Gunung Ringgit dan Puisi Lainnya


Oleh: M Firdaus Rahmatullah*

Gunung Ringgit
tiada
yang tersisa di gunung ringgit, udara habuk
dan
dedaunan gugur serupa kapuk
yang
selalu membuat mataku berang
seolah
menempuhi hidup tak tenang
demi
membersihkan diri dari waktu
bersuci
dari perilaku tak tentu
menghitung
yang kandas
sebelum
kata-kata lunas
sambil
melepas harapan yang aku pegang
menerbangkannya
menuju cakrawala mendatang
aku
raih dahan terkuat di antara pohon-pohon angsana
tiada
lupa bersyukur pada usia yang tersisa
di
jalan baluran yang meliuk mesra
kulintasi
kubur tua untuk mengingat alam sana.
2019, Panarukan.

Olean

ada yang harus
dibicarakan selepas peristiwa semalam

atau sekadar
menuliskannya dalam sajak-sajak muram
sebab tiada lagi
kejujuran di tiap mata insan
dan pena adalah
jalan lain menitahkan kebenaran
sampai kita tiba
di olean, bintang-bintang pecah di angkasa
seperti nubuat
dalam setarik napas purba dalam dada
di pabrik gula
yang sepi, kita tiada merasa sendiri
ada sejarah
bergentayangan di dinding-dinding purbanya
tapi tak pernah
kita coba menoleh ke kampung halaman
sebuah tempat
merendam rindu dendam tertahan-tahan
meruapkan udara
hijau dan sawah ladang tergelar
membasuh kesadaran
sejarak bermiliar-miliar
maka heningkan
segala gundah
akan datang
kemenangan bagi yang kalah.
2019, Panarukan.

Aku Berada di Tanah Pagi
aku berada di
tanah pagi
sesudah tadi
menemui sepi
dan kenyataan
adalah tujuan lain
selain waktu yang
bersigegas menubruk dari sisi lain
aku mencoba
mengabarkan padamu
sebuah kota yang
dilupakan peta sejak dulu
jalanan licin
seturut aliran air
tak kenal musim
pasti berair
ialah sampeyan,
sungai seturut bebatuan purba
memanggil namamu
sekadar mencukupi dahaga
lepas ke utara
hingga tiba di jangkar
tiada lain tiada
bukan adalah sebuah bandar
layaknya sebuah
kota merendam kehangatan
pun aryo gajah
situbondo menafsir
aku berada di
tanah pagi
sesudah tadi
menjemput matahari
tapi di sini,
kulepas jarak sejauh pandang
supaya tak lekas
kembali pulang.
2019, Panarukan.
___________________________
*) Penulis lahir di Jombang. Menggemari sastra dan kopi.
Karya-karyanya tersebar di beberapa media massa. Kini, mengabdi di SMAN 1
Panarukan Situbondo.
Email: mufira@gmail.com
Twitter          :
@mufirra_

**) Gambar: Alifian Yanuar.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Curhat

Menjadi Bapack2: Catatan Sepulang dari Kelas Ayah

Apacapa

Bendera One Piece: Semangat Kemerdekaan

Ahmad Zaidi Apacapa Liputan

GNI Indonesia 2019: Perjalanan Melepaskan Ketergesa-gesaan

Cerpen

Cerpen : Geger Karang Gegger Karya Yudik Wergiyanto

Cerpen Yolanda Agnes Aldema

Cerpen : Mimpi Setelah Membaca

Apacapa Setiya Eka Puspitasari

Potret Kemiskinan Di Balik Gemerlap Ibu kota

Apacapa Moh. Imron

Ali Gardy Bertiga: Tirakat Bunyi

Mareta C. Widodo Mored Moret

Puisi Mored: Senapan Pak Nidin dan Puisi Lainnya

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Situbondo Lebaran (Pesta) Bakso

Ayu Wulandari Buku Resensi Ulas

Resensi: Jungkir Balik Pers

Mored Safina Aprilia

Puisi Mored: Memori Karya Safina Aprilia

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Literasi Bergerak di Taman Siwalan

Buku Dani Alifian Resensi Ulas

Ulas Buku: Bahasa Sub Struktur Kekuasaan

Apacapa

Ketika Jurnalisme Tidak Harus Selalu Bergegas

Alex Cerpen Puji M. Arfi

Cerpen: Ingar-bingar Pemakaman

Uncategorized

Ulas Buku: Cegah Stunting Sedini Mungkin

Baiq Wahyu D. Puisi

Puisi: Purnama di Bulan Januari

Apacapa Review Film Syaif Zhibond

Ketika Obat Jadi Alat Persekongkolan Menkes, Dokter, dan Pengusaha

Apacapa Qunita Fatina

Analisi: Puisi Aku Ingin Karya Sapardi Djoko Damono

Agus Hiplunudin Apacapa

Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Profesionalisme Asesor