Puisi: Merakit Tidur


Puisi-puisi
T. Rahman Al Habsyi
Kepada
Sumur Tua
musim kemarau
dari putih warna rambut di kepala
luka-luka itu menganga
air menyusur di udara
kau lupa menitip rindu kepada angsa
yang berenang-berenang
lalu tenggelam
tertanam sebuah
nama
pada hamparan do’a
Singaraja, 2019
Menuai Rindu
/1/
kau menuai
rindu pagi ini
aku biarkan
saja
sebab
seluruhnya tumbuh
dan kau
pemenangnya
/2/
wajahmu lekat
membuatku
semakin dekat
saat jarak jauh
menghalangi tatap
lalu kita
sepakat untuk menetap
/3/
dari yang
ukuran kecil
rindu-rindu
menjalar
melipat hari
dan bulan
saat kita jauh
dalam pelukan
/4/
kita tutup
percakapan
dengan sebuah
ciuman
lalu kita
menjadi satu badan
menuju
keabadian
Singaraja, 2019
Memilih Jatuh Pada Tatap Pertama
aku telah
menyerah menjadi pengembara
sebab bertemu
denganmu
aku kehilangan
peta
dan menuju satu
arah
yang biasa
disebut cinta
kau telah
berhasil membuat seorang petualang
menjadi hilang
akal
dan takut masuk
hutan
jauh dari
pelukan kau
aku menjadi
lelaki yang menikmati buku-buku
dan menyelipkan
namamu
dari setiap
abjad baru
rasanya itu
petualanganku
aku telah jatuh
dalam tatap
bola mata
Singaraja, 2019
Merakit Tidur
ibu memintaku
terlelap
saat siang
menyala menyengat
tepat di atas
kepala
panas terpapar
di angkasa
lagu-lagu
pengantar nyenyak dilantunkan
telinga kubuka
lebar-lebar
mimpi-mimpi
mulai menimpa menerjang
bahwa tidur
akan segera mengatarkan bunga
pada waktu yang
telah disiapkan
oleh Tuhan
pemberi kehidupan
ibu menyuruhku
diam
tidak banyak
bicara
saat puisi-puisi
pengantar tidur
ditulis oleh
penyair perempuan
selebihnya
terserah pembaca
memaknai apa
Singaraja, 2019
Kau Terbang
kau malam ini
pulang
mengudara
dengan pesawat terbang
bintang-bintang
akan menghiburmu sepanjang
perjalanan
buku-buku akan
membuka jendela ruang
untuk berfikir
lebih radikal
bahwa rumah tak
selamanya nyaman
dan merantau
bukan pilihan paling aman
merdeka dari
segala perintah dan memerintah
adalah petuah
Pram
yang sering kau
sebut-sebut
saat kau
menjadi budak untuk diri sendiri
Singaraja, 2019
Biodata Penulis
T. Rahman Al Habsyi lahir di Bondowoso, dan sekarang
berdomisili di Bali dan merupakan salah satu pengiat literasi di “Perpustakaan
Jalanan Lentera Merah Singaraja”. lelaki yang men-dewi-kan ibunya. Suka menulis
Cerpen, Esai, Puisi. Juara III lomba karya esai Festival Anti Korupsi 2017 yang
diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Denpasar dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), puisinya pernah menjadi kontibutor di CV.
Saweupena Publisher, Aqla media, Mazemedia, Writing is Amazing WA Publisher
Bukit tinggi-Sumatra Barat, Withim Of The 2nd Asean Poetry Writing Competition
Them “Puisi dan Perdamaian”. TribunBali. Tulisannya juga bisa dilihat di
Tatkala.co
Media sosial fb : Taufikur Rahman Al habsyi

Ig : @kokoopik


Sumber foto : pixabay

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agus Hiplunudin Buku Ulas

Politik Era Digital karya Agus Hiplunudin

Catatan Perjalanan Ngaleleng Nur Faizah Wisata Situbondo

Gunung Panceng Adventure

Apacapa

Semsem 1: Silaturahmi Seni ke Timur

Advertorial

Aturan Pemasangan Panel Surya

Apacapa

Politik Menyegarkan Ala Mas Rio

Apacapa Syaif Zhibond

Selamat Molang Are, Orang Pilihan

Nuriman N. Bayan Puisi

Sekelopak Mata dan Puisi Lainnya Karya Nuriman N. Bayan

Puisi Tjahjaning Afraah Hasan S. A.

Puisi: Harap 25 Sumsum

Andi Fajar Wangsa Puisi

Puisi : Sore yang tak ingin Kuakhiri dan Puisi Lainnya Karya Andi Fajar Wangsa

Apacapa Buku Junaedi Ulas

Reformasi Birokrasi Perwujudan Birokrasi yang Berbudaya

Apacapa Imam Sofyan

Tips Asyik Memilih Bupati dan Wakil Bupati

Pantun Papparekan Madura Sastra Situbondo Totor

Pantun Madura Situbondo (Edisi 5)

Apacapa Esai Muhammad Ghufron

Menjadikan Buku sebagai Suluh

Baiq Cynthia Cerpen

Cerpen: Giok

Apacapa Moh. Imron

Ali Gardy Bertiga: Tirakat Bunyi

Buku Toni Al-Munawwar Ulas

Pentingnya Kesehatan Gigi dan Mulut

Abi Alfatih Mored Moret

Satu Langkah Terakhir

Apacapa Irwant

Jomblo dan Motor Tunggangannya

Buku Penerbit Ulas

Buku: Saudade dan Cerita Lainnya

Apacapa

Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah