Puisi Mored: Jeritan Pantai Peleyan dan Puisi Lainnya


Oleh: Nur Akidahtul Jhannah

Jeritan Pantai Peleyan

Wisata
bahari yang terlantar
Auranya telah
lama memudar
Tak lagi
dapat menggelar tikar
Suasana
sudah menjadi liar
Peleyanku
telah tercemar
Sampah
melilit sampai ke akar
Bunga-bunga
tak lagi mekar
Kupu-kupu
dan ikanpun tak minat keluar
Siapakah
yang berbuat onar
Bersikap
layaknya ular
Lihatlah
pantai ini sakit tercakar
Oleh sikap
kita yang di luar nalar
Sampah kita
terdampar
Menghina
lautan pantai ditampar
Lenyapkan
kehidupan yang terpancar
Penyakit
ini kian menular
Apakah hati
kita tak bergetar
Melihat
pantai kita seperti bar
Memperbaiki
memanglah sukar
Kini waktunya
semangat perubahan kita bakar


Pesona
Wisata KK 26

Sejauh mata
memandang
Sawah indah
membentang
Burung
burung bersarang
Pohon pohon
bergoyang
Bambu bambu
rapi dipasang
Menggoda
penduduk tuk berdagang
Menyulap tanah
lapang
Menjadi
ramai gemilang
Orang orang
mulai datang
Disambut
hangat sang belalang
Disapa
manja kolam renang
Mengeruk
malang buihkan girang
Ketenangan
membunuh tegang
Luapkan
rasa senang
Sampai air
mata berlinang
Ingin slalu
ku mengenang
Aku akan
berterus terang
Dengan
mabuk kepayang
Kusiapkan
sepasang sayap panjang

Ditempat
ini kuingin terbang


Generasi
Tipis Empati
Berjalan
bak bintang
Pamerkan
diri bergelimang uang
Menyakiti
tanpa bimbang
Masih lebih
baik binatang
Tahukah,
kau hanya bergantung
Jangan anggap
itu beruntung
Kau bukan
tulang punggung
Kau hanya kru
dibalik panggung
Aku muak
akan sikapmu yang miring
Memandang jijik
pasukan compang camping
Perlakukan
teman layaknya anjing
Menghajar
penasihat hingga berkeping keeping
Slalu dan slalu
membuang muka pada kemalangan gelandang
Sangat
pelit dan tak jarang memasang wajah garang
Namun setidaknya
kau murah hati pada wanita jalang
Manjakan
mereka dengan kunang kunang
Tak heran
kau gapai semua dengan gampang
Mengandalkan
tangan yang begitu panjang
Wahai
pemuda pemilik hati berlubang

Tunggulah
masanya kau tumbang

__________________
*) Penulis merupakan siswi kelas XII Bahasa, SMA Negeri 1 Situbondo. Penyuka sastra.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Alexong Apacapa

Wahana Trampolin, Catatan Pameran Exposition

Ahmad Radhitya Alam Puisi

Ludruk dan Puisi Lainnya Karya Ahmad Radhitya Alam

Politik sukandi

Bukan Kolosal Karmapala: Habis Gelap, Terbitlah Perubahan

Apacapa Buku Junaedi Ulas

Reformasi Birokrasi Perwujudan Birokrasi yang Berbudaya

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Novel Anak Bersudut Pandang Banyak

Apacapa Erie Setiawan Musik Ulas

Album Langngo Keroncong Kremes: Renaisans Keroncong Madura

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Sudut Pandang Marketing Politik; 30 Persen Keterwakilan Perempuan Dalam Parlemen Antara Harapan dan Kenyataan di Pileg 2019

Puisi Wilda Zakiyah

Puisi: Sapardi, Selamat Jalan Menuju Keabadian

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Terima Kasih Situbondo

Haura Zeeba Karima Mored

Cerpen Mored: Katarsis

Apacapa MA Marzuqin

Apacapa: Ngobrolin Gus Dur: “Gus Dur, Sastra dan Wanita”

Apacapa Mohammad Farhan

Maukah Kau Menemaniku di Kampung Langai, Dik?

Buku Ulas

Sunyaruri; Hantu-Hantu Kesunyian

Alex Apacapa

Sebuah Kado di Hari Pernikahanmu

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Igauan yang Mungkin Puisi atau Semacam Puisi

Buku Dani Alifian Resensi Ulas

Resensi: Mengarungi Latar Sosio-Kultural Masyarakat Minang

Nurul Fatta Sentilan Fatta

Menolak Sesat Pikir Pendidikan Cuma Cari Ijazah

Apacapa Raisa Izzhaty

Jika Tidak Mampu Menjadi Pandai, Setidaknya Jangan Pandir

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Senarai Kritik untuk Sinetron Indonesia

Ahmad Zaidi Cerpen

Kematian Bagi Kenangan