Selamat Datang di Negeri Dagelan: Bagaimana Kejahatan Dilakukan Tanpa Disengaja?

Kepada
para hadirin yang kami hormati. Kami ucapkan selamat datang di negeri tercinta
ini, negeri yang kaya alamnya, negeri yang subur pejabatnya, Negeri Para
Dagelan. Sebelum memasuki negeri ini, kami harap para hadirin sudah mempersiapkan
diri dengan sebaik mungkin untuk menerima kisah-kisah segar yang akan hadirin
temui dan tentu saja akan mengguncang perut hadirin sekalian.
Perlu
hadirin ketahui, bahwa sesungguhnya Negeri Dagelan ini adalah Negara Hukum (
rechtsstaat). Jadi, di negeri ini ada hukum, ada sumber hukum, ada pedoman
hukum, ada mahasiswa hukum, ada pendidikan hukum, ada penegak hukum, dan ada
pengawas penegak hukum. Adapun yang belum ada adalah iktikad baik dan tekad
kuat dari semua elemen di atas untuk menegakkan hukum. Secara konseptual negeri
ini menganut sistem hukum tertulis (civil law), namun dalam tata laksananya
negeri ini juga menerapkan sistem hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan (common
law).
Kok bisa? Buktinya bisa.
Di negeri ini selera humor rakyat dan
pejabatnya cukup tinggi, sehingga negeri ini didaulat sebagai negara yang masuk
ke dalam lima besar negara paling bahagia se-Asia Tenggara dan termasuk 100 besar
negara yang penduduknya paling bahagia di dunia. Bagaimana tidak? Di negeri ini
hal apapun bisa menjadi bahan lelucon. Tidak terkecuali dalam hal penegakkan
hukum yang sesungguhnya riskan untuk kita bicarakan. Seperti yang bertebaran di
berbagai lini media, bahwa di negeri ini ada yang bulat tapi bukan tekad dan
ada yang tegak tapi bukan keadilan. Apakah itu?
😊
Oke… Di atas sedikit joke untuk mengawali kisah-kisah
yang insyaallah jauh lebih lucu dan menggemaskan.
Ada beberapa kisah menarik, lucu dan
menggemaskan yang terjadi di negeri ini dalam kurun waktu terakhir ini. Mulai
dari penangangan kasus covid-19 yang serba mendadak, kenaikkan premi BPJS
Kesehatan ditengah musim pandemi, kejar-kejaran antara penegak hukum dengan
salah satu punggawa partai penguasa yang telah ditetapkan sebagai tersangka
kasus korupsi yang hingga kini tidak kunjung beres, dan yang paling hangat ini
adalah vonis menggelitik terhadap tersangka kasus penyiraman air keras ke wajah
salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Negeri Dagelan.
Mau tau ceritanya? Jadi ceritanya gini…
Tiga tahun silam, tepatnya April 2017 salah
seorang penyidik KPK, sebut saja NB, mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan.
Wajahnya disiram air keras oleh orang yang tidak ia kenal.
Singkat cerita, setelah dua tahun masa
pencarian, pelaku akhirnya ditangkap pada Desember 2019 setelah melalui proses
kejar-kejaran dengan aparat kepolisian. Namun pada 12 Juni 2020 kemarin, hakim
memvonis kedua pelaku dengan vonis yang cukup menggemaskan, yaitu satu tahun
penjara. Alasannya karena pelaku tidak sengaja melakukan perbuatan tersebut?
Haah, tidak sengaja? Saya sempat ternganga membaca berita itu.
Membaca berita tersebut, saya langsung
mengambil buku kecil berwarna merah berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).” Sebuah kitab hukum yang masih kental dengan pasal-pasal hasil gubahan
Pemerintah Belanda, namun menjadi pedoman utama dalam penyelesaian hukum pidana
di Indonesia. Saya pun langsung ikut-ikutan mencari pasal demi pasal tentang
bagaimana kejahatan yang tidak disengaja itu dilakukan, namun saya belum
menemukan pasal yang secara eksplisit menjadi dasar masalah tersebut.
Sebenarnya perbuatan dikatakan sengaja atau
tidak bisa dilihat dari barang bukti, saksi atau hal-hal lain yang ditemui dalam
olah TKP. Apakah mungkin jika dengan adanya barang bukti berupa air keras,
kemudian disiramkan tepat ke wajah seseorang yang sedang berjalan, dilakukan di
waktu Subuh, dilakukan di kompleks perumahan, pelaku seorang anggota
kepolisian, pelaku langsung melarikan diri setelah melakukan perbuatannya, dan
korban adalah seorang penyidik KPK.
Tentu saja rentetan bukti dan kronologi
tersebut dapat disimpulkan bahwa, perbuatan tersebut tidak bisa serta merta
dikatakan sebagai perbuatan yang tidak disengaja. Untuk itu saya punya dua
analogi sederhana untuk membandingkan sebuah perbuatan dikategorikan sengaja
atau tidak sengaja, berikut analoginya:
Analogi 1:
Seseorang sedang menebang pohon yang ada di pinggir
jalan. Sebelumnya sudah dipasang rambu-rambu dan penjaga jalan untuk
menghindari ada pengendara yang melintas. Namun pada saat pohon akan tumbang,
seseorang pengendara motor dengan kecepatan tinggi tanpa melihat tanda yang tersedia,
langsung melintas dengan cepat sehingga tertimpa pohon tersebut.
Analogi 2:
Seseorang menyempatkan diri untuk bangun petang.
Sebelumnya telah menyiapkan benda yang dapat melukai orang lain, yakni pisau.
Ia berangkat ke kompleks perumahan dengan mengendarai sepeda motor setelah
sebelumnya sempat menjemput kawannya. Kemudian ia melempar sebilah pisau
tersebut ke arah seseorang yang melintas dan mengenai leher orang tersebut.
Orang tersebut adalah salah satu orang penting di salah satu lembaga penegakkan
hukum. Setelah melakukan hal itu, dua orang pengendara tadi langsung melarikan
diri hingga dua tahun lamanya.
NOTE:            
Dari
dua analogi singkat di atas dapat kita tentukan perbedaan antara perbuatan yang
mengandung unsur kesengajaan dan yang murni ketidaksengajaan. Saya yakin,
sangat yakin, bahwa hakim adalah orang yang cukup berakal untuk menentukan hal ini.
Kemudian, mari kita baca Pasal 53 KUHP ayat (1)
dan (2) sebagai berikut:
Pasal
53 :
Mencoba
melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri.
Maksimum
pidana pokok terhadap kejahatan dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
NOTE:            
Pidana pokok itu terdiri dari:
pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda. (read: pasal 10
kuhp).
Selanjutnya,
kita juga dapat melihat pada beberapa akibat dari perbuatan tersebut; apakah
ada pihak yang dirugikan atau tidak? Apakah ada luka berat atau tidak? Apakah
kerugian itu berakibat fatal atau tidak? Karena sekalipun perbuatan itu tidak
disengaja, seharusnya tetap ada konsekuensi bagi para pelaku. Kita lihat pada
Pasal 90 KUHP di bawah ini:
Pasal
90 :
Luka
berat berarti:
– jatuh
sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
atau yang menimbulkan bahaya maut;
– tidak
mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
– kehilangan
salah satu pancaindera;
– mendapat
cacat berat;
– menderita
sakit lumpuh;
– terganggunya
daya pikir selama empat minggu lebih;
– gugur
atau matinya kandungan seorang perempuan.
NOTE:            
Dari beberapa bentuk luka berat di
atas, bukankah satu di antaranya dialami oleh korban pada kasus penyiraman air
keras terhadap penyidik KPK? Yakni kerusakan pada mata kirinya. Tapi apa boleh
buat, penasihat hukum terdakwa justru menyatakan hal yang menggelikan, bahwa
kerusakan itu disebabkan oleh kesalahan dalam penangangannya. Parahnya lagi,
penasihat hukum meminta tuntutan satu tahun tersebut dicabut, dengan kata lain
terdakwa dibebaskan. Wkwkwkwk… bukankah itu lucu sekali? Ehh, enggak ya?
Terbaru
ini, korban atas nama NB meminta agar tersangka dibebaskan saja. Sebab, sejak
awal penangkapan dua terdakwa tersebut, NB sudah mencurigai bahwa bukan mereka
pelakunya. Atau dengan alasan lain mereka hanya ikan-ikan kecil yang dijadikan
sebagai tumbal untuk mengamankan penjahat kelas ikan kakap yang sesungguhnya.
Negeri
ini memang lucu, penuh dagelan, penuh lawakan, serba guyonan. Penyiraman air
keras terhadap seorang penyidik divonis sebagai perbuatan tidak sengaja.
Kemarin ada komedian mengkritik hasil persidangan, langsung dihantam fitnah.
Kemarin listrik digratiskan, namun saat tiba waktu pembayaran tagihannya dinaikkan
dengan ugal-ugalan.
Kepada
para hadirin. Mungkin kita akhiri dahulu cerita-cerita lucu di Negeri Dagelan
pada kesempatan ini. Besok atau lusa kita lanjutkan kembali dengan
cerita-cerita yang tidak kalah lucu dan uwuwuwu.
Sekian.
BIODATA PENULIS
Sholikhin Mubarok. Lahir di Madiun, 25 Maret 1997.
Pendidikan terakhir Universitas Trunojoyo Madura. Menulis esai, opini, cerpen
dan puisi. Akun instagram: @kangshol_

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pantun Papparekan Madura Sastra Situbondo

Pantun Madura Situbondo (Edisi 2)

Apacapa Raisa Izzhaty

Self-Validate: Cara Ampuh Menjaga Kewarasan

Apacapa fulitik kenalmasrio

Tebarkan Politik Baik, Mas Rio Traktir Ratusan Emak-Emak Makan Bakso

Advertorial

Sabun Cair Terbaik yang Aman untuk Bayi

Cerpen Kakanda Redi

Cerpen: Ular-Ular yang Bersarang dalam Kepala

Alvina Fatimatuzzahroh Apacapa

Membaca Tantangan Pesantren Menghadapi Era Teknologi

Apacapa Nanik Puji Astutik

Power of Penulis

Nurul Fatta Sentilan Fatta

Menolak Sesat Pikir Pendidikan Cuma Cari Ijazah

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Situbondo Lebaran (Pesta) Bakso

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Resensi Buku Pohon Kesayangan Daru

Alexong Alif Febriyantoro Cerpen

Cerpen: Apakah Rumah Perlu Dikosongkan?

Advertorial Tips/Trik

Jaga Kesehatan Tubuh dengan Mencegah Penyakit Sistem Pencernaan

alif diska Mored Moret Puisi

Puisi Mored: Tarian Hujan

Atika Rohmawati Buku Resensi Ulas

Ulas Buku: Perjalanan Menuju Pulang

Ihda Asyrofi Puisi

Puisi: Menaksir Zikir

Ahmad Zaidi Alexong Haryo Pamungkas

Alek Melle Buku: Jangan Salahkan Masyarakat Soal Minat Baca Rendah

Buku Thomas Utomo Ulas

Ulas Buku: Novel Anak Bersudut Pandang Banyak

Fendi Febri Purnama Puisi Madura

Puisi Madura: Pètto Bellâs

Puisi Toni Kahar

Puisi : Aku Mengecup Hujan Karya Toni Kahar

Eva Salsabila Puisi

Puisi-puisi Eva Salsabila: Kontemplasi Rembulan