Puisi: Santet


AWAL TAHUN : MUSIM AKAN
BERGANTI
Pancaran cahaya
keperak-perakan
Dari mendiang sang
senja
Bekas silauan
mentari yang mulai terbenam
Di penghujung barat
cakrawala
Berhias gerombalan
burung camar
Yang hendak pulang
menuju sarangnya
Sambil dendangkan
kicauan khas
Bertasbih memuji
sang pencipta
Namun, gumpalan
pekat bertransisi
Mengitari atap
langit kala itu
Mengikuti setiap
embusan angin
Dari arah tak
menentu
Mendung selimuti
secercah cahaya senja
Lambat laun pudar
mulai pudar
Tergantikan
kerlap-kerlip gerutu petir
Saling bersahutan
Rinai hujan pun
turun
Tetes demi tetes
basahi hamparan bumi
Yang kian lama
gersang
Diterpa ganasnya
kemarau
Musim akan berganti…
Peluh hilang
menjelma embun dingin
Menjalar keseluruh
tubuh
Mengkristalkan!
Jiwa hampa membeku
Layaknya sebuah
danau di musim salju
Namum senantiasa
berupaya mencair
Tuk ciptakan sungai
air pengabdian
Terus mengalir
dengan derasnya
Menuju rahmat nan
kasih sayangNya
Kraksaan, 2019
SANTET
Ajian kuno penjemput
kematian
Warisan para moyang
pengabdi setan
bermantra maut
tuntunan kesesatan
Senantiasa merenggut
jiwa dalam badan
Demi dijadikan
tumbal bagi pemilik kutukan
Kepulan asap
kemenyan hitam beraroma mayat
Sesembahan anyir
darah bewarna hitam pekat
Juga pusaka mistis
dan paku berkarat
Disempurnakan kain
kafan bersimbol laknat
Dengan tulisan dari
pena tulang bertinta pahit
Disertai puja-puji
bernada angkara murka
Juga suara petikan
gitar bermelodi petaka
Perpaduan dendam
kesumat menerka
Menjelma segerombolan
iblis tanpa muka
Pembawa budak roh
leluhur tuan mereka
Terus memangsa
bangsa manusia
Dengan wujud tak
kasat mata
Lewat celah
kesempatan tanpa duga
Kraksaan 03 desember
2019
PUJIAN KALBU
Pernah ku rasa
Gelap nan gulita
Tanpa gemerlap
cahaya lentera
Kala kalbu
Diselimuti oleh rasa
jemu
Juga berkawan pilu
Sunyi malam
Terbenam bersama
kelam
Kian mengcekam
Menyisakan puing
lama
Bekas lara dalam
dada
Hampir tak ada sisa
Hamba pun merenung
Ciptakan pujian
senandung
Baitnya tak
terhitung
Beserta untain doa
pada sang ilahi
Sempat lupa terucapi
Kini bergumam
kembali
Kraksaan, 2019
Tentang Penulis
El Fharizy atau
akrab disapa Faris. Ia berasal dari Desa Kalibuntu. Anggota Warna Sastra
yang satu ini cukup produktif dalam menulis puisi, dan Faris sendiri saat ini
tercatat sebagai santri di Pondok Pesantren Nurul Quran di Patokan, Kraksaan,
Probolinggo.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agus Widiey Puisi Madura

Puisi Madura: Dika Kodu Tao Karya Agus Widiey

Buku Syukron MS Ulas

Resensi: Novel Warisan

Ahmad Maghroby Rahman Apacapa

Situbondo : City of Sellow

Apacapa

Perangkat Desa Memang Pekerjaan Idaman Mertua, Tapi Realitanya Tidak Semanis itu, Kawan

Apacapa Imam Sofyan

Olean Bersholawat: Pengajian Ramah Disabilitas

Apacapa Moh. Imron

Si Gondrong Mencari Cinta

Apresiasi

Sajak Sebatang Lisong – WS. Rendra | Cak Bob

Cerbung Ipul Lestari

Cerbung : Raisha Karya Ipul Lestari

Hari Alfiyah Puisi Sastra Minggu

Puisi: Artefak Kesedihan Karya Hari Alfiyah

Film/Series Hendri Krisdiyanto Ulas

Review Film: Si Bongkok

Apacapa Moh. Imron

Analisis dan Lirik Lagu Kala Benyak: Waktu yang Tepat untuk Bersedih

ebook

Ebook: Lovember

Dhafir Abdullah Puisi Syi’ir Totor

Syi’iran Madura: Caretana Ajjhi Saleh

Apacapa Dani Alifian Sastra

Sastra Erotis, Membaca Sastra Agar Tidak Bertendensi Pornografi

Cerpen

Cerita Rakyat Asembagus

Cahaya Fadillah Puisi

Puisi-puisi Cahaya Fadillah: Setelah Engkau Pergi

Apacapa Esai Muhammad Ghufron

Menjadikan Buku sebagai Suluh

Buku Muhamad Bintang Resensi Ulas

Resensi: Hikayat Kadiroen

Buku Putri Nur Fadila Ulas

Ketika Dewasa Itu Karena Terpaksa

Mahesa Asah Puisi

Puisi Mored: Legenda Tangis