Puisi-Puisi
Mim A Mursyid*
Mim A Mursyid*
IBU
Ibu
adalah kesetiaan
adalah kesetiaan
Pada
cinta dan kasih sayang.
cinta dan kasih sayang.
Sering
desing tangisku
desing tangisku
Membunuh
lelap malam tenangmu,
lelap malam tenangmu,
Namun
tetap kau teduh tanpa keluh.
tetap kau teduh tanpa keluh.
Kerap
aku bersikap tak ramah
aku bersikap tak ramah
Kala
dada sempitku direnggut amarah
dada sempitku direnggut amarah
Sejenak
pun tak pernah kau hilang tabah
pun tak pernah kau hilang tabah
Lalu
engkau memeluk dan meniup ubun-ubunku,
engkau memeluk dan meniup ubun-ubunku,
Di
sampingmu, Ibu
sampingmu, Ibu
Jibril
mengamini nafasmu.
mengamini nafasmu.
O,
tak ada yang meredam lebih piawai
tak ada yang meredam lebih piawai
Saat
kenakalanku menjelma badai
kenakalanku menjelma badai
Hanya
semilir anginmu
semilir anginmu
Sejuk
mendesir kalbu.
mendesir kalbu.
Teruslah,
Ibu
Ibu
Basuh
namaku di setiap sujudmu
namaku di setiap sujudmu
Lantaran
aku kotor
aku kotor
Dan
airmata doamu
airmata doamu
Percik
telaga kautsar
telaga kautsar
Yang
kudamba selalu
kudamba selalu
Untuk
menyucikan batinku.
menyucikan batinku.
Ibu,
engkaulah itu
engkaulah itu
Wanita
yang menuang seluruh samudera ke dada
yang menuang seluruh samudera ke dada
Agar
segala yang masuk ke dalam diriku:
segala yang masuk ke dalam diriku:
Comberan,
sampah, tinja, lumpur,
sampah, tinja, lumpur,
Air
tuba, kencing nelayan, muntah manusia
tuba, kencing nelayan, muntah manusia
Semua
larut-sirna
larut-sirna
Tanpa
rasa, tanpa warna
rasa, tanpa warna
Dan
yang tersisa hanya warna biru keyakinan
yang tersisa hanya warna biru keyakinan
Agar
tiada gemetar kutatap langit di atas awan.
tiada gemetar kutatap langit di atas awan.
Ibu,
dalam puisiku,
dalam puisiku,
Metafor-metafor
keder memajaskan agungmu
keder memajaskan agungmu
Tiada
kalimat yang pernah indah
kalimat yang pernah indah
Untuk
kuhatur padamu sebagai madah
kuhatur padamu sebagai madah
Karena
engkaulah, Ibu
engkaulah, Ibu
Puisiku
yang paling sempurna.
yang paling sempurna.
Madura,
2019
2019
AYAH
Ayah,
Setiap
pagi menjelang
pagi menjelang
Teduh
raut wajahmu membayang
raut wajahmu membayang
Dan
rengek masa kecilku
rengek masa kecilku
Menyemerbak
aroma rindu,
aroma rindu,
Seketika
semua datang dalam kenang.
semua datang dalam kenang.
Dahulu,
Engkau
ajari aku membaca
ajari aku membaca
Parade
huruf-huruf cuaca
huruf-huruf cuaca
Kelak
aku paham
aku paham
Ada
yang tertulis sebelum hujan
yang tertulis sebelum hujan
Atau
tandus kemarau berkepanjangan.
tandus kemarau berkepanjangan.
“inilah
tamsil arah pengembara bakal melangkah”
tamsil arah pengembara bakal melangkah”
Kutanam
kalimat ayah
kalimat ayah
Di
sum-sum dan alir darah.
sum-sum dan alir darah.
Ayah,
kaulah jibril
kaulah jibril
Mendekapku
dalam gigil
dalam gigil
Dan
berbisik tentang rumus waktu
berbisik tentang rumus waktu
;perihal
terawal yang kuterima sebagai wahyu.
terawal yang kuterima sebagai wahyu.
Madura,
2019
2019
AKU
ADALAH RIAK OMBAK YANG MERINDU PANTAINYA
ADALAH RIAK OMBAK YANG MERINDU PANTAINYA
Perahu
kayu melaju
kayu melaju
Memacu
deru rindu,
deru rindu,
Tak
usah bimbang
usah bimbang
Pada
gertak gelombang.
gertak gelombang.
Mari
tantang kabut
tantang kabut
Dan
angin rebut
angin rebut
Biar
guntur berdebur
guntur berdebur
Biar
orang bertutur
orang bertutur
Ziarah
laut ziarah kubur,
laut ziarah kubur,
Dada
busung tiada mundur
busung tiada mundur
Jiwa
besar tak gentar
besar tak gentar
Pada
kilat menyambar
kilat menyambar
Layar
menjulang ke ujung maut
menjulang ke ujung maut
Tiada
yang boleh takut,
yang boleh takut,
Aku
adalah riak ombak yang merindu pantainya
adalah riak ombak yang merindu pantainya
Wahai!
Bagaimana betah di perantauan
Bagaimana betah di perantauan
Bila
kibar daun siwalan
kibar daun siwalan
Adalah
lambai tangan-tangan
lambai tangan-tangan
Yang
paling memanggil pulang
paling memanggil pulang
Wahai!
Antarkanlah kami ke dermaga
Antarkanlah kami ke dermaga
Pelabuhan
rindu seluruh semesta.
rindu seluruh semesta.
Kini,
yang asin telah tawar
yang asin telah tawar
Segala
debar memudar
debar memudar
Tanamlah
jangkar di lubuk hati
jangkar di lubuk hati
Tambatkan
sampan pada yang abadi
sampan pada yang abadi
Telah
kutepati janji
kutepati janji
Memelukmu
kembali
kembali
Pulau
Sapudi
Sapudi
Madura,
2018
2018
RESONANSI
Barangkali
Nikmat
paling surga
paling surga
Adalah
menjadi
menjadi
Delapan
tangga nada,
tangga nada,
Kubawa
engkau
engkau
Ke
puncak pejam paling tajam
puncak pejam paling tajam
Semesta
bunyi gemuruh dalam ruh
bunyi gemuruh dalam ruh
Kita
pun manunggal sebagai rindu.
pun manunggal sebagai rindu.
Madura,
2019
2019
SERIGALA
Di
puncak
puncak
Malam,
Aku
Mengaum.
Parau
Desau
Kuguncang
Ranjang
Yang
Melumat
Purnama
Ke
dasar
dasar
Mimpimu.
Madura,
2019
2019
Profil Penulis
*] Mim
A Mursyid, petani asal Pulau Sapudi, Sumenep. Menulis puisi sejak 2014. Bergiat
di Lingkar Puisi Taneyan Lanjheng. Karyanya dimuat di Radar Madura, Galeri Renjana Pena, NusantaraNews.co, Kawaca.com, Bulletin
Paragraf, dll. Antologinya yang terbaru Janji Senja (JSI: 2019). Kini
sehari-hari sibuk merawat tanaman cabai di pekarangannya FB : Mim Aly Mursyid, Email
: murtaqi98@gmail.com.
A Mursyid, petani asal Pulau Sapudi, Sumenep. Menulis puisi sejak 2014. Bergiat
di Lingkar Puisi Taneyan Lanjheng. Karyanya dimuat di Radar Madura, Galeri Renjana Pena, NusantaraNews.co, Kawaca.com, Bulletin
Paragraf, dll. Antologinya yang terbaru Janji Senja (JSI: 2019). Kini
sehari-hari sibuk merawat tanaman cabai di pekarangannya FB : Mim Aly Mursyid, Email
: murtaqi98@gmail.com.
Tinggalkan Balasan