Puisi: Tubuh yang Mengandung Hujan



juru takwil pendalungan

 

udara pendalungan bau asap kemenyan, campuran manis gula dan asin garam. rumahmu gatal-gatal dalam
bayang-bayang gagal ginjal. pandanganmu mulai kabur antara ke mana harus menuju
atau menghindar dari semacam peluru. sejenis anggaran paling aduhai dalam
perhitungan kepalamu.

lalu kau menjadi juru takwil yang kejang-kejang
dalam festival kebudayaan. menambal arsip-arsip bolong  dalam ruang tanpa penerangan. seperti
menertawakan mamacah dan macapat yang gawat darurat dalam tarikan
panjang opium. keduanya terkunci di ruang tamu tanpa sofa mahal. terbaring di
atas tikar yang kausamarkan dengan huruf-huruf tebal kapital.

sambutlah reog pendalungan, katamu. diam-diam sudah kau siapkan pewarna murahan yang mengandung
disinfektan. sebuah nama kaupinjam untuk mengisi rumah kosong penuh hantu dan
bau-bau, yang hanya pandai menakuti seorang anak dengan pemikiran yang masih
lembab. sebuah upaya merayakan penemuan yang terasa buruk untuk diingkari.

ojung. oh, ojung! tubuh-tubuh tahan pukul yang
saling menghindar dari luka-luka imitasi. seperti luka hangus pada kulit roti
yang baru keluar dari mesin panggang. luka hangus yang kauharap bisa mengganjal
perutmu dari kelaparan paling liar.

seberapa sering kaucampur bulir gula dan sebuk garam dengan kemenyan untuk menggelar ritual dalam proposal, sebagai pembersih lantai rumahmu. tempat nama-nama
bertemu dan beradu gagasan
kehilangan biorgafi.

jember, 2020

 

 

 

tubuh yang mengandung hujan

 

tubuh itu telah menyerap kata-kata yang menginap
dalam kepalanya. ia membutuhkan catatan keluar masuk yang tidak sekejab. sebab
tubuh itu mengandung hujan dari segenap tujuan dan segumpal mendung hitam di
halaman buku.

sepotong senja menjadi santapan makan malam yang
menggiurkan. tubuh itu membaca gumira
pada nama seno, sebagai gurami yang
begitu lezat.
setelah kenyang, hujan bergegas menidurkannya.

seporsi tubuh luka-luka di atas meja kerja.
kata-kata telah menyayat daging dan mencabut lidahnya. lalu mereka menyerap
hujan dalam paru-parunya, seperti roti tawar men
yesap margarin di atas piring saji.

tubuh itu mengandung hujan yang terserap
kata-kata yang berusaha melarikan diri. ketika tertidur pulas, tubuh itu
tenggelam dalam genangan air hujan yang menelan habis kamarnya.
menumpas segala imaji
yang tak pernah mandi dan cuci kaki.

Jember, 2020

 

Ali
Ibnu Anwar
, petani dan editor lepas,
tinggal di Jember.

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ahmad Zaidi Cerpen

Kematian Bagi Kenangan

Madura Syaif Zhibond

Tèngkana Orèng Aparloa

Pantun Papparekan Madura Sastra Situbondo

Pantun Madura Situbondo (Edisi 2)

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Igauan yang Mungkin Puisi atau Semacam Puisi

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Menumbuhkan Produktivitas Desa Melalui Segi Perekonomian

Puisi Wiviano Rizky Tantowi

Puisi: Kayu Layu

Cerpen Ruly R

Cerpen – Bashe

Baiq Cynthia Prosa Mini

Cinta Bilik Hati

Apacapa mashudi

Gerbang Faqih fid Din

Cerpen Imam Sofyan

Cerpen: Rentenir

Ana Khasanah Buku Ulas

Ulas Buku: Mengabdi Adalah Seni Menjelajahi Diri

Heru Mulyanto Mored Moret Puisi

Puisi Mored: Malam Monokrom

Apacapa

Hal-hal yang Dibicarakan Sepasang Suami Istri Setiap Hari

Puisi Syukron MS

Puisi: Waw

Buku Muhamad Bintang Resensi Ulas

Resensi: Pahlawan Nasional KH. Noer Alie (Singa Karawang Bekasi)

Buday AD Puisi Sastra Minggu

Puisi: Melepas Air Mata

Busyairi Puisi

Puisi : Kerudung Biru Karya Busyairi

Agus Hiplunudin Apacapa Feminis

Waria dan Kemenangan Kaum Feminis

BJ. Akid Puisi

Puisi : Tanah Luka Karya BJ. Akid

Apacapa Madura Syaif Zhibond

Abhâkalan Sambi Ngalèncèr