
Penantian panjang para pegiat literasi di kotaku, akhirnya terbayarkan dengan diadakannya kegiatan Festival Literasi yang berlangsung pada tanggal 11 – 15 Oktober 2025 di Alun-alun Situbondo.
Sinergitas antara Dinas Perpustakaan dan Kearsipan bersama teman-teman komunitas literasi serta dukungan Perpustakaan Nasional RI, berhasil menjadikan acara tersebut sukses dan meriah. Berkat kerja sama itulah, Situbondo saat ini, sedang mempamerkan wajah baru: Literasi. Wajah yang sebelumnya sempat tertimbun karena kurangnya perhatian dari pemerintah.
Namun sekarang ini, wajah itu sedang berdiri gagah dan mulai menggurita di tiap-tiap daerah. Apalagi, wajah literasi hampir rutin dikumandangkan sendiri oleh seorang bupati selaku pemimpin daerah— dengan harapan semua rakyatnya bisa kenal dan dekat dengan wajah itu. Seperti ungkapan “keajaiban akan datang kemudian”, dan keajaiban itu, datang bersamaan dengan terpilihnya Mas Rio, sebagai Bupati Situbondo.
Saat ini para pegiat literasi di kotaku sudah asyik berjingkrak-jingkrak kegirangan. Menikmati kemewahan karena ruang-ruang aktualisasi sudah diberikan seluas-luasnya. Mereka telah diperkenankan melakukan apa saja untuk turut membantu memberikan hal-hal baik terhadap kota kelahirannya. Melalui wajah literasi inilah, sebuah karya mulai banyak tercipta.
Sedangkan untuk orang-orang Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, mereka juga sudah mulai menyeka air mata keterasingan. Sekarang mereka sudah berubah menjadi pasukan siap siaga. Pasukan yang tak lagi bekerja dari pagi hingga sore hanya untuk tertunduk lesuh tanpa harapan yang pasti. Sekarang sudah tidak ada lagi kabar yang beredar soal tempat mereka bekerja hanya diperuntukkan untuk orang-orang buangan saja. Selama wajah literasi masih dianggap menjadi bagian penting dalam memajukan daerah, maka orang-orang yang berada di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan akan terus menjadi manusia paling sibuk (eksis) dan akan sering diperhatikan. Ya, harapannya semoga tambah semangat dan kompak, agar jargon naik kelas bukan hanya sekedar kata melainkan sebuah aksi yang nyata.
“Kita sudah punya kekuasaan. Silakan tuangkan ide-ide besar kalian. Jangan lagi merasa dianaktirikan. Kita sudah menang, kok.” Ucap Mas Rio, suatu waktu.
Ucapan itu ternyata bukan sekadar jampi-jampi, loh. Itu pasti. Lihat saja festival literasi kemarin, kalau bukan atas dukungan beliau, mana mungkin acara sebesar itu bisa terlaksana. Apalagi Ketua TP PKK Kabupaten Situbondo, Mbak Una, ditunjuk sebagai Bunda Baca pertama di Situbondo— jadi makin menggeliat dan semerbak wajah literasi di kotaku ini.
Tapi perlu diketahui, bahwa wajah literasi di Situbondo sudah ada sejak 10 tahun yang lalu, dan akan terus berumur panjang sampai betul-betul manusia punah. Barangkali. Dari dulu aktivitas literasi ini sudah mewabah, ada yang memulai dari pesantren, ada yang memulai dari lapak baca, ada juga yang memulai dari rumah-rumah sebagai wadah satu-satunya untuk mendiskusikan buku. Dan dulunya mereka mandiri tanpa ada uluran tangan dari pemerintah. Hebatnya, mereka masih bisa membuat Penerbitan buku: Seperti komunitas GSM dan Takanta.
Sekalipun nantinya usia Mas Rio dan Mbak Ulfi hanya 5 atau 10 tahun untuk menemani teman-teman pegiat literasi sebagai pemimpin daerah, itu tak jadi masalah. Sebab usia literasi, akan lebih berlipat-lipat ganda dari usia Bupati dan Wakil Bupati.
Tapi perlu kiranya kita berterima kasih dan memberikan apresiasi yang layak terhadap pemerintah saat ini. Berkat kepedulian dan dukungan mereka terhadap literasi, kami lebih mudah merangkul semua elemen untuk mengenalkan dan mengajak mereka agar dekat dengan wajah baru yang bernamakan literasi.
Armadanya ada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan yang berkunjung ke sekolah-sekolah, ada PKK yang dikomandoi oleh Mbak Una, juga rutin berkunjung ke desa-desa dan ada banyak komunitas literasi yang terus memberikan udara segar melalui giat-giatnya bersama buku-buku.
Dulu, ketika kami kedatangan penulis dari luar Situbondo, biasanya hanya bisa di tempatkan di cafe-cafe saja. Sekarang sudah bisa beralih di Pendopo Situbondo, atau di Alun-Alun Situbondo—seperti kemarin kita kedatangan Kalis Mardiasih, Puthut EA, dan Ahmad Rifa’i Rif’an. Di tempat sentral itu, semua orang bisa datang dan menyaksikan. Dan Semua orang bebas bergembira melalui buku dan aksaranya.
Ya! Semoga saja wajah baru yang kerapkali digaung-gaungkan akhir-akhir ini, bisa memiliki fungsi seperti santan— yang terus dibudidayakan sebagai identitas kuliner Situbondo. Maka literasi, juga perlu dibudidayakan dan digalakkan hingga kemudian berhasil menjadi identitas sebagai gambaran orang Situbondo.
Tinggalkan Balasan