Puisi: Pendaki


PENDAKI
temanku kini seorang
pendaki
mengitari tengkuk hitamnya,
memeras keringat
mendekap punggungnya,
segunung beban
berserak onak, di pundak
—di benak.
temanku dulu sering jelangi
surau di tengah dukuh
tak ada bahkan setetes
pun peluh di keluhnya
: mengapa aku tak di
sini dari dulu-dulu?
Temanggung, 24-02-2020
SATU KEAJAIBAN
semesta, kalang kabut
angin ribut yang meributkan
hubungan
awan dan langit yang
renggang
semenjak bintang-bintang
berjatuhan, awan
karsa turun. dan orang-orang
usah mendongak
demi setipis kapas putih
bergerumul melucuti malam
gulita
hujan di pagi hari di
kutuk pencari lembar
pemisah kisah.
keindahan, diagungkan.
sedang yang maha agung
dinomorkesekiankan karena
lagu alam termerdu
kolibri dan kondor di
hutan sebelum pemberhentian ketiga
menikahi tanah basah,
pejamkan mata
dengar alam bernyanyi,
berlagu wirid
dzikir di sepanjang langkah
agar tanah yang melayang
menujumu
tak beranjak menyetubuh
tubuh lusuh
penuh? penuh! headline
berita, bunga di pusara gaib
satu keajaiban hidupkan
engkau
satu keajaiban kembalikan
engkau
Temanggung, 24-02-2020
SORE-SORE
kau panggil nama aku
yang tertinggal di jurang
hatimu
kau bawa aku menemu selaksa
peristiwa yang alam senandungkan
kita di mana? danau buatan
dan gazebo bambu
kabut adalah berselimut
bukit
Temanggung, 24-02-2020
BANALITAS
aku, memisah ayah-ibu
dan anak-anak
mereka seusai bersua
meja makan
sebelum bel terakhir
berbunyi
kursi-kursi itu harus
terisi
yang memeras keringat,
mengarak benak
mata mengerjap-ngerjap,
mengharap
minggu yang ditunggu
berangsur menjadi muda
tak kunjung terjelang
malah mengulur-ulur masa
hari ini, aku memisah
sahabat dari sahabatnya
ketika tak bersua aku
pun
lebih memilih menjejakkan
kaki memijaki
ilalang jalang di jalan
pegunungan yang maha sempit
butuh satu keajaiban
tuhan biar tak tergelincir
jurang hati, mati.
Temanggung, 25-02-2020
B AJA
kau bahkan tak sadar
ketika kaca pengilon
menjabarkan perubahan
malah bertanya, apa?
sedang kau sapa aku
kau kirim aku pesan whatsapp
mengelak, aku yang maha
awal
mengelak, kau yang lebih
maha awal
kesal, kau kutinggal
Temanggung, 25-02-2020
DI PAGI HARI
yang terhormat
yang lebih dahulu disapa
apa kabar? malas kerja
gajimu tak kunjung terbang
jadi panutan
selalu ada yang kurang
maka musti banyak bersyukur
aku bakal mati
keluhmu padahal
semua orang pasti mati
pinggang yang tak dialiri
kemurnian
hampir tiga tahun lamanya
jenuh bersua dokter dan
kesehatan mahal harganya
Temanggung, 25-02-2020
Biodata
Penulis
Aris Setiyanto fan
JKT48 yang hobi menulis puisi.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ahmad Maghroby Rahman Esai

Bejo, Suhaden, Kopi, Senja dan Rendra

Apacapa Moh. Imron

Alternatif Nama Pendopo Selain Aryo Situbondo

Politik

Press Release Kongres HMI

Akhmad Idris Apacapa Esai

Investasi dan Hal-Hal yang Perlu Direnungkan Kembali

Agus Widiey Puisi

Puisi: Amsal Sunyi

Ahmad Zaidi Apacapa Liputan

GNI Indonesia 2019: Perjalanan Melepaskan Ketergesa-gesaan

Ana Rahmawati Buku Ulas

Resensi: Hampa Karya Damalin Basa

Achmad Muzakki Hasan Buku Kiri Soe Hok Gie Ulas

Tentang Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan

Nurul Fatta Sentilan Fatta

Melihat Pemkab Situbondo Bela Non-ASN yang Dirumahkan

Buku Ulas

Sundari Keranjingan Puisi dan Cerita-cerita Lainnya: Santai, Namun Serius Berkelakar

Kyaè Nabuy Madura Syi’ir Totor

Syi’iran Madura: Oḍi’ Mellas

Apacapa Indra Nasution

Gepsos dan Kisahnya

Amaliya Khamdanah Buku Resensi Ulas

Resensi: Melintasi Zaman di Kudus Melalui Novel Sang Raja

Futihah Qudrotin Puisi

Patung Kekasih dan Puisi Lainnya Karya Futihah Qudrotin

Apacapa

Apakah Menjadi Ibu Dilarang Sambat?

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Novel Anak Bermuatan Nilai-Nilai Kemanusiaan

M Firdaus Rahmatullah Mored Moret Puisi

Gunung Ringgit dan Puisi Lainnya

analis Iis Dahlia

Analisis Puisi Nikmati Hidup

Agus Yulianto Cerpen

Cerpen : Tarian Hujan

Apresiasi Kampung Langai

Jingle Festival Kampung Langai