Curhat Si Buku

Dalam kegelapan
malam, si
Buku
sedang duduk bermuram muka. alisnya datar, bibirnya cemberut.
Kata anak muda,
sedang galau.
Oleh : Muhaimin
Dari kejauhan, si Radio memperhatikan
kegalauan si
Buku.
Karena tak tega
dengan kesedihannya, dia berniat menemaninya untuk mengurangi rasa galau yang
sedang menerpa.
“Hei,
Buku!
Kulihat kau sedang
murung.
Apa yang sedang mengganggu
pikiranmu?” ucap si
Radio
sambil duduk di samping si
Buku.
“Ah,
kau rupanya.
Ayo
duduklah
, temani aku sejenak! Aku sedang butuh teman bercerita,” kata si Buku sambil
menggeser posisi duduknya untuk memberi tempat kepada si
Radio.
Si Radio pun duduk dengan
tenang.
“Tapi,
bersediakah mendengar ceritaku?”tanya si
Buku sambil menatap wajah temannya
itu.
Si Radio mengangguk
sambil tersenyum.
Jadi begini
ceritaku.
Aku
sedang kehilangan semangat hidup saat ini.
Karena di masaku sekarang, aku hanya
menjadi sebuah pajangan pengoleksi buku?”
“Lo?
maksudnya?” tanya si Radio penuh keheranan.
Dahulu, aku menjadi
tempat untuk setiap orang mencari ilmu.
Mereka menghampiriku dan membuka
setiap lembaran yang ada pada diriku. mereka sangat senang.
Bahkan mereka rela
berlama-lama denganku dimanapun.
Aku sangat bahagia. Hingga akhirnya
perkembangan zaman mencampakkanku.
Orang-orang lebih tertarik dengan
artis pendatang bernama “internet”.
Dia hebat. Bodynya ramping dan
bisa memenuhi kebutuhan informasi yang dicari manusia.
Dan lama-kelamaan. Aku tak disentuh
lagi
,” si Buku bercerita
sambil menetes air matanya.
Kemudian dia
melanjutkan
,
Padahal aku sangat
senang saat diriku dibaca hingga larut malam.
Sekarang, aku hanya menjadi sebuah
pajangan.
Teman-temanku
juga bernasib sama.
Entahlah
bagaimana nasibku nanti
.
Si Radio mendengarkan
dengan seksama.
Cerita
si
Buku benar-benar
menyentuhnya.
Dan
sebenarnya, dia berkata dalam hatinya, “aku
pun sama denganmu,
Buku. Orang-orang sudah
bisa mendengarkan berita-berita dari si Internet”.

Sambil
lalu, mereka berdua duduk menatap rembulan.
Keduanya
terdiam meren
ungi nasib masing-masing. Oh
malangnya nasib mereka.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen: Deja Vu

dinda ayu lestari Mored Moret

Cerpen Mored: Prahara Ojung

Apacapa Ayu Ameliah

Urgensi Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Multikultural

Apacapa apokpak fulitik N. Fata Politik

Melawan Pandemi dengan Sains, Bukan Arogansi Aparat dan Mati Lampu

Apacapa Ulfi Nurkholifatunnisa

Pengaruh Media Sosial Terhadap Wawasan Kebangsaan Generasi Z

Apacapa Rully Efendi

Mas Rio-Mbak Ulfi; Calon Pemimpin Situbondo yang Anti Mainstream

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Percakapan Iwoh dan Saydi

Andi Fajar Wangsa Puisi

Kendari Selepas Hujan dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa

Puisi Riepe

Puisi – Ratapan Sunyi

Apacapa

Buku dan Perpisahan

Buku Toni Al-Munawwar Ulas

Bahaya Dengki dan Solusinya

Apacapa Kampung Langai Situbondo

Abâli Polè Ka Kampung Langai

Cerpen

Lelaki di Tepian Pantai yang Memandang Gunung

Cerpen Imam Sofyan

Cerpen Elia

Apacapa Sholikhin Mubarok

Kebenaran Adalah Kebaikan Kolektif

Buku Ulas

Senyum Karyamin: Perihal Kesederhanaan

Apacapa Fadhel Fikri

Revolusi Digital dan Keterasingan Sosial: Siapa yang Diuntungkan?

Cerpen Lia Fega

Cerpen : Perselisihan untuk Sang Tuan Karya Lia Fega

apokpak Cerpen N. Fata

Cerpen : Nanti Kutukar Cincin Pemberian Ibumu itu

Apacapa Madura Syaif Zhibond

Parabân Nyangsang