Kèta’ Kèdhung

Oleh:
Fendi Febri Purnama

Pernah
dengar kata ini tarètan? Saya lupa-lupa ingat tarètan. Ok ok saya gurui
ya, loh gak boleh menggurui sekarang, terus menjelaskan itu bukan menggurui? Saya
rasa sekulit ari membedakan itu tarètan.

Kèta’
kèdhung
ini istilah yang sering muncul
ketika mengaji di surau, masih kecil dulu, istilah ini masih dalam lingkup
bahasa Madura khususnya daerah Madura (secara etnis) yang berada di ujung timur
Jawa. Iya orang Madura (secara geografis) menyebutnya Madura swasta. Memang
merupakan kata dasar bukan kata majemuk karena yang seakan terdiri dari dua
kata ini tidak bisa berdiri sendīri, Kèta’ itu tanpa arti, kèdhung itu juga
tanpa arti.

Kèta’
kèdhung berkaitan dengan tempo satu gerakan tarètan. Sang Kyai atau Sang
Ustadz jika melihat si santri ketika salat terlalu cepat, apalagi tiap gerakan
salat hanya butuh waktu sekedip mata. Sang Kyai atau Sang Ustadz langsung
menegur bahkan mengarah ke memarahi “abhâjângnga kèta’ kèdhung! khoso’a
bârâmma?”
yang kalau diterjemahkan adalah “salatmu terlalu
cepat!! mana bisa diterima.”

Malulah
si santri ketika ditegur seperti itu, sehingga jika salat lagi disaksikan oleh
Sang Kyai atau Sang Ustadz pasti dilama-lamakan apalagi pas takbir “tagher
komo”
” bahasa Maduranya, maaf saya tidak terjemahkan sulit cari
terjemah bahasa Indonesianya. Tidak hanya itu ketika ruku’ atau sujud agar
terlihat khusuk lidah ini bersilat mengeluarkan ssst…ssst…ssst ketika
bacaan salat mati ke sin. Jika dipikir ya sama saja sih tarètan tidak
khusuk juga, malah bertambah riya alias terro èyalemma.

Sang
Kyai atau Sang Ustadz berlalu dengan tersenyum, menunggu setelah salat ketika
mengaji kitab Sullam dan Safinah. “Bagos ènga’ jârèya abhâjâng pakhoso’“,
santri-santri pun menunduk ke kolong meja sambil cengengesan. Dasar masih
anak-anak, pèkkèrra ghi’ ta’ ghenna’.

Namun
memang yang kecil ini menjadi “ghâghâman” ketika puluhan tahun
berlalu. Kèta’ kèdhung seakan menjadi cemeti buat diri ini. Cemeti ini
menyambuk menyalak diri ini ketika salat dalam keadaan terburu-buru terutama
ketika berada dalam kegiatan atau kesibukan, seakan terlontar kèta’ kèdhung
yang dulu terucap dari lisan mulia Sang Kyai atau Sang Ustadz. “Ḍu
dâ’âmma’a!!”
iya kèta’ kèdhung memang sederhana namun bermakna dan
barokah.

Terus
tarètan, zaman sudah berkembang maju melampaui pikiran kita. Kèta’
kèdhung
ini akankah mengalami pelebaran makna tidak hanya pada gerakan salat
saja? seperti kata-kata bahasa Madura yang lainnya yang banyak mengalami
pelebaran makna menjadi kiasan-kiasan. Bisa saja kita gunakan pada seseorang
yang bertindak atau mengambil keputusan terlalu terburu-buru, masuk kan? kalau
sepakat tarètan, saya masukkan kamus loh ini hihi. Kèta’ kèdhung.

 

Tentang penulis

Fendi Febri Purnama, penggiat dan Guru
Bahasa Madura.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

cerpen dan puisi pilihan takanta

Pengumuman Cerpen dan Puisi Pilihan Takanta 2020

Apacapa Nuriel Haramain

Hari Santri: Ajang Realisasi Jati Diri

Cerpen Uwan Urwan

Cerpen Seratus Perak

Cerpen takanta Wilda Zakiyah

Cerpen: Gerimis Kedua

Cerpen

Cerita dari Taman Kota dan Surat Kabar Misterius

Apacapa Indra Nasution

Gepsos: Merayakan Kemerdekaan ke 72

Cerpen M Firdaus Rahmatullah

Cerpen: Sebelum Kau Terjun Malam Itu

Apacapa

11 Rekomendasi dalam Kegiatan Temu Inklusi ke 5

Apacapa fulitik kenalmasrio

Mas Rio Ajak Anak Yatim Bergembira di Navara Waterpark Bondowoso

Ahmad Zaidi Apacapa Esai

Selamat Hari (Tidak) Jadi Kabupaten Situbondo

Puisi Uwan Urwan

Kita Telah Mati

Penerbit

Buku: Negeri Keabadian

Cerpen Dani Alifian

Cerpen : Karet Gelang Pemberian Ibu

Apacapa Nanik Puji Astutik

Kehidupan Ini Tak Seindah Foto yang Kita Posting

Buku Junaedi Resensi Ulas

Merekonstruksi Ulang Ketidakadilan Spasial dan Politik Kewargaan Desa

Almaidah Sela Agustin Istiqomah Cerpen

Cerpen: Bidadari Berhati Baja

apa esa Moh. Imron

Burombu: Sebuah Tema Kampung Langai 6

carpan Helmy Khan Totor

Carpan: Sapo’ Mardha

Fikri Mored Moret

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 3)

Nurillah Achmad Puisi

Puisi : Nafsu Pohon Surga dan Puisi Lainnya Karya Nurillah Achmad