![]() |
pixabay |
PUISI
AHMAD ZUBAIDI
AHMAD ZUBAIDI
Penjahit Sunyi
Seorang
laki-laki menjahit sunyi yang berlompatan dari cahaya ke cahaya
laki-laki menjahit sunyi yang berlompatan dari cahaya ke cahaya
Di
sela dentang jam dinding berlipatan
sela dentang jam dinding berlipatan
dan
sebuah puisi yang ditanggalkan
sebuah puisi yang ditanggalkan
sendiri
di bilik debu
di bilik debu
pelan-pelan
jarinya menghunuskan alif
jarinya menghunuskan alif
diantara
potongan nun
potongan nun
bulan
adalah cahaya yang tiba-tiba meretakkan diam
adalah cahaya yang tiba-tiba meretakkan diam
luka
dan tetes darah tak menjeda jahitannya
dan tetes darah tak menjeda jahitannya
meski
angin menelan bunyi
angin menelan bunyi
mata
pukatnya belum nampak nanar kelabu
pukatnya belum nampak nanar kelabu
berkali-kali
menimang sunyi
menimang sunyi
agar
seirama dengan puisi
seirama dengan puisi
ia
letakkan warna-warna langit
letakkan warna-warna langit
setiap
kali sunyi menari memintal benang
kali sunyi menari memintal benang
dan
diantara tik tok malam
diantara tik tok malam
ia
sesekali berpuisi menenun bunyi
sesekali berpuisi menenun bunyi
Gapura,
03-2019
03-2019
TANAH KAMI
Tanah kelahiran kami sungguh ajaib, Pak!
ia
menyulam kotoran menumbuhkan padi-padi, jagung berdendang dan tembakau menenun
tembang kemarau
menyulam kotoran menumbuhkan padi-padi, jagung berdendang dan tembakau menenun
tembang kemarau
Dahulu
Pak! Sengaja kami tanami ladang dengan pohon jati, siwalan dan pohon kelapa
Pak! Sengaja kami tanami ladang dengan pohon jati, siwalan dan pohon kelapa
Agar
cucu-cucu kami dapat melihat masa lalu dari puncaknya, subur tanah kami
mengalunkan lagu-lagu mayang yang memutikkan kebahagiaan. Lenguh sapi kerapan,
keringat sapi lotrengan, pèsapèan pappa[1],
dan layang-layang yang diterbangkan angin kemarau masih terjaga dan menumbuhkan
kebiasaan
cucu-cucu kami dapat melihat masa lalu dari puncaknya, subur tanah kami
mengalunkan lagu-lagu mayang yang memutikkan kebahagiaan. Lenguh sapi kerapan,
keringat sapi lotrengan, pèsapèan pappa[1],
dan layang-layang yang diterbangkan angin kemarau masih terjaga dan menumbuhkan
kebiasaan
Ladang
kami yang ditanami padi telah disukai burung-burung pipit yang setiap awan
berarak menarik sketsa senja telah menyemai senyum yang merontokkan
tanggal-tanggal dari almanak perdaban, namun kami menyukainya sebagai
pemandangan alam yang biru
kami yang ditanami padi telah disukai burung-burung pipit yang setiap awan
berarak menarik sketsa senja telah menyemai senyum yang merontokkan
tanggal-tanggal dari almanak perdaban, namun kami menyukainya sebagai
pemandangan alam yang biru
Namun,
ketika pembangunan diprioritaskan
ketika pembangunan diprioritaskan
Tanah-tanah
kami telah dirampas para investor
kami telah dirampas para investor
pesisir
pantai yang saban hari mempertontonkan keindahan telah dikeruk hingga kemarau
yang dulu kami pendam keluar sebagai penyesalan. Tak ada lagi pohon-pohon
rindang, ilalang yang hijau sirna ditelan kerongkongan penjajah
pantai yang saban hari mempertontonkan keindahan telah dikeruk hingga kemarau
yang dulu kami pendam keluar sebagai penyesalan. Tak ada lagi pohon-pohon
rindang, ilalang yang hijau sirna ditelan kerongkongan penjajah
sedang
wakil rakyat pemerintah bapak sibuk memanjakan dirinya tak peduli rakyat
melarat
wakil rakyat pemerintah bapak sibuk memanjakan dirinya tak peduli rakyat
melarat
pesisir
pantai, ladang-ladang tembakau, tarian padi sudah diubah menjelma sangsai
paling murni dari penyesalan yang tak berarti
pantai, ladang-ladang tembakau, tarian padi sudah diubah menjelma sangsai
paling murni dari penyesalan yang tak berarti
Tanah
kami !
kami !
Hilang
di tangan pemimpin sendiri
di tangan pemimpin sendiri
Gapura,
20 Februari 2019
20 Februari 2019
[1] : adalah permainan yang terbuat dari pelepah pisang dibentuk seperti
kuda yang dahulu diaminkan anak-anak di madura, namun setelah pengaruh
globalisasi permainan itu telah tergantikan oleh Hendpond.
kuda yang dahulu diaminkan anak-anak di madura, namun setelah pengaruh
globalisasi permainan itu telah tergantikan oleh Hendpond.
Tinggalkan Balasan