cincin meski tidak terikat pertunangan.
Suatu hari Saydi mendengar kabar bahwa apabila
Saydi menjalin hubungan dengan keluarga Klarita akan ada macannya, maksudnya
salah satu keluarga ada yang tidak beres. Saydi mempercayai itu dan tentu saja ia
sedih. Jadi Saydi memilih tidak meneruskan hubungannya dengan Klarita. Atau
jika dilanjutkan hingga menjadi suami istri, diyakini akan bisa berpisah, maka
dari itu lebih baik berpisah lebih dulu sebelum petaka yang mungkin lebih
menyakitkan akan datang.
Dan keduanya hanya bisa saling sambung doa. Mendoakan
yang terbaik.
Kurang lebih selama tiga tahun sebelum kisah ini
ditulis oleh saya. Potongan kisah selanjutnya ialah Saydi bertemu kembali
dengan Klarita. Keduanya saling menanyakan kabar. Saydi sudah mempunyai dua
anak. Ia hidup sederhana bersama istrinya. Sementara Klarita pernah mengandung
11 kali, tapi yang selamat hanya tiga anak. Dan suaminya tinggal saat itu
tinggal di Bali.
Saat ini Pak Asmuri masih menekuni sebagai guru
ngaji, sesekali ia diajak warga sekitar untuk menyanyi, ia bersedia akan tetapi
dengan lagu-lagu islami. Penglihatan Pak Asmuri juga mulai berkurang, mungkin
faktor usia. Pak Asmuri juga mengingatkan kami untuk ingat usia, sebab kita
tahu kapan akan mati. Jadi intinya, selalu melakukan yang terbaik dalam
kehidupan ini.
Banyak hal yang Pak Asmuri lewati sewaktu muda.
Pengalaman-pengalaman dalam seni, dangdut, serta kisah perjalan dan cintanya.
Ia mengatakan, semuanya tinggal kenangan. []

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Kakanda Redi

Cerpen: Ular-Ular yang Bersarang dalam Kepala

carpan Fendi Febri Purnama Totor

Carpan: Lekkas Paju

Apacapa Silvani Damanik

Merayakan Kebhinekaan: Indonesia dalam Perspektif Kaum Muda

Apacapa Jamilatul Hasanah Wisata Situbondo

Taman Nasional Baluran

Moh. Jamalul Muttaqin Mored Moret

Cerpen Mored: Perempuan Pelangi

Apacapa Muhammad Riyadi

Menakar Pilkada di Kota Santri: Pengaruh Pesantren dan Politisasi Identitas

Buku Indra Nasution Ulas

Kritik Terhadap Demokrasi

Apacapa Imam Sofyan

Olean Bersholawat: Pengajian Ramah Disabilitas

Apacapa Mohammad Farhan

Dadang Wigiarto; Bupati Religius itu Berpulang

Cerpen Kiki Sulistiyo

Cerpen: Batu Bolemeta

Ardhiana Syifa Miftahul Jannah Resensi

Resensi: Rumah Tanpa Cahaya

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Posisi Komunitas Muda Kreatif Situbondo dalam Revolusi Industri 4.0

Moret Taradita Yandira Laksmi

Cerpen Mored: Lukisan Kenangan

Buku Toni Al-Munawwar Ulas

Ulas Buku : Renungan Tasawuf

Cerpen Sheila Primayanti

Cerpen: Kehilangan Sebelum Memiliki

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Ulas Buku – Menceritakan tentang Hubungan Manusia dengan Jasad di Kubur

Apacapa covid 19 Regita Dwi Purnama Anggraini

Vaksin Covid-19 tiba di Indonesia, Disambut Penolakan dari Masyarakat dengan Alasan Ragu?

Kyaè Nabuy Madura Syi’ir Totor

Syi’iran Madura: Oḍi’ Mellas

Anwarfi Nandy Pratama Puisi

Puisi-puisi Nandy Pratama: Merayakan Kepergian

Ahmad Zainul Khofi Apacapa

Memaknai Situbondo “Naik Kelas”