Cerpen – Joe dan Dua Orang Gila

Oleh:
Gusti Trisno
“Halo,
ya, ya, ya. Saya setuju dengan pendapat Anda. Besok saya usahakan ke Malang.”
Joe
menghentikan laju sepeda motornya,
ditatapnya lelaki yang barusan bergaya seperti menelpon seseorang itu. Lelaki itu
tersenyum membuat buluk kuduk Joe meremang.
“Amit-amit.”
Rapal Joe dalam hati.
“Mas!!”
sapa orang lain melambaikan tangan pada Joe.
Joe
segera meninggalkan lelaki yang beradegan menelpon seseorang itu dan mendekati
perempuan yang memanggilnya
Mas.
“Ada
apa, Bu?”
Maka
Joe mendengarkan s
eksama
kisah tentang lelaki itu. Dari penuturan Ibu-ibu tersebut, Joe mengetahui jika
lelaki yang bergaya menelpon itu dulunya adalah dosen di kampus Joe menimba
ilmu. Lelaki bernama Saputra itu adalah lulusan terbaik di kampusnya, bahkan ia
langsung mendapat beasiswa untuk S2, lalu melamar menjadi dosen di kampus Joe,
dan tak sampai satu tahun kemudian diangkat menjadi PNS.
Tiga
bulan kemudian, lelaki itu menikah dengan teman kuliahnya. Awalnya mereka hidup
bahagia. Baru, ketika Saputra itu memiliki jam terbang ke berbagai universitas
setelah sekian lama. Ternyata, istrinya tak lagi ada di depan mata.
“Lho
ke mana, Bu?”
“Istrinya
kabur, Mas. Setelah itu, dia jadi stress.”
Joe
menggeleng kepala tak percaya. Pasalnya, jumlah populasi perempuan itu jauh
lebih banyak dibanding lelaki. Bahkan, menurut perhitungan suatu lembaga lelaki
dan perempuan itu 1:8. Artinya, jika ditinggal atau ditolak satu perempuan,
masih ada tujuh yang akan menerima atau menolak juga.
Tapi,
jika ditelisik lebih jauh. Hanya perempuan bodoh yang tak mau lelaki pintar,
seorang dosen, dan muda.
Tunggu-tunggu.
Joe menghentikan pikirannya sejenak.
“Jika
orang itu pintar, seharusnya ia tidak gila, Bu!”
“Ya,
Mas. Namanya dunia penuh rahasia. Sudahlah, nggak usah dipikir-pikir. Pokoknya,
Mas hati-hati dengan dia. Jangan dekat-dekat ya!”
“Makasih
ya, Bu.”
*
Joe
merenung dalam kamar kos yang tak terlampau besar. Ia berdoa pada Tuhan agar
tak memiliki nasib yang sama dengan lelaki itu. Lebih baik Joe ditinggal cinta
sesama manusia, ketimbang kehilangan cinta Sang Pencipta.
Usai
menghadap Tuhan dalam doanya, Joe disentakkan oleh pesan broadcast dari BBM-nya.
“Jangan-jangan
orang gila itu!” pikir Joe.
Mahasiswa
baru itu pun langsung bergegas keluar kamar kos menuju jembatan Semanggi. Dan
betapa terkejutnya ia ketika mengetahui si gila itu sedang membacakan puisi.
“Nyanyian
cinta karya Pablo Neruda.” Ucap lelaki itu bergetar.
Joe
segera mencari ponsel pintarnya dan merekam aktivitas laki-laki itu. Sungguh,
Joe berdecak kagum ketika mengetahui sisi puitis lelaki itu, bahkan ketika
membaca puisi. Nadanya yang naik-turun begitu pas.
Pembacaan
puisi si gila itu membuat orang-orang berkumpul. Mereka pun segera menonton
tontonan yang menghiburkan itu. Dan sekitar tujuh menit, pembacaan puisi itu
selesai.
“Terima
kasih kepada para fans. Apalah arti saya tanpa istri yang sempurna.” Ucap si
gila bangga.
Joe
menelan ludah.
*
Si
Gila Membaca Puisi
Joe
segera mengirim video itu di laman Youtube. Dan tak sampai satu jam, viewers-nya sudah mencapai angka satu
juta. Benar-benar fantasis!
Komentar
pun banyak berdatangan.
“Ini
setting-an ya? Kayaknya pura-pura
gila?”
“Lah,
asal muasal dia gila gimana kak? Ceritakan dong!”
Joe
tersenyum membaca komentar-komentar pengunjungnya.
Ia
pun bertekad untuk mengungkapkan teka-teki si gila.
Keesokannya
Joe mencari ibu muda yang menyuruhnya untuk menjauh dari lelaki itu di tempat
semula. Ia pun menanyakan ke beberapa orang.
“Oh.
Perempuan itu, Mas.” Jawab tukang jus.
“Ya,
Mbak. Orangnya kuning langsat, pakai daster.”
“Hati-hati!”
“Lho?”
“Karena dia itu gila. Ya, mungkin impas lah, Mas. Pasalnya, dulu ia membuat
mantan suaminya gila. Masak suami kerja terbang-terbang ke sana-sini. Eh, malah
selingkuh. Akhirnya, suaminya itu gila. Dan, ketika ia mengetahui
selingkuhannya itu selingkuh. Ia ikut-ikut gila!”
“Tunggu-tunggu,
Mbak. Penjelasan Mbak begitu rumit.”
Joe
segera mengeluarkan hapenya dan menunjukkan video yang begitu puitis itu.
“Nah,
itu suami perempuan yang mas cari.”
“Hah?!”
“Mereka
sama-sama gila, Mas. Bedanya ya, si lelaki itu jadwal keluarnya itu terjadwal,
seperti sebelum Zuhur nanti pas azan Zuhur pulang ke rumahnya. Begitu tiap
hari. Dia tidak pernah melukahi siapapun. Beda dengan si perempuan.”
“Kenapa
emangnya, Mbak?”
Perempuan
yang ditanya Joe tak menjawab, ia malah menampakkan ketakutan. Joe bertambah
bingung, dan ketika melihat ke arah belakang. Ia tersentak kaget.
“Ayo
sayang, kita terbang biar enak. Aku ingin menemanimu, janji nggak bakal
selingkuh!”
Demi
mendengar ucapan itu. Otot-otot Joe langsung lemas seketika. Siapa yang
sebenarnya gila?!
Biodata Penulis
Gusti
Trisno. Aktif menulis cerpen, puisi, novel, dan resensi. Penggiat Komunitas
Penulis Muda Situbondo ini lahir di Situbondo pada tanggal 26 Desember 1994.
Setelah menyelesaikan pendidikan
di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Jember,
kini ia menjadi guru Bahasa Indonesia di Yayasan Pendidikan Ponpes Nurul Islam
Jember.

Ia pernah
menjadi juara 2 Penulisan Cerpen dalam Pekan Seni Mahasiswa Jawa Timur 2016.
Tulisannya dalam bentuk cerpen dan essay telah dimuat di beberapa media. Ia
bisa dihubungi di Facebook: Gusti Trisno, E-mail: gusti.trisno@gmail.com atau
telepon: 085330199752.

Penulis


Comments

Satu tanggapan untuk “Cerpen – Joe dan Dua Orang Gila”

  1. Kakak, nomor hapeku hapus ya 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Musik Supriyadi Ulas

Senandung Kasih dari Ibu

Apacapa Imam Sofyan

Andai Aku Menjadi Bupati Situbondo

Apacapa Imam Sofyan

Kabar Duka itu Datang

Apacapa Indra Nasution

Pengaduan Orang-Orang Pinggiran

Apacapa Catatan Perjalanan Uncategorized

Daun Emas Petani

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Perempuan dalam Pusaran Konflik Agraria di Indonesia

Gusfahri Puisi

Puisi: Labirin Kerinduan

Apacapa Nanik Puji Astutik

Lelaki yang Kukenal itu tidak Punya Nama

Buku Feminis Mochamad Nasrullah Ulas

Resensi: Kesegaran (Perjuangan) Wanita dalam Menanam Gamang

BJ. Akid Puisi

Puisi : Tanah Luka Karya BJ. Akid

Apacapa Moh. Imron Ngaleleng

Menyimak Pengolahan Kopi Arabika di Kayumas

Apacapa

Laki-laki Memasak dan Mencuci? Ah, Biasa Saja!

Ana Khasanah Buku Ulas

Ulas Buku: Mengabdi Adalah Seni Menjelajahi Diri

Kriselda Dwi Ghisela Resensi

Resensi: Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam

Cerbung Fikri Mored Moret

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 2)

Cerpen Kiki Sulistiyo

Cerpen: Batu Bolemeta

Ahmad Zaidi Cerpen

Balu dan Cerita-Cerita Aneh

Fendy Sa’is Nayogi

Memahami Pepatah Madura: Gherrâ Ta’ Bisa Èangghuy Pèkolan, Lemmes Ta’ Bisa Èangghuy Panalèan

Apacapa

Sekolah dan Makna Sejati Pendidikan

Pantun Papparekan Madura

Pantun Madura Situbondo (Edisi 7)