Membentuk Ruang Penyadaran Melalui Lingkar Belajar Feminisme Situbondo

Merintis sesuatu memang butuh perjuangan dan niat yang besar. Setidaknya ini yang kami alami ketika Lingkar Belajar Feminisme Situbondo dirilis, hingga telah memasuki minggu ke tiga. 

Dengan mengatasnamakan sebuah wadah bernama Ruang Teduh, kami membuat sebuah lingkar belajar kecil-kecilan, yang tentu saja, anggotanya kami batasi (supaya keren) sehingga vibes diskusinya terasa intim. Lingkar belajar yang berfokus pada perspektif feminisme ini, akan berlangsung kurang lebih satu bulan, dengan dua kali pertemuan dalam seminggu. Kami membuat sebuah kurikulum sederhana lengkap dengan bahan bacaannya, sehingga peserta mendapat pengalaman serta pemahaman yang terstruktur. 

Lingkar Belajar ini bukan hanya untuk mereka yang telah memiliki atau mengenal perspektif feminisme atau kesetaraan gender sebelumny,a, namun juga untuk mereka yang sangat awam tentang hal ini. Lingkar ini juga terbuka bagi siapapun, gender apapun, disabilitas maupun non disabilitas.

Saat pertama kali merilis poster, hingga dua hari setelahnya, kami tidak berhenti berdoa, agar supaya ada yang tertarik mengikutinya. Tepat di hari ke-3 poster dirilis, google form kami menerima notifikasi pendaftaran melalui isian google form di link bio.

Sambil tertatih-tatih sebab tiba-tiba lupa bagaimana cara mengecek formulir yang diisi di google form, kami tidak berhenti tersenyum hari itu. Hari-hari berikutnya sampai hari ini, kami sangat bersyukur, lingkar belajar ini terlaksana dengan baik. Lebih senangnya lagi, ada peserta yang jauh jauh hadir dari Probolinggo, sekitar 2 jam 30 menit dari lokasi lingkar belajar kami. Itu membuktikan bahwa masih banyak yang menginginkan ruangruang intelektual dan diskusi di Situbondo.


Ada pula peserta laki-laki yang mengikuti lingkar belajar kami. Ini juga membuktikan bahwa arah perjuanan feminis bukan untuk memusuhi laki-laki, namun justru, bersama laki-laki menumbangkan sistem patriarki.

Entah apa dan bagaimanapun output lingkar belajar ini, kami sangat mengapresiasi segala semangat dan perjuangan yang dilakukan oleh peserta setiap minggunya.
Setidaknya, ada satu persatu pemikiran anti kekerasan yang lahir dari forum kami.
Sebagaimana tagline Ruang Teduh: Aman, nyaman, dan setara.

No one left behind. Ruang-ruang penyadaran telah dimulai.

 Setidaknya, setelah lingkar belajar ini selesai, ada perspektif kesetaraan yang mampu diaplikasikan peserta dalam kehidupan sehari-hari. 

Setidaknya, setelah lingkar belajar ini selesai, peserta mampu lebih sensitif dan peka terhadap segala bentuk kekerasan di sekitar, dan tidak lagi menjadi bystander atau enabler.

Penulis

  • Raisa Izzhaty

    Raisa Izzhaty mengawali kecintaannya terhadap dunia tulis menulis sejak menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah SWARA SMASA. Ia melanjutkan studi di Fakultas Sastra di Universitas Negeri Malang serta Language Faculty Chiang Mai University, Thailand. Sempat menjadi tutor BIPA untuk mahasiswa asing, beriringan dengan aktivitasnya belajar menulis di Pelangi Sastra Malang dan Komunitas Penulis Muda Situbondo. Beberapa tulisan nya beredar di beberapa media massa, antologi, serta buku tunggal yang diterbitkan secara indie.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Imam Sofyan

Andai Aku Menjadi Bupati Situbondo

M. Najibur Rohman Resensi

Resensi: Surat-surat Bukowski tentang Menulis

Eva Salsabila Puisi

Puisi-puisi Eva Salsabila: Kontemplasi Rembulan

Apacapa Esai Syaif Zhibond

Serrona Rèng Situbende è Bulân Rèaje

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Review Buku Orang-Orang Bloomington

Apacapa Kampung Langai

Mengenal Festival Kampung Langai Situbondo

Kriselda Dwi Ghisela Resensi

Resensi: Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam

Guru Mored Moret Puisi Ririn Anggarini

Rindu dan Puisi Lainnya

Buku Mareza Sutan Ahli Jannah Ulas

Ulas Buku: Mendewasa dalam Rindu

Puisi Wahyu Lebaran

Puisi: Kehilangan Karya Wahyu Lebaran

Apacapa Musthofa Zuhri

Kisah Kenang dalam Jasa Sahabat

Apacapa Nur Husna

Bullying Bukan Budaya Kita

Apacapa

Pilkada Situbondo dalam ‘Perang’ Musik Anak Muda

Apacapa Fendy Sa’is Nayogi

Kemarau Tiba, Hati-Hati Kekeringan

Cerpen Kakanda Redi

Cerpen: Ular-Ular yang Bersarang dalam Kepala

Apacapa Marlutfi Yoandinas

“CACAT” DI UU CIPTA KERJA

Cerpen

Cerita dari Taman Kota dan Surat Kabar Misterius

Apacapa Supriyadi

Takbiran, Bunyi, dan Memori

Puisi

Leppet Madhura dan Puisi lainnya

Alex Cerpen

Surat tentang Salju Abadi