Menjadi Guru Super, Bukan Guru Baper

“Jika siswa punya seribu cara untuk berulah, maka guru harus punya seribu satu cara untuk memperbaikinya.”

Menjadi guru bukanlah tugas yang mudah, meskipun profesi ini sangat mulia. Bahkan, survei Good Statistik menempatkan guru sebagai profesi yang paling dipercaya masyarakat Indonesia. Namun, di balik penghargaan itu, guru tetap menghadapi tantangan besar: selain tanggung jawab moral mendidik siswa di kelas, mereka juga dibebani urusan administratif akibat kebijakan kurikulum.

Di ruang kelas, guru berhadapan dengan berbagai karakter siswa. Ada yang mudah diarahkan, ada pula yang keras kepala dan sulit dikendalikan. Pada titik inilah mentalitas seorang guru benar-benar diuji. Mampukah ia menjadi jembatan yang mengantarkan siswanya menuju peradaban maju—baik dari sisi pengetahuan maupun akhlak? Ataukah justru menyerah dan membuat siswa kehilangan arah karena guru tidak sanggup menghadapi tantangan tersebut?

Guru Baperan

Istilah guru baperan merujuk pada sosok pendidik yang mudah terbawa perasaan. Guru seperti ini gampang tersinggung oleh komentar atau perilaku siswa, cepat marah saat merasa tidak dihargai, bahkan mudah mengeluh ketika menghadapi situasi sulit. Akibatnya, suasana kelas menjadi tegang, siswa tidak nyaman, dan proses belajar terganggu.

Memang benar, guru juga manusia yang memiliki emosi. Namun, jika perasaan terlalu mendominasi, dampaknya akan merugikan siswa. Ketika siswa sudah merasa takut atau tertekan, materi pelajaran yang disampaikan tidak akan terserap dengan baik.

Meski begitu, guru baperan tidak selalu bermakna negatif. Ada kalanya sikap “baper” justru muncul dalam bentuk kepedulian emosional: guru yang mudah tersentuh ketika siswanya mengalami kesulitan, atau ikut bangga saat muridnya meraih keberhasilan. Hanya saja, sensitivitas ini tetap perlu dikelola agar tidak merusak profesionalisme.

Menjadi Guru Super

Sebaliknya, guru super adalah sosok pendidik yang mampu melampaui sekadar tugas formalnya. Ia bukan berarti tanpa perasaan, melainkan tahu bagaimana menempatkan emosi pada waktu dan konteks yang tepat. Guru super memahami bahwa menghadapi siswa nakal atau kelas yang bermasalah adalah tantangan yang harus dijalani dengan kesabaran, kreativitas, dan berbagai metode pembelajaran.

Guru super juga tidak berhenti pada transfer pengetahuan. Ia mampu menyalakan semangat belajar, menyesuaikan metode mengajar dengan kebutuhan siswa, serta peka terhadap kondisi psikologis dan sosial murid-muridnya. Dalam kondisi tertentu, guru super bahkan bisa berperan sebagai motivator, konselor, sekaligus sahabat yang membuat siswa merasa nyaman dan dihargai.

Namun, kedekatan dengan siswa tetap harus diimbangi dengan disiplin. Guru yang baik adalah sosok yang dihormati sekaligus disayangi. Dengan keseimbangan itulah, siswa akan lebih mudah digerakkan karena merasa dimengerti.

Pada akhirnya, pilihan ada pada setiap guru: apakah ingin menjadi guru baperan yang mudah terombang-ambing oleh emosi, atau menjadi guru super yang mampu mengelola perasaan sekaligus menginspirasi siswanya. Tugas guru memang berat, tetapi justru di situlah letak kemuliaannya mencetak generasi masa depan dengan ilmu, kesabaran, dan kasih sayang.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Curhat

Selimut Air Mata

Apacapa

Mengenang Sumur, Menatap Luka yang Curam

Apacapa Kakanan Kuliner Situbondo Moh. Imron

Nasi Kolhu Balung

Halimatussa’diah Mored

Puisi Mored: Pergi Tanpa Kembali dan Puisi Lainnya

Amaliya Khamdanah Buku Resensi Ulas

Resensi: Melintasi Zaman di Kudus Melalui Novel Sang Raja

Puisi

Tragedi Perokok dan Puisi Lainnya

Apacapa

Setelah Ujung Jalan Daendels: Refleksi Panarukan dalam Serat Darmagandhul

Apacapa

Menjadi Kepala Sekolah yang Inovatif

Apacapa Catatan Perjalanan

Diorama Pasar Mimbaan

Cerpen Lia Fega

Cerpen : Perselisihan untuk Sang Tuan Karya Lia Fega

Uncategorized

MMI Dukung Anak Muda Plalangan Wujudkan Impian

Puisi Syukur Budiharjo

Puisi: Sajak Kenangan Kota Tua

Cerpen Moh. Imron

Cerpen Manuk Puter

Apacapa Opini Sholikhin Mubarok

Ideologi dan Pandangan

Apacapa Esai Faidul Irfani Politik

Milenial Cerdas, untuk Pilkada Berkualitas

Prosa Mini Yudhianto Mazdean

Belajar dari Semesta; Kematian Bangsa Koloni

Irman Lukmana Puisi takanta

Puisi: Tiga Cangkir Kopi untuk Pacarku

Madura Raden Ajeng Afifah Maharani Totor

Manisan Cupcup: Manis Rassana Ate

Apacapa Syaif Zhibond

Terima Kasih, Pak Dadang! Jasamu Abadi

Cerpen

Cerpen : Geger Karang Gegger Karya Yudik Wergiyanto