Puisi: Resonansi Karya Mim A Mursyid


Puisi-Puisi
Mim A Mursyid*
IBU
Ibu
adalah kesetiaan
Pada
cinta dan kasih sayang.
Sering
desing tangisku
Membunuh
lelap malam tenangmu,
Namun
tetap kau teduh tanpa keluh.
Kerap
aku bersikap tak ramah
Kala
dada sempitku direnggut amarah
Sejenak
pun tak pernah kau hilang tabah
Lalu
engkau memeluk dan meniup ubun-ubunku,
Di
sampingmu, Ibu
Jibril
mengamini nafasmu.
O,
tak ada yang meredam lebih piawai
Saat
kenakalanku menjelma badai
Hanya
semilir anginmu
Sejuk
mendesir kalbu.
Teruslah,
Ibu
Basuh
namaku di setiap sujudmu
Lantaran
aku kotor
Dan
airmata doamu
Percik
telaga kautsar
Yang
kudamba selalu
Untuk
menyucikan batinku.
Ibu,
engkaulah itu
Wanita
yang menuang seluruh samudera ke dada
Agar
segala yang masuk ke dalam diriku:
Comberan,
sampah, tinja, lumpur,
Air
tuba, kencing nelayan, muntah manusia
Semua
larut-sirna
Tanpa
rasa, tanpa warna
Dan
yang tersisa hanya warna biru keyakinan
Agar
tiada gemetar kutatap langit di atas awan.
Ibu,
dalam puisiku,
Metafor-metafor
keder memajaskan agungmu
Tiada
kalimat yang pernah indah
Untuk
kuhatur padamu sebagai madah
Karena
engkaulah, Ibu
Puisiku
yang paling sempurna.
Madura,
2019
AYAH
Ayah,
Setiap
pagi menjelang
Teduh
raut wajahmu membayang
Dan
rengek masa kecilku
Menyemerbak
aroma rindu,
Seketika
semua datang dalam kenang.
Dahulu,
Engkau
ajari aku membaca
Parade
huruf-huruf cuaca
Kelak
aku paham
Ada
yang tertulis sebelum hujan
Atau
tandus kemarau berkepanjangan.
“inilah
tamsil arah pengembara bakal melangkah”
Kutanam
kalimat ayah
Di
sum-sum dan alir darah.
Ayah,
kaulah jibril
Mendekapku
dalam gigil
Dan
berbisik tentang rumus waktu
;perihal
terawal yang kuterima sebagai wahyu.
Madura,
2019
AKU
ADALAH RIAK OMBAK YANG MERINDU PANTAINYA
Perahu
kayu melaju
Memacu
deru rindu,
Tak
usah bimbang
Pada
gertak gelombang.
Mari
tantang kabut
Dan
angin rebut
Biar
guntur berdebur
Biar
orang bertutur
Ziarah
laut ziarah kubur,
Dada
busung tiada mundur
Jiwa
besar tak gentar
Pada
kilat menyambar
Layar
menjulang ke ujung maut
Tiada
yang boleh takut,
Aku
adalah riak ombak yang merindu pantainya
Wahai!
Bagaimana betah di perantauan
Bila
kibar daun siwalan
Adalah
lambai tangan-tangan
Yang
paling memanggil pulang
Wahai!
Antarkanlah kami ke dermaga
Pelabuhan
rindu seluruh semesta.
Kini,
yang asin telah tawar
Segala
debar memudar
Tanamlah
jangkar di lubuk hati
Tambatkan
sampan pada yang abadi
Telah
kutepati janji
Memelukmu
kembali
Pulau
Sapudi
Madura,
2018
RESONANSI
Barangkali
Nikmat
paling surga
Adalah
menjadi
Delapan
tangga nada,
Kubawa
engkau
Ke
puncak pejam paling tajam
Semesta
bunyi gemuruh dalam ruh
Kita
pun manunggal sebagai rindu.
Madura,
2019
SERIGALA
Di
puncak
Malam,
Aku
Mengaum.
Parau
Desau
Kuguncang
Ranjang
Yang
Melumat
Purnama
Ke
dasar
Mimpimu.
Madura,
2019
Profil Penulis
*] Mim
A Mursyid, petani asal Pulau Sapudi, Sumenep. Menulis puisi sejak 2014. Bergiat
di Lingkar Puisi Taneyan Lanjheng. Karyanya dimuat di Radar Madura, Galeri Renjana Pena, NusantaraNews.co, Kawaca.com, Bulletin
Paragraf, dll
. Antologinya yang terbaru Janji Senja (JSI: 2019). Kini
sehari-hari sibuk merawat tanaman cabai di pekarangannya FB : Mim Aly Mursyid, Email
: murtaqi98@gmail.com.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fendi Febri Purnama Puisi Madura

Puisi Madura: Petteng Calèmot Karya Fendi Febri Purnama

Alifa Faradis Cerpen

Cerpen: Perempuan Penjaga Senja

Muhammad Husni Puisi

Puisi: Untuk Gadis

Apacapa Moh. Imron

Lahir: Menjadi Seorang Ayah

Mored Moret Puisi Nur Akidahtul Jhannah

Puisi Mored: Jeritan Pantai Peleyan dan Puisi Lainnya

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Perlawanan Terhadap Eksploitasi Anak

Apacapa apokpak N. Fata

DPRD Menggonggong, Pak Karna: Ngutang PEN Jalan Terus

Puisi Saifir Rohman

Puisi : Tikungan Berdebu Karya Ayif Saifir R.

Aris Setiyanto Puisi

Puisi: Pendaki

Apacapa

Tirtho Adhi Soerjo, Detik.com dan Berita Hoax

Apacapa Mei Artanto

Komunitas Biola Situbondo: Sebuah Capaian dan Tantangan

Ipul Lestari Puisi

Alisa, Kamulah Puisiku

hafid yusik

Surat Terbuka untuk Kiai Muhyiddin

Indra Nasution Prosa Mini

Daya Kritis yang Hilang

Ahmad Radhitya Alam Cerpen

Ritual Kopi dan Mua’llaqat dan Microsoft Word dan Kiai Agus dan Menyendiri

Puisi Rion Albukhari

Puisi: Sonet Api

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Beberapa Alasan untuk Kaum Dâd-ngodâdhân Nyocco di TPS

Apacapa Imam Sofyan

Aku, Polisi dan Buku

Cerpen Ken Hanggara

Cerpen – Dunia Silver

Buku Dani Alifian Ulas

Ulas Buku: Narasi Nasib Sastra Untuk Anak