Kendari Selepas Hujan dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa


Kendari Selepas Hujan

Kendari
selepas hujan
Itu
pukul delapan malam
Cahaya
remang dari kejauhan
Lelaki
sunyi di basah jalanan
Yang
jauh masihkah menunggu
Mendendang
lagu suka
Atau
menyelam arti lupa
Pada
pulang kumasih setia
Bawa
cerita dan esok hari
Padamu
semua bermula dan kembali
        
Kendari, 2018
Menyaksi Kau
Pada Lautan Malam
Telah
jauh
Aku
selalu mencintai malam
Malam
ialah puisi terakhir yang kaucipta untukku
Setiap
membacanya
aku
adalah sunyi yang diguyur hujan
Jalanan
basah dan lagu-lagu masa lalu
Malam
dengan lampu yang tiada berkedip
mungkin
sedang kedinginan
Cahayanya
selalu tentang kegelapan.
Malam
ini. Aku berusaha telanjang padamu
Semua
kata telah tiada
Sebab
kau tak mengerti bahasa daun
Tak
sanggup memahami bahasa laut
Hampir
tiada laut
Malam
di kota ini
Beberapa
orang tak percaya pada laut
Laut
adalah rumah Tuhan yang tutup pukul delapan.
Tetap
saja aku mencintai laut
Laut
bukan pemisah
Laut
menyatukan kita, penghubung gelisah kita
Laut
penerjemah bahasa bahasa biru langit
Laut
adalah jalan menuju kepadamu.
Malam
ini
Ada
kafein yang berputar-putar dikepalaku
Ada
malam disana, juga laut
Tapi
tetap saja yang banyak adalah kau.
        
Kendari 2019

Tiada yang Ada
Ku
tatap langit
Tiada
yang ada selain dirimu
Aku
melihat
Bagaimana
laut dan langit tertaut menyatu
Lalu
aku merasa sangat kesepian
Sungguh
sangat kesunyian
mengepung
Aku
terbuang jauh dari rumah
Tapi
merasa tak ingin beranjak pulang
Ada
yang mengingat dan ingin ku ikat
Bayangannya
adalah derita
Dengan
bahagia ia menyatu
Tetapi
tetap saja
Tiada
yang ada selain dirimu
        
Kendari 2019
Hanya Ada
Cinta
Tiada
yang lain hanya cinta
Yang
tinggal di sini hanya rindu
Merdeka
dengan nyayianku
Merdeka
dengan sunyiku
Derita
dan bahagia adalah satu
Kau
sela dari rintik hujanku
Selalu
luas dari kesepianku
Kau
penuhi ruang, dimana mana
Mimpi
dan mimpiku
        
Kendari 2019
Selepas Magrib

Selepas
magrib
orang bercakap cakap
seperti bergembira
Langit
sedang merah
sepertinya jalan juga merah
air laut sedang kuning cokelat
semua tahu itu warna tanah
Seperti
bahagia
mereka pura-pura
lalu menghilang
arti sia sia

BIODATA PENULIS
Andi Fajar Wangsa. Pejalan yang sedang hinggap di Kendari.
Bisa dicek @fajarvangsa (twitter)

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fulitik

Billboard Diturunkan, Dukungan Masyarakat kepada Mas Rio Makin Meningkat

Apacapa

Setelah Ujung Jalan Daendels: Refleksi Panarukan dalam Serat Darmagandhul

Curhat

Diary Al Kindi: Lebih Dalam dari Sekadar Matematika 100–31=69

Ahmad Radhitya Alam Puisi

Ludruk dan Puisi Lainnya Karya Ahmad Radhitya Alam

Buku Fara Firzafalupi Ma’rufah Resensi Ulas

Resensi: Ikhlaskan Lepaskan Perjuangkan

Puisi Syukron MS

Puisi: Malam Minggu

Cerpen Nasrul M. Rizal

Cerpen : Belajar Dari Orang-Orang Idiot

Apacapa

Belajar, Bermain, Bergembira melalui Media Digital

Politik

Press Release Kongres HMI

Agus Hiplunudin Buku Ulas

Filsafat Politik Plato dan Aristoteles

Film/Series Ulas

Jika Marlina Terlahir di Situbondo

Apacapa Rahman Kamal

Cerpen: Kunang-kunang di Atas Perahu

Apacapa Irwant

Gagal Melamar Gadis dan BPN Situbondo

Buku Dani Alifian Ulas

Ulas Buku: Wajah Pantura, dan Kisah Seks Komersial

Dewi Sukmawati Puisi

Di Wajah Rintik Hujan dan Puisi Lainnya Karya Dewi Sukmawati

Irma Muzaiyaroh Puisi

Puisi – Sang Bayu

Puisi

Pelabuhan Jangkar dan Puisi Lainnya

Apacapa Uwan Urwan Wisata Situbondo

Bukit Pecaron

Abi Alfatih Mored Moret

Satu Langkah Terakhir

Apacapa Fendi Febri Purnama

Kolong Situbondo: Ada yang Beda pada Diksi Bahasa Madura di Situbondo #1