Kehidupan Ini Tak Seindah Foto yang Kita Posting

Cerita
lain dari kehidupan ini mengajarkanku banyak hal. Membiasakan diri melihat hal
yang terkadang tak terduga. Dan itu bisa membuatku banyak belajar agar mampu
lebih memahami.
Banyak
dari kita melakukan kebohongan agar terlihat tidak ada ‘cacat’ dalam hal
apapun. Memamerkan kemesraan dengan caption
romantis. Mem-posting makanan, kelucuan
anak, bisnis dan lain-lain.  Betul nggak?
Hal
ini saya pelajari dari sosial media. Instagram yang sedang hit ini, misalnya.
Banyak peruntungan di sana. Bisnis online
sering kali kita jumpai. Bahkan followers
pun kebanyakan dari penjual toko online.
Dan pastinya ada perasaan penasaran agar bisa melihat foto-foto yang bisa
membuat kita ingin memilikinya. Sekali lagi, jika tak ada uang maka pupuslah
sudah.
1. Tampak bahagia
Kalau
kita lihat banyak teman sosial media mem-posting foto agar tampak bahagia. Sejujurnya, mereka sama dengan
kita memiliki masalah yang tak ingin disebar. Sedangkan kita? Terlalu sibuk
berkomentar hingga melupakan diri sendiri.
2. Tanpa ada cacat
Belajar
dari laman sosial media. Banyak yang di-posting
memamerkan keharmonisan. Seolah tidak ada cacat dalam hidupnya. Padahal di
balik layar foto ada penderitaan dan pesakitan yang tak ingin dibagi. Ia hanya
ingin orang lain tak melihat cacatnya. Kesedihannya. Dan penderitaan yang ia
simpan di balik layar photo. Ia ingin orang lain menilainya penuh kebahagiaan.
3. Penuh kebohongan
Tidak
ada yang pernah tahu seberapa mahal tas branded
dipakainya.  Tidak ada. Semuanya hanya kebohongan agar terlihat kaya.
Modis. Banyak uang dan sederet lainnya.
Banyak
kebohongan di balik postingan. Itu benar. Cerita yang tak ingin dibagi pada
siapapun,misalnya. Dan sejujurnya,hal itu dilakukan agar ia mendapatkan banyak
perhatian dan pujian. Tetapi, ada sebagian dari teman sosial media
menjadikannya tempat curhat. Ini yang sangat merugikan bagi penggunanya. Tak
mampu mengelola dengan baik akan menjadi bahan pembicaran dikalangan pengguna
lain.
“Si
anu baru putus.”
“Itu
baru saja posting kesedihan. Apa dia
punya masalah?”
Dan
masih banyak lainnya. Cepat kilat postingan kita akan menjadi bahan
perbincangan. Tapi itu semua kembali pada diri sendiri. Mau mem-posting yang seperti apa, itu hakmu.
Sekali lagi,ini adalah dunia maya dan ini seninya kita berada dalam dunia tak
tersentuh.
4. Pura-pura kaya
Kesederhanaan.
Sering kali kita membaca tentang hal ini. Apa itu sederhana? Kesederhanaan
bukan dilihat dari kaya atau miskinnya seseorang. Tapi, kesederhanaan dilihat
dari pola pikirnya yang simple. Karena semakin kita tahu akan ilmu,maka semakin
sederhana pula pola pikir kita.
Banyak
dari postingan foto memperlihatkan yang tak sebenarnya. Rumahnya bahkan tidak
sama dengan apa yang di-posting-nya.
Gayanya bak artis papan atas. Tapi rumahnya tidak sama dengan gayanya. Dan ini
akan menjadi mala petaka bagi si pengguna. Ia akan dicap sebagai seseorang yang
terlalu berlebihan. Dan postingannya akan mendapatkan banyak komentar sinis.
“Gayanya
seperti itu. Tapi dia tidak pernah melihat Ibunya. Malang sekali.”
“Sok
kaya! Orangtuanya saja seperti pemulung. Memalukan.”
“Jangan
sok kaya! Lihat rumahmu. Bergaya itu kudu ngaca.”
5. Pujian yang dapat
menyombongkan diri
Contoh
yang paling banyak kita temui ketika mem-posting
foto. Akan banyak komentar yang merajalela. Mulai dari “Subhanallah” hingga candaan lelucon
yang menilmbulkan perpecahan.
Pujian
adalah ujian. Coba ‘P’ dibuang maka akan menjadi ujian. Tidak ada pujian yang
mendatangkan ketenangan. Justru ia akan melakukan hal lebih agar bisa dipuji
secara terus menerus. Pujian mendatangkan banyak mudarat.
6. Penyakit ain hingga
penyakit hati
Tak
bisa dipungkiri, pelakor di sosial media lebih banyak. Ia bisa memberikan
penyakit pada si pem-posting.
Beberapa waktu lalu, saat saya ikut training
seminar tentang penyakit Ain. Saya merasa bergidik ngeri dan takut. Penyakit
Ain merupakan penyakit yang bisa mendahului takdir. Dan ini sangat berbahaya
bagi siapa saja. Dan penyakit hati akan lebih banyak pula. So, berhati-hatilah!
Apapun
yang kita posting dan komentari lebih menunjukkan siapa diri kita sebenarnya.
Maka berhati-hatilah dalam mem-posting apapun
di sosial media. Jangan sampai sosial media menghancurkan keluarga, persaudaraan
dan pertemanan. Baik-baiklah dalam mengelolanya. Semoga bermanfaat. []
Biodata Penulis
Nanik
Puji Astutik tinggal di Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Menjemput Cinta dari Tanah Santri ke Tanah Wali

Ibna Asnawi Puisi

Kesedihan Nahela dan Puisi Lainnya Karya Ibna Asnawi

Mored Moret Taradita Yandira Laksmi

Cerpen Mored: Benang Merah Pengekang

Apacapa Indra Nasution

Gepsos: Merayakan Kemerdekaan ke 72

Cerpen Haikal Faqih

Cerpen: Hijrah

A. Warits Rovi Cerpen

Cerpen: Lelaki Yang Bercita-cita Jadi Tukang Sihir

Irham Fajar Alifi Puisi

Puisi: Kita Tak Sendiri

Apacapa Imam Sofyan

Sastra, Buku dan Tanah Air Yang Hilang

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen Maha Dewi

Apacapa Rully Efendi

Demam Tangan Disilang, Kaesang Pun Patennang; Komitmen PSI Lawan Korupsi

Achmad Faizal Buku Resensi Ulas

Resensi Ada Apa dengan China?

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Ulas Buku – Hijabers in Love

Puisi Uwan Urwan

Sajak Orang Gila

Pantun Papparekan Madura Sastra Situbondo Totor

Pantun Madura Situbondo (Edisi 5)

Ahmad Maghroby Rahman Esai

Bejo, Suhaden, Kopi, Senja dan Rendra

Advertorial Apacapa Moh. Imron

Ji Yoyok Peduli Disabilitas

Cerpen Nanda Insadani

Cerpen : Mayat-Mayat Tercinta Karya Nanda Insadani

Yopie EA

Harapan Baru bagi Warner Bros?

Buku Indra Nasution Ulas

Kontroversi Kematian Adolf Hitler

Apacapa

Mengenal Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)