Perempuan yang Jatuh di bawah Hujan

Beberapa
terakhir ini, aku tidak sengaja pulang dengan seseorang karyawan yang kantornya
tidak jauh dengan tempat aku bekerja. Seorang gadis berkulit putih dengan
rambut terurai panjang. Dia sering membawa map warna biru toska berjalan sangat
lincah, sesekali dia meloncati genangan air sisa hujan semalam dengan penuh
semangat. Bulu matanya yang lentik dan parasnya yang manis semakin membuat aku
ingin segera mendekatinya.

Hari
ini, aku amati dia ternyata menuju ke arah yang sama, sama-sama belok kiri
hanya saja bedanya dia masuk ke arah gang A sedangkan aku ke gang C. Siapakah
dia?
Sebetulnya
aku ingin sekali menjabat tangan dan segera menanyakan namanya. Pantanglah buat
aku bertanya lebih dulu, lebih tepatnya tidak berani, malu tapi mau.
Berhari-hari
aku mengamati gadis itu dari jauh.
Tiga
Minggu berlalu, nanti sore sepulang kerja aku harus berani mendekatinya dan
segera menanyakan namanya. Aku amati dia dari kejauhan sambil lalu menunggunya
pulang, aku percepat langkahku supaya bisa jalan sejajar dengannya. Dia
terlihat kaget ketika tiba-tiba aku muncul di sampingnya. Ini adalah
kesempatanku. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Tapi kenyataannya
aku hanyalah seorang cowok penakut, jangankan bicara berdiri, sejajar saja
badanku sudah gemetar dari ujung rambut sampai ujung kaki mulutku rasanya
seperti terkunci, mati gaya. Dari pada malu aku pun segera mengambil telepon,
berpura-pura ada yang menelponku. Aku berjalan lebih cepat lagi dan segera
melewati gadis itu, tenang masih ada kesempatan berikutnya sembari
mengelus-ngelus dadaku.
Sore
itu langit mendung, angin bertiup menderu-deru-menumbangkan beberapa pohon
besar yang tertanam di kanan-kiri jalan―terlihat dari kejauhan sekelompok orang
yang sedang berkerumun entah mereka sedang apa. Hujan satu persatu mulai
membasahi tubuhku. Aku berjalan lebih cepat lagi membelah ribuan rintik yang
jatuh. aAwalnya aku sudah melewati orang-orang yang berkerumun tersebut. Selang
beberapa langkah rasanya ada yang janggal di hatiku sebelum memastikan apa yang
telah terjadi di sana. Akhirnya aku kembali dan menyelinap masuk di sela-sela
mereka. Hah, aku kaget sekali melihat kejadian ini, untung saja tadi kembali,
ternyata yang jatuh adalah gadis itu, gadis yang beberapa hari lalu pernah aku
dekati.
“Kenapa
dia Pak?”
“Dia
terpeleset jatuh dari motornya, Nak,” kata salah satu ibu-ibu yang sedang
mengenakan payung.
“Saya
tahu rumahnya, Pak,” kataku kepada seseorang yang usianya sudah setengah senja.
Hujan
semakin lebat, tanpa berpikir dua kali, aku nyalakan motor dia dan segera
mengantarkan ke rumahnya.
“Kamu
pegangan yang erat ya?”
Didalam
perjalanan pulang gadis itu bertanya, “sejak kapan kamu tahu rumahku?”
“Sebenarnya
aku tidak tahu rumahmu, hanya saja aku tidak mau berlama-lama melihat kamu dalam
keadaan seperti itu, emangnya disana tidak ada yang tahu rumah kamu ya?”
“Tidak
ada yang tahu sama sekali, Nama kamu siapa?”
“Aku
Ipul.”
“Aku
Raisha,” suaranya nyaris tak terdengar karena hujan yang semakin lebat. “Pertigaan
depan kamu belok kiri.”
Aku
mengikuti arahan sampai depan rumahnya, ayah dan ibunya terlihat seperti marah
melihat kedatangan kami, mereka tampak kesal kepadaku, hati-hati turunnya,
kataku kepada Raisha. Ibunya merangkul Raisha dan segera membawanya kedalam
rumah.
“Kamu
apakan anakku sampai tangannya luka seperti itu?”
“Tidak
saya apa-apakan, Pak. Tadi dia… “
Belum
selesai menjelaskan kejadian tersebut, Ayah Raisha memotong pembicaraanku.
“Pergi
dari sini, aku tidak mau melihat muka kamu!”
“Saya
bisa jelaskan kejadian yang sebenarnya, Pak.”
“Aku
tidak mau mendengar penjelasanmu, cepat pergi dari sini!”
Perlahan
aku seret kakiku pulang dalam keadaan hampa. Kenapa Ayah Raisha tidak
memberikan kesempatan aku ngomong? Putri Bapak jatuh sendiri bukan karena aku.
Aku hanya bermaksud mengantarkan kerumah Bapak, dan memastikan dia benar-benar
sampai rumah. Tapi sudahlah tidak penting juga dibahas, toh kejadiannya sudah
berlalu, yang terpenting adalah Raisha sudah aman bersama keluarganya. Tubuhku
gemetar karena terlalu lama terkena hujan yang lebat. Aku segera ganti baju dan
membungkus seluruh tubuhku dengan selimut, kemudian tidur pulas sampai pagi
menjelang. []

Biodata Penulis
Ipul Lestari aktif di Backpacker Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Puisi Yuris Julian

Puisi: Pakaian Dari Bayang-Bayang Maut

Ipul Lestari Prosa Mini

Perempuan yang Jatuh di bawah Hujan

fulitik

1.100 Kaos Patennang Ludes Terjual, Efek Jalan Santai Bareng Mas Rio

Apacapa Ipul Lestari

Menggapai Atap Jawa

Baiq Cynthia Cerpen

Cerpen: Giok

Mahadir Mohammed Puisi

Puisi: Puing Hampa

Buku Indarka P.P Resensi Ulas

Resensi: Cinta, Ritual dan Balas Dendam

A. VickySha Cerpen

Cerpen: Peti Mati

apokpak Esai N. Fata

Timpangnya Demokrasi Tanpa Oposisi

Buku Ulas Yudik Wergiyanto

Senyum Karyamin: Perihal Kesederhanaan

Cerpen Yudik Wergiyanto

Cerpen : Hari yang Baik untuk Menikah

Nurul Fatta Sentilan Fatta

Menolak Sesat Pikir Pendidikan Cuma Cari Ijazah

Apacapa Mohammad Farhan

Iduladha sebagai Perayaan Berbagi dan Menyelamatkan Sesama

Cerbung Fikri Mored

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 6)

Khairul Anam Puisi

Puisi – Romantika Hujan

Devi Ambar Wati Puisi

Puisi: Mari Menikah

Apacapa Imam Sofyan

Tips Asyik Memilih Bupati dan Wakil Bupati

Buku Monique Clariza Resensi Ulas

Resensi: Jejak Kelahiran Manusia Lewat Adaptasi Grafis

Apacapa Sururi Nurullah

Fashion dan Berbagai Dampaknya

Apacapa Feni Fenawati

Fenomena Selebritis yang Terjun ke Dunia Politik: Antara Popularitas dan Kompetensi