Lelaki yang Kukenal itu tidak Punya Nama

Oleh
: Nanik Puji Astutik
Aku
tidak mau berkenalan dengannya. Itu yang kuteguhkan dalam hati setiap kali
melihatnya. Bukannya membenci tapi sekedar tidak suka.
Terlebih
kami hanya berbicara seadanya. Dan membuatku memiliki perasaan yang janggal
saat pertama kali bertemu dengannya. Bukannya aku berfikiran buruk tentangnya.
Tidak. Tapi lebih kepada melihat peringai kesehariannya yang membuatku tidak
menyukai dirinya.
Lelaki
itu berperawakan gemuk dan tinggi. Dia juga memiliki sifat baik. Tapi sifat
yang tidak aku sukai itu,dia memiliki sifat yang mau seenaknya sendiri.
Ya,siapa
sih yang tidak suka apabila bertemu dengan sejenis manusia yang memiliki sifat
seperti parasit? Semua orang pasti akan menghindarinya. Namun,ada juga orang
yang membiarkannya hingga memanfaatkan demi kepentingannya sendiri. Tidakkah
ini menyakitkan?
Kusebut
dia sebagai lelaki yang tidak memiliki nama. Ya,disebut apakah gerangan jika
hanya memanfaatkan orang lain demi memenuhi ambisinya?
Lucu
sekali saat mengingat betapa bodohnya diri ini di manfaatkan hanya demi kata
“kasian” ternyata yang dikasihani tidak tahu diri dan malu. Itulah yang
membuatku tidak menyukainya.
Sifat
yang seperti itu akan selalu merugikan orang lain. Tanpa merasa bersalah,dia
akan selalu memanfaatkan korbannya dengan perkataan yang menyedihkan. Seolah-olah
dirinya patut dikasihani.
Rasanya
ingin sekali k berkata padanya “sudahlah,jangan selalu memanfaatkan orang
lain. Tuhan menyuruh kita untuk berusaha semampunya. Bukan malah memanfaatkan
orang lain demi apa yang kita butuhkan dan inginkan” nyatanya tak semudah
apa yang dibayangkan. Miris sekali ‘kan?
Kuteguhkan
perasaan dan melawan hati yang mulai meronta. Mengatakan pada diri sendiri
“bahwa semuanya akan baik-baik saja” ternyata mustahil. Semakin
dibiarkan,ia semakin berulah dan bertambah peringainya.
Perasaan
marah dan sedih itu bercampur seperti adonan yang tidak bisa disatukan.
Perasaan sedih karena begitu menyedihkan diri ini,hingga begitu bodohnya di
manfaatkan. Dan begitu marahnya mengingat dirinya yang memanfaatkan semuanya.
Aku
pernah bertanya “benarkah ini salahku?” Atau “apa aku terlalu
punya hati sehingga aku membiarkan dia menjadi benalu dalam hidupku?”
Aku
mau menyalahkan siapa? Aku atau dia? Begitu membingungkan. Aku ingin sekali
egois. Ingin sekali. Aku memiliki kehidupan yang ingin aku perjuangkan.
Menggapai masa depan dan meraih apa yang diharapkan. Aku berharap bisa tegas
kepada siapapun itu termasuk pada diri sendiri.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Rekacipta Upacara Hodo: Belajar Dari Lenong

Fendi Febri Purnama Puisi Madura

Puisi Madura: Bânnè Gârimisen Polè

Agus Hiplunudin Apacapa

Rahasia Hidup Bahagia Ala-Kaum Stoik

Apacapa Rully Efendi

Demam Tangan Disilang, Kaesang Pun Patennang; Komitmen PSI Lawan Korupsi

Apacapa Rahman Kamal

Menghidupkan Kembali Semangat Ki Hadjar Dewantara

Cerpen Qurrotu Inay

Cerpen: Mereka Berbicara tentang Kamu

Apacapa Irwant

Jomblo dan Motor Tunggangannya

Apacapa Esai Muhammad Badrul Munir

Listrik Padam, Iduladha, dan Kita yang Bersuka Cita

Buku Edo Arnanda Ulas

Resensi: Lord of the Flies

Apacapa Nanik Puji Astutik

Lelaki yang Kukenal itu tidak Punya Nama

Nuriel Haramain Puisi

Puisi: Alkisah Mawar Berdarah

Apacapa fulitik Raisa Izzhaty

Menggugat Integritas Pejabat Publik

Apacapa Moh. Imron

Analisis dan Lirik Lagu Kala Benyak: Waktu yang Tepat untuk Bersedih

Aris Setiyanto Puisi

Puisi: Pendaki

carpan Fendi Febri Purnama Madura

Carpan: Sè Ronto

Buku Kim Al Ghozali AM Ulas

Resensi Buku : Ruang Kelas Berjalan Karya M. Faizi

Nur Akidahtul Jhannah Penerbit

Buku Warna Keraguan

Cerpen Qurrotu Inay

Cerpen: Rayuan Perempuan Gila

Nida Nur Fadillah Puisi

Puisi: Angin Misterius

Ahmad Zainul Hamli Apacapa Catatan Perjalanan

Malam ini Milik Kita Berdua