Puisi-puisi Cahaya Fadillah: Setelah Engkau Pergi

 

Permintaan Paling Memaksa

 

Tuhan, boleh
aku meminta?

Sedikit
memaksa kelihatannya

Engkau pasti
lebih tahu maksud hatiku sebenarnya

Maafkan hamba

 

Tuhan,
pintaku masih sama

Masih tentang
dia, jodoh yang engkau takdirkan sedikit lebih lama

Lalu engkau
panggil secepat kedipan mata

 

Tuhan, aku
salah apa?

Hingga
menghukumku sedemikian hebatnya

Dia yang
paling memahami, dia yang sangat kucinta

 

Tuhan,
marahkah engkau padaku sehingga mengambilnya?

Jika dia
tidak bisa kembali pada pelukan hamba

Ijinkan hamba
meminta dia untuk bersama di surga selamanya

 

Bukittinggi,
1 April 2023

 

 

 

Setelah Engkau Pergi

 

Bolehkah aku
marah atas kepergianmu

Karena
menangis sudah cukup membuat hatiku pilu

Bolehkah aku
berteriak meminta janjimu

Yang dulu
bilang ke mana pun kamu, akan membawaku

 

Kini, engkau meninggalkan
aku

Padahal baru
sebentar kita bersama

Mengayuh
perahu sederhana

Dengan hujan
dan badai berbeda

 

Selama
bersama

Tidak banyak
air mata

Terlalu
banyak tawa, lalu aku terlalu bahagia

Tapi, kenapa
engkau memilih pergi selamanya?

 

Bukittinggi,
1 April 2023

 

 

 

Rindu Aku yang Telah Hilang

 

Aku tenggelam

Dalam kabut
pikiran yang menekan

Meronta,
menengadah dan meminta bantuan

Tidak ada
sesiapa yang mengulurkan tangan

 

Aku memilih menghilang

Lalu, diam
dalam pikiran yang berantakan

Lagi dan lagi
aku dianggap terlalu menyebalkan

Akhirnya aku
memilih melipat kenangan

Menyimpan
senyuman

Lalu, tidak
mau berbaikan dengan diri

Terlalu
menyedihkan menjadi diri sendiri

 

Bukittinggi,
1 April 2023

 

 

Mama dan Papa

 

Ma, Pa.
Hidupku ini harus ke mana?

Rasanya sudah
terlalu lelah aku mengayuh perahuku setiap hari

Banyak lubang
yang semakin membesar

Apalagi
dengan dayung yang perlahan lapuk oleh perasaan

 

Ma, Pa

Apa aku
durhaka selama ini

Sehingga
ujian menimpa diri

Karena hati
engkau kusakiti berkali-kali

Sehingga
Tuhan membenciku kini

 

Ma, Pa

Bolehkah aku
mengeluh

Berkata
lelah, pada hati yang sudah patah

Pada mata
yang lelah basah

Dan tubuh
yang selalu lelah

 

Lelah pada
hidup yang tidak lagi punya arah

 

Bukittinggi,
1 April 2023

 

 

 

 

Hujan dan Kedinginan

 

Hujan hadir
lagi di mataku, Tuan

Padahal aku
sudah kedinginan

Semua terjadi
begitu saja walau aku enggan

Setelah
melihat potretmu yang tersenyum dengan menawan

Yang memeluk
buah hati kita dalam dekapan

 

Hujan membuat
hatiku kedinginan, Tuan

Belum kering
hati dan mata oleh rasa kehilangan

Kini ia
datang lagi menggangguku untuk kali kesekian

Menatap
potretmu harusnya menghapus rinduku kan?

Tapi malah
membuat mataku berkabut dan hujan

 

Riuhnya
gemuruh menyiksa batin

Membuat
ragaku lelah, jiwaku tertekan

Sampai kapan
aku merasakan?

Hidup
terpaksa, mati ketakutan

 

Bukittinggi,
03 April 2023

 

 

 

Stasiun Hati

 

Bising,
sesak, ingin meledak

Seperti
berdiri dalam keramaian yang membuat telingaku pekak

Tubuh penuh
peluk, lengket dan berminyak

Belum lagi
air mata terus ingin menyeruak

 

Di sini, di
stasiun hati

Aku menunggu
kamu yang tidak mungkin menghampiri

Sejak perpisahan
berbeda alam itu

Kita dibuat
berjarak padahal kamu masih di hati

 

Puanglah,
datanglah, aku masih menunggu

Hatiku masih
biru

Masih
menyebut namamu

Lalu, kenapa
tidak pulang untuk memelukku?

 

Bukittinggi,
3 April 2023

 

 

 

Doa Panjang Di Depan Sajadah Kenangan

 

Kulihat
langit sudah penuh dengan doa manusia

Doaku juga
ikut-ikutan memenuhinya

Kau tahu,
Tuan

Sejak kau
pergi aku mengadu di sajadah saja

 

Hilang tempat
mengadu, hilang tempat bermanja

Manja dan
kalimat curahan hati hanya kukirim melalui sajadah kenangan kita

Setiap doa
hanya bisa kugantung di langit saja

Deritaku,
kutancapkan pada langit sebelah sana

 

Kau lihat,
Tuan

Masih tentang
engkau, masih tentang kita

Lalu buah
hati kita

Dan berakhir
dengan mampukan aku tanpamu

Walau kita
tidak lagi bersama

 

Bukittinggi,
3 April 2023

 

 

 

Tentang Penulis

Cahaya
Fadillah, wanita berdarah Minangkabau. Alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Padjadjaran yang  sangat menyukai dunia sastra.
Beberapa karya antologinya antara lain : Mengemis Sepi (2017), Aku, Rindu dan
Hujan (2017), Best Friend (2018), Kumpulan Puisi Kupus Perlina (2018), HADIAH,
Sebuah Antologi Tentang Ibu dan Anak (2019), Sepenggel Cerita tentang Kita dan
Cinta (2019), Cerita Kita ; Kumpulan Cerita Religi (2019), Kumpulan Puisi
Swastamita dan Arunika (2019), The Story of Life : Woman’s Squat  (2019), Single Dad ; Sisi Hebat Seorang Ayah
(2020), Asamaradana (2020),  A Cup of
Spirit  – Kehilangan di masa pandemi
(2021). Buku solonya berjudul Mirror (2020), Mantan, Kok, Romantis (2021) dan
Cinta Mia (2021), Luka (2022).Beberapa karya cerpennya dapat dibaca dengan
mengetik nama pena yang sama.

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi, lahir dan tinggal di Situbondo. Alumni DKV
Universitas Malang tahun 2017, freelance designer, owner @diniharistudio
Situbondo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen – Dendam Amba

Abi Alfatih Mored Moret

Satu Langkah Terakhir

Puisi Saiful Arif Solichin

Puisi: Jalan Pulang

Buku Indra Nasution Ulas

Kontroversi Kematian Adolf Hitler

Indra Nasution Prosa Mini

Daya Kritis yang Hilang

Apacapa

Yusuf and Beny Siap Menyambut Tour Manca Negara Pertama di Malaysia

Puisi Rizal Fathurrohman

Puisi : Hujan yang Merenung dan Puisi Lainnya Karya Rizal Fathurrohman

Apacapa Yudik Wergiyanto

Produktivitas dan Dua Kawan

Uncategorized

Mendidik Anak Tanpa Kekerasan

Apacapa apokpak N. Fata

Memperkuat Kemanusiaan Generasi Digital

Cerpen Muhtadi ZL

Cerpen: Senja yang Menyakitkan

Puisi Zen Kr

Puisi : Moksa dan Puisi Lainnya Karya Zen Kr

Moret Taradita Yandira Laksmi

Cerpen Mored: Lukisan Kenangan

Apacapa Raisa Izzhaty

Hal-hal yang Dibicarakan Sepasang Suami Istri Setiap Hari

Alex Buku Ulas

Membaca Dawuk : Kisah Kelabu Dari Rumbuk Randu

Cerpen Ruly R

Cerpen: Balada Kesibukan

Polanco S. Achri Prosa Mini

Di Salah Satu Kamar Mayat dan Prosa Mini Lainnya Karya Polanco S. Achri

Banang Merah Cerpen

Prosa Mini : Monolog Seorang Kekasih Karya Banang Merah

Cerpen

Cerita dari Taman Kota dan Surat Kabar Misterius

Apacapa Ayu Ameliah

Urgensi Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Multikultural