Puisi: Semadi Bulan

Puisi-puisi Gilang Sakti Ramadhan 

Di Langit Stasiun

 

di langit stasiun,

aku lihat awan melengkung seperti besi dan

burung-burung mencari

jalan pulang

 

kau memintaku menaiki kereta

yang menuju timur

sedangkan kau menuju barat

 

kau tak ingin mengingatku

bahkan ketika

burung-burung yang mencari

jalan pulang

berpencar dan mengikuti

kereta kita dari belakang

 

Juli, 2020

 

 

 

Semadi Bulan

 

Menjelang
senja hilang,

di jalanan

kudengar
langkah sunyi

mengitari
kekosongan kota ini.

Bersama camar-camar

yang lupa
arah menuju rumah

bintang-bintang
berkaca pada laut,

matari meredup,

bayang-bayang
bakau pada laut,

melukiskan
sepi.

Rinai semadi
bulan,

membuat waktu
dan aku

serupa tembok
anjungan,

retak
pelan-pelan.

 

Agustus, 2020

 

 

 

Gelap Menggema

 

Kabut turun

mendaratkan
petang.

Gelap
menggema.

Keheningan
menetes

bersama
nyanyian ombak.

Pohon-pohon
beringin

di sepanjang
tebing,

tidak
tertandai lagi.

Kata-kataku
tenggelam

di palung.

Dan matamu,

tetap
kuyakini sebagai

satu-satunya
cahaya

di ujung

pengembaraan
ini. 

 

Agustus, 2020

 

 

 

Menuliskan Sesuatu

 

kau menatap

berisik
nyanyian angin

di luar
jendela.

memanggil-manggil
napasku

yang begitu
kau kenal,

tapi tak lagi
menyentuh hidungmu

 

hujan. daftar
putar lagumu terhenti,

kau merasa
kesedihanmu semakin bertambah

ketika ketel
di dapur,

tak dapat
mendengingkan uap.

 

sementara
itu,

kau mencoba
menuliskan sesuatu

–tetapi
semua bahasa dan keyakinan

lari dari
kesunyianmu

 

 

 

Melempar Selembar Surat

 

aku baru saja mematikan

lampu kamar

dan seketika, kau melempar

selembar surat lewat

jendela kamarku

 

kau berharap aku keluar

menemanimu memunguti bunga-bunga

yang terbakar sebab disiram minyak rindumu

 

kau ingin bercerita

tentang musim gugur

seperti dalam film-film

yang selalu menyanyi lirih

dari dalam laptopku

 

kuputuskan untuk membuka jendela

dan menyaksikan matamu

hitam serta kosong

lalu napasmu yang kaku

berhembus bersama angin yang wagu

 

 

 

Mengunci Kamar

 

petikan gitarmu

adalah pemabuk

yang memecah diam

 

nyanyianmu

adalah botol anggur

yang pecah di bawah meja

 

dan malam itu,

seluruh rasa takutmu

telah kau tanam

di luar rumah.

 

kau sudah merapatkan

ikatan syal,

mengunci kamar,

dan akan memasukkan

musikmu ke dalam tubuhku

 

Agustus, 2020

 

 

 

Pelukan Musim Dingin

 

pemahaman
tentangmu

terbuka
sepetak demi sepetak.

sinar bulan
menyalakan bau tubuhmu

cita-citamu
berubah menjadi gila

kata-katamu
membongkar langit-langit

di pupil
matamu musim dingin menari

parasmu yang
ngungun

mengingatkanku
pada kebaikan sinterklas

yang membagi
mantel-mantel pada

bocah-bocah
yang bercerai dengan rumah,

ditusuk
ketakutan, serta berkulit hitam,

di tengah
pelukan musim dingin. 

 

 

 

Sesajen

 

pemangku
menggotong api

untuk tetap
jadi api

tuhan
menjatuhkan minyak

ngaben
merobek musim panas

jam bebas
dari waktu

potongan
sesajen mendaratkan cerita

ke musim yang
berhenti bergerak

 

November, 2020

 

 

 

Gilang Sakti Ramadhan
lahir di Ampenan, Lombok. Alumnus program Belajar Bersama Maestro (BBM) bidang
teater di Teater Satu, Lampung. Ia mendirikan dan mengelola Kedai Buku
Klandestin dan turut terlibat di Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara
Barat.

 


Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen Yolanda Agnes Aldema

Cerpen : 7 Tanda Kematian Waliyem

Puisi Syukron MS

Puisi: Kesaksian Burung Trinil

Apacapa

Workshop Literasi Ujung Timur Jawa

Agus Hiplunudin Buku Feminis Politik Ulas

Ulas Buku : Perempuan, Politik, dan Pemilu

Puisi Riepe

Puisi – Ratapan Sunyi

Ana Khasanah Buku Ulas

Ulas Buku: Mengabdi Adalah Seni Menjelajahi Diri

Apacapa Nanik Puji Astutik

Mencari Teman Hidup

Buku Indra Nasution Ulas

Antonio Gramci: Negara dan Hegemoni

Anwarfi Citta Mandala Puisi

Puisi-puisi Citta Mandala

Apacapa Moh. Imron

Bolatik: Menyimak tim Preman Pensiun di Selowogo

Puisi Servasius Hayon

Puisi: Minggu Pagi di Ruang Depan

Ahmad Radhitya Alam Buku Ulas

Resensi Buku Dialog Hati Anak Negeri : Menggali Esensi Berkarya dari Sebuah Cerita

Cerpen Levana Azalika

Langit Biru Cinta Searah

Apacapa Baiq Cynthia

Selamat Datang di Situbondo

Dewi Masithoh Syarafina Khanza Digananda

Serunya Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi Menulis Cerpen Hasil ToT

Cerpen Levana Azalika

Kutu dan Monyet

Agus Hiplunudin Cerpen

Cerpen : Sepotong Kue Kekuasaan

Apacapa Sejarah Situbondo

Diskusi Penyelamatan Cagar Budaya: Sebuah Ikhtiar Membuka Mata Pemerintah Situbondo

Puisi Uwan Urwan

Kita Telah Mati

Gusfahri Puisi

Puisi: Labirin Kerinduan