Teman Saya yang Sudah Menjadi Ayah


Oleh Marlutfi Yoandinas*

Delapan
tahun lalu, kami masih sama-sama lajang. Selalu bersama menghabiskan waktu.
Bersenda gurau, main ke sana ke mari, belajar ini itu, diskusi, proses bareng,
dan banyak hal yang bisa kami lakukan sehari-hari. Bahkan kami sering menyebut
waktu dalam sehari bukan 24 jam, tapi 25 jam.

Kami
terbiasa kerja/berproses berhari-hari. Kerja malam ya. Kerja siang ya. Kerja
sore ya. Kecuali kerja pagi, karena pagi waktu yang enak untuk tidur.

Kebiasaan
itu terbawa sampai sekarang. Setelah kami sama-sama menikah, punya anak, dan
punya pekerjaan rutin.

Ketika
ada proyek pengerjaan buku yang agak banyak. Butuh waktu pengerjaan agak
panjang. Maka, kami mulai lagi kerja malam sampai pagi.

Beda
dulu, beda sekarang. Kalau dulu, setelah kerja semalam suntuk, paginya tidur.
Sekarang, kerja semalam suntuk, pagi masih harus ngantor, kerja rutin.

Seperti
beberapa malam belakangan ini, hampir setiap malam saya di rumah teman saya
ini. Setelah jam 9 malam, saya datang, kerja, sampai sekitar jam 3 dini hari,
pulang.

Di
sela-sela kerja malam, saya menyaksikan teman saya ini keluar masuk ke dalam
rumah. Setiap mendengar suara tangis anaknya, langsung bergegas.

Sigap
membuatkan susu, mengganti popok, lalu menemani anaknya sampai kembali tertidur
pulas. Kalau tangisnya tak segera reda, ia menggendongnya ke luar. Mencarikan
udara segar. Menimang-nimang sambil membaca selawat.

Terus
terang, saya takjub. Menyadari bahwa setiap orang pasti berubah. Tapi yang saya
lihat dari teman saya ini, perubahannya luar biasa. Dari dulu tak sedikit pun
semangatnya kendor. Meskipun sudah menjadi seorang ayah, semangat berprosesnya
tetap terjaga.

Benar-benar
seorang ayah yang luar biasa.

Di
peringatan Hari Pahlawan ini, saya ingin menitip pesan pada setiap ayah,
terutama pada diri saya sendiri.

Bahwa
pahlawan yang dahulu telah gugur, kita perlu mendoakan atas jasa-jasanya.

Selebihnya,
marilah tiru teman saya ini. Selalu perhatian pada keluarga, sayang istri, dan
sigap untuk urusan anak.

Saya
kira, ia pahlawan yang sedang berjuang, dimulai dari semangat memperhatikan
keluarganya. Meskipun ia dikenal sebagai pendiri takanta. id, tapi dalam urusan
berjuang menjadi ayah yang baik, ia tak pernah takanta. []

______________

*) Penggiat budaya Situbondo

Penulis


Comments

2 tanggapan untuk “Teman Saya yang Sudah Menjadi Ayah”

  1. Nganjhu anak tor bini

  2. Avatar Anonim

    Gaya tulisan yg bikin candu dan ingin terus membaca karyanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa Wahyu Umattulloh Al’iman

Langganan Kebakaran Hutan dan Alih Fungsi Lahan, Derita atau Bahagia

M. Syamilul Hikam Puisi

Doa Petani Tembakau dan Puisi Lainnya Karya M. Syamilul Hikam

Muhammad Husni Puisi

Puisi: Untuk Gadis

Apacapa Iip Supriatna

Tantangan Kaum Buruh di Era Moderenisasi

Alexong Cerpen Ramli Q.Z.

Cerpen: Perempuan yang Mengawini Senja

Apacapa Supriyadi

Lagu Religi, Musim, dan Kelindannya

Puisi Raihan Robby

Puisi: Di Luar Rencana

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen – Tajhin Palappa dan Segenap Dendam Amerta

MH. Dzulkarnain Puisi

Puisi: Kampung Halaman

Buku Putri Nur Fadila Ulas

Ketika Dewasa Itu Karena Terpaksa

Indra Nasution Prosa Mini

Daya Kritis yang Hilang

Polanco S. Achri Prosa Mini

Di Salah Satu Kamar Mayat dan Prosa Mini Lainnya Karya Polanco S. Achri

Buku Junaedi Resensi Ulas

Merekonstruksi Ulang Ketidakadilan Spasial dan Politik Kewargaan Desa

Apacapa Ramadeni

Implementasi Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Apacapa Raisa Izzhaty

Membentuk Ruang Penyadaran Melalui Lingkar Belajar Feminisme Situbondo

Advertorial

Cara Cepat dan Mudah Agar Pakaian Tetap Harum Sepanjang Hari

Cerpen Layla Shallma Putri Pracia

Cerpen: Di Bawah Langit Biru

Haura Zeeba Karima Mored

Cerpen Mored: Katarsis

Alifa Faradis Esai Wisata Situbondo

Wisata Religi : Sukorejo

Agus Hiplunudin Apacapa Esai Feminis

Perempuan dalam Pusaran Konflik Agraria di Indonesia