5 Alasan Kenapa Kalian Harus Ngefans sama Harli

Belakangan
ini, nama Harli mulai populer di kalangan warganet khususnya di Kabupaten
Situbondo dengan berbagai status dan komentarnya yang  begitu asyalalalalala.
Setelah dipikir-pikir, sebenarnya kalian kudu ngefans sama yang namanya Harli.
Kok bisa? Ini dia alasannya.
Bosan dengan Drama yang Disajikan
Sinetron
Belakangan
ini kami jarang sekali menonton sinetron-yang membosankan- terlebih dengan
banyaknya iklan-iklan, belum lagi cerita yang itu-itu saja. Ditambah lagi
ditutupnya bioskop—entah  sampai kapan—di
Situbondo. Kita tidak tahu kapan akan kembali ada yang namanya bioskop.
Kehadiran
Harli yang menuai kontroversi, layaknya artis yang diturunkan ke layar nyata
yang dapat kita nikmati kisahnya, tentunya dengan cerita yang penuh misteri,
seru, menegangkan, menunjukkan bagaimana kabar keadilan dan tentu ceritanya
sulit ditebak. Kira-kira seperti apa ending-nya?
Situbondo Minim Generasi
Pelawak
Selain
itu, minimnya hiburan rakyat seperti ludruk, ketoprak, tabbhuen atau semacamnya yang menghibur masyarakat Situbondo yang barangkali
 disebabkan musim hujan menjadi
penghalang atau memang lagi sepi tanggapan. Nah, Kehadiran Harli bagi sebagian
orang turut serta memunculkan lawakan-lawakan bagi orang yang turut merespon
dari status-status Harli belakangan ini dan tentunya menjadi hiburan tersendiri
mulai dari cara menghakimi, mendukung,  tidak sependapat, atau bahkan #akuharlipadamu
turut memberi warna atas komentar-komentar dari warganet.
Musim Hujan belum Usai
Maka
dari itu, di bulan penghujan yang masih identik dengan suasana sendu ini.
Terlebih dengan akan digelarnya pemilu serentak, maka muncul pendapat-pendapat
mulai dari orang paling pinter atau keminter yang sering berseliweran terutama
di media sosial. Begitu pula dengan status Harli di media sosial yang juga
mulai menuju politik turut menghangatkan suasana di musim hujan.
Dingin-dingin,
Harli sanggup menghangatkan hati kita semua dengan sekali klik, share, aminkan.
Situbondo kota Harly
Bagi
yang sedang sibuk memplesetkan nama-nama julukan bagi Situbondo. Sepertinya
Situbondo Kota Harly bisa dijadikan rujukan. Siapa tahu bisa dijadikan materi ala-ala
parodi gitu. Gimana? Kalau tidak setuju tidak apa-apa, maklumin ya,
abang-abang. Harli lelah, bang.
Jika Harli adalah Dilan Versi Situbondoan
Bisa
dibayangkan, bila Dilan adalah Harli yang namanya diganti Harlian. Barangkali akan
muncul joke begini “yang berat itu bukan
rindu, tapi komentarmu.”
Dan
coba kita bayangkan, dalam sebuah adegan film, dua orang saling berdebat tentang
siapa benar-siapa salah, muka keduanya memerah tersulut emosi yang mulai
tinggi, suara dikeraskan. Lalu datang seseorang bertanya kepada dua orang itu.
“Abang.
Harli..Harli apa yang berat?”
Dua
orang yang berdebat tadi disorot kamera, saling menatap kebingungan tanda
menyerah.
“Nyerah
ya. Jawabannya, adalaaah… Melewati Harli-Harli
tanpamu, setelah kamu pergi  dengan kekasih
lain.
Asyalalala~

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Moh. Imron

Penggiat Sastra Pesantren di Situbondo (Bagian 1)

carpan Helmy Khan Totor

Carpan: Sapo’ Mardha

Irwant Musik Ulas

Lek Marni dan Interpretasi Perasaan

Apacapa

Takdir dan Hal yang Tiada

Apacapa Wahyu Umattulloh Al’iman

Langganan Kebakaran Hutan dan Alih Fungsi Lahan, Derita atau Bahagia

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen: Deja Vu

Firman Fadilah Puisi takanta

Puisi: Hikayat Keabadian

Apacapa Nur Husna

Refleksi Hari Kesaktian Pancasila

Apacapa Sutrisno

KH. A. Wahid Hasyim; Perjuangan dan Pemikiran tentang Pendidikan, Politik dan Agama

Dhafir Abdullah Puisi Syi’ir Totor

Syi’iran Madura: Caretana Ajjhi Saleh

Apacapa Feminis

Body Shaming: Pelecehan, Bukan Lelucon

Apacapa Syaif Zhibond

Terima Kasih, Pak Dadang! Jasamu Abadi

Abay Viecanzello Puisi

Puisi: Muasal Luka 3 dan Puisi Lainnya

Apacapa

Iduladha sebagai Perayaan Berbagi dan Menyelamatkan Sesama

Dhafir Abdullah Puisi Syi’ir

Ikhlas Ngajhâr

Anwarfi Ngadi Nugroho Puisi

Puisi-puisi Ngadi Nugroho: Ramadan

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Mengembangkan Didik Anak di Era Milenial

ebook

Ebook: Sastra dan Corona

Curhat

Diary Al Kindi: Lebih Dalam dari Sekadar Matematika 100–31=69

Puisi Surya Gemilang

Puisi: Setelah Kau Pergi dari Kamarku