Tiga Sosok Perempuan Nabi

Sangat menarik sekali ketika berdiskusi tentang tiga sosok perempuan Nabi. Diantara tiga sosok perempuan Nabi yang selalu hangat dibicarakan adalah: yang pertama ibunda Nabi, Amina yang ke dua khadijah, yang ke tiga Aisyah, tapi sayang yang Aisyah tidak dapat didiskusikan. Karena pe-review tidak datang , ada kepentingan mendesak. Sangat menarik sekali ketika berbicara tiga sosok perempuan Nabi.

Oleh : Indra Nasution
Pertanyaan-pertanyaan yang sangat berbeda yang di tanyakan oleh teman teman. Apa yang dilakukan Nabi pada waktu itu masih sangat relevan pada saat zaman now. Banyak orang yang salah dalam menafsirkan kelakuan Nabi, suatu contoh nabi pernah berpoligami. Poligami di sini Nabi tidak menikah dengan perempuan cantik, kaya dan muda,  melainkan dengan perempuan yang janda, yang tua. Yang perempuan itu membutuhkan pertolongan. Cobak kita bandingkan dengan zaman now yang  sekarang yang meniru cara nabi berpoligami. Sekarang orang berpoligami bukan atas dasar membantu, melaikan hanya sekedar menginginkan kecantikannya dan kekayaannya. Itu satu contoh yang harus kita tiru dari kelakuan Nabi.
Banyak pendapat-pendapat yang berbeda dari teman-teman tentang diskusi tiga sosok perempuan Nabi. Ada pertanyaan yang nakal dari teman-teman seputar Nabi. Ada yang mengatakan begini: Andaikata Nabi tidak lahir dari sosok Aminah, apakah mungkin nabi akan disegani. Ketika menelisik ke atas dari Aminah, ayah Nabi, abdullah dan kakekeknya abdul Motholib, mereka semuah adalah orang yang di segani di Mekkah. Mungkin andaikata Nabi tidak keturunan Aminah Dia tidak akan disegani. Ketika ada pertanyaan seperti itu diskusi menjadi semakin panas. Ada dari teman Sukorejo langsung menjawab pertanyaan itu. Itu memang sudah skenario Tuhan, Bani hasyim itu adalah bani yang tidak terpandang dari bani-bani lainya.  Lantas ada yang menanyakan begini, kenapa Nabi lahir di Arab ? Teman langsung menanggapi soal pertanyaan itu. Karena posisi Arab ada di tengah, diapit dua negara, lantas karena itu Nabi di lahirkan di Arab, karena posisi Arab strategis untuk menyebar luaskan agama islam yang dibawa oleh Nabi. Ada yang tertarik terhadap pergerakan Nabi di bidang politiknya. Kalau Nabi berpolotik tidak saling mencaci, melainkan diangkat oleh Nabi. Beda dengan politik yang sekarang yang tidak mengikuti Nabi, meraka berpolitik saling melemahkan, saling mencaci di antara satu dengan yang lainnya.
Sampai ada perkataan Gus Mus yang begini ketika melihat keadaan islam yang sekarang: Dulu Nabi menyampaikan agama islam mengalami keterasingan atau sendirian. Maka sekarang islam sudah mulai mengalami keterasingan lagi. Keterasingan di sini bukan di maksud soal berapa banyaknya orang beragama islam, kalu melihat islam yang  di Indonesia mengami perkembangan yang sangat signifikan, Tapi yang dibaca soal Gus Mus bukan islamnya, melaikan dari segi nilai orang yang beragama islam. []

Penulis


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa fulitik ichsan kenalmasrio

Mas Rio di Mata Anak Muda Situbondo

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen – Fragmen Nalea

Puisi Uwan Urwan

Sajak Orang Gila

Ipul Lestari Puisi

Alisa, Kamulah Puisiku

Apacapa Marlutfi Yoandinas

Teman Saya yang Sudah Menjadi Ayah

Cerpen Muhtadi ZL

Cerpen: Perempuan yang Suka Melihat Hujan

El Fharizy Puisi

Puisi: Santet

hafid yusik Politik

Pak Karna Tidak Salah, Kita Saja yang Terlalu Nyinyir

Curhat Moh. Imron

Ramadan: Tangisan pada Suatu Malam

Agus Hiplunudin Buku Ulas

Filsafat Eksistensialisme Karya Agus Hiplunudin

Apacapa hans

Son Heung-min, Sang Kapten Drakor yang Menenggelamkan Manchester United

Uncategorized

Peran Mahasiswa Sebagai Guardian of Value

Cerpen Uwan Urwan

Cerpen : Bicara Karya Uwan Urwan

Apacapa

Self-Validate: Cara Ampuh Menjaga Kewarasan

Buku M Ivan Aulia Rokhman Ulas

Ulas Buku – Memaknai Segitiga Cinta

Puisi Syukron MS

Puisi: Kapsul Cinta

Apacapa Politik Sainur Rasyid

Pilkada Situbondo: Kamu Pilih Siapa, Bro?

Cerpen M Firdaus Rahmatullah

Cerpen: Sebelum Kau Terjun Malam Itu

Buku Toni Al-Munawwar Ulas

Bahaya Dengki dan Solusinya

Irman Lukmana Puisi takanta

Puisi: Tiga Cangkir Kopi untuk Pacarku