Sundari Keranjingan Puisi dan Cerita-cerita Lainnya: Santai, Namun Serius Berkelakar


Oleh : Yudik Wergiayanto
Tokoh-tokoh rekaan Gunawa Tri Atmodjo dalam kumpulan cerita ini adalah
mereka yang berkubang dalam kesialan hidup lalu menyiasatinya dengan cara yang
tidak biasa. Penyiasata unik merekka terhadap dunia yang bedebah ini sekilas
akan terbaca sebagai kekonyolan , tapi sesungguhnya adalah sikap dan tindakan
yang serius.
Sundari Keranjingan Puisi adalah kumpulan cerita pendek yang ditulis dengan
serius meski sambil tersenyum – dan diharapkan pembacabisa menikmatinya dengan
cara yang sama pula.

***
Saya membeli buku Mas Gunawan Tri Atmodjo (selanjutnya saya singkat GTA)
ini satu paket dengan bukunya Mas A.S Laksana yang berjudul “Si Janggut
Mengencingi Herucakra”, lantaran ada promo dari penerbitnya, Marjin Kiri.
Sebenarnya, saya berniat membeli bukunya Mas A.S Laksana saja, tetapi kok ya
ada promo. Maka sangat disayangkan mendapatkan dua buku dengan harga murah
meriah.
Sebelum melakukan review terhadap buku ini, saya sudah membacanya sebanyak
dua kali. Tujuan saya adalah agar lebih memahami isi buku. Sehingga review yang
saya lakukan bias lebih mendalam (saya tidak tahu apakah review  ini sudah
mendalam apa belum hehe).
Judul kumpulan cerpen ini diambil dari salah satu judul cerita pendek yang
ada di dalamnya. Cerpen pertama dalam kumcer ini mengangkat tema religius
 yang berjudul “Untuk Siapa Kau Berdoa, Ana?”. Cerpen ini berkisah soal
pergulatan batin Ana yang mempertanyakan sebuah doa yang kerap kita panjatkan
pada Tuhan. Ketika kita berdoa meminta kebaikan, justru yang terjadi malah
sebaliknya: hal buruk menimpa kita. Tetapi ketika kita tidak mendoakan apapun
yang terjadi malah tidak ada hal buruk yang menimpa. Sebab, bagi Ana, hidup
layaknya membaca buku. Sudah ada garis yang telah ditakdirkan oleh Tuhan.
Cerpen selanjutnya juga membicarakan tentang tema religius berjudul “Perihal
Orang Suci Berwajah Murah yang Tinggal di Hutan” dan “Haji Inul dan Ayat
Bajakan”. Namun, meskipun bertema religius, tetapi tidak berangkat dari hal-hal
yang rumit. Seperti di cerpen “Haji Inul dan Ayat Bajakan” yang menceritakan
tentang seorang ustad yang menyampaikan fatwa bahwa menikmati hak kekayaan
intelektual tanpa ada ijin adalah haram. Namun ternyata ada ‘sesuatu’ dibalik
penyampaian fatwa tersebut.
Sementara untuk cerpen “Perihal Orang Suci Berwajah Murah yang Tinggal di
Hutan”, membaca cerpen ini, saya pun teringat dengan pewahyuan kepada seorang
‘nabi’.
Dalam kumcer ini, GTA memang mengambil banyak tema-tema yang sederhana.
Tema-tema yang ada di keseharian kita, berserakan di sekitar kita. Mulai dari
kisah cinta (tentu saja), legenda orang sakti, olahraga, keberuntungan, bahkan
sampai pada dongeng-dongeng yang selama ini menghiasi dunia kita dan lain-lain.
GTA memiliki gaya khas bercerita. Dia luwes dalam menyampaikan kisahnya.
Seringkali juga melakukan akrobatik kata. Dalam kumcer ini banyak sekali yang
menyajikan humor-humor. Namun, meski sekilas humor yang disampaikan santai dan
biasa, tak membuat saya untuk tidak tertawa. Beberapa kali (seingat saya
sering) saya dibuat tertawa oleh humor-humor yang ada di kumcer ini. Bahkan
humor-humor itu terkadang hadir dipermainan kata yang dilakukan oleh GTA.
Walaupun cerita-cerita yang diangkat oleh GTA cenderung santai dan biasa,
namun ada keseriusan di dalamnya. GTA mencoba mengajak kita untuk melakukan
penghayatan, misalnya, terhadap keberuntungan dengan cara yang santai, namun
serius dalam berkelakar.
Kumcer ini banyak menyajikan narasi yang panjang. Jarang sekali ada dialag.
Meksi begitu, narasi-narasi yang disampaikan tidak membuat pembaca jemu. Sekali
membacanya, kita seolah-olah diajak untuk duduk menikmati setiap kisah-kisah
dari GTA. Dan, saya termasuk salah satu pembaca yang tertarik untuk terus
membacanya hingga tuntas. Hampir semua cerpen dalam kumcer ini saya sukai.
Terakhir, sebagai penutup dari review sederhana oleh saya ini, saya
merekomendasikan untuk membaca kumpulan cerpen ini. Sebab buku ini adalah buku
bagus. Apalagi untuk kita yang mencoba belajar menulis cerpen.

Penulis

  • Yudik Wergiyanto

    Penikmat sastra. Tinggal di Situbondo. Bekerja sebagai akuntan. Bisa dijumpai di blognya www.tidaktampan.blogspot.com.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Apacapa

Wisata Kampung, Kampungan?

Cerpen Mathan

Cerpen: Aku Tahu Kau Masih Ingin Hidup Lebih Lama Lagi

Alifa Faradis Cerpen

Cerpen: Pisau Takdir

Cerpen Haryo Pamungkas

Cerpen : Kota dan Hujan di Pagi Hari Karya Haryo Pamungkas

Cerpen Imam Sofyan

Cerpen Elia

Puisi Syamsul Bahri

Puisi: Di Atas Tanah

Apacapa Sejarah Situbondo

Operasi Carthago: Mengenal Sejarah Pertempuran di Asembagus

Apacapa Wilda Zakiyah

Adha yang Berpuisi

Apacapa Syaif Zhibond

Terima Kasih, Pak Dadang! Jasamu Abadi

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen – Tajhin Palappa dan Segenap Dendam Amerta

Diego Alpadani Puisi

Puisi: Rabu Malam

Moh. Rofqil Bazikh Puisi

Kasidah Petani dan Puisi Lainnya Karya Moh. Rofqil Bazikh

Muhaimin Prosa Mini

Curhat Si Buku

Ahmad Jais Puisi

Puisi: Sajak Si Manusia Mesin

Apacapa

Iduladha sebagai Perayaan Berbagi dan Menyelamatkan Sesama

Ahmad Zaidi Cerpen

Cerpen: Tanjung Kesedihan

Cerbung Fikri Mored Moret

Cerbung: Fikri dan Kisah-Kasih di Sekolah (Part 2)

Apacapa covid 19 Regita Dwi Purnama Anggraini

Vaksin Covid-19 tiba di Indonesia, Disambut Penolakan dari Masyarakat dengan Alasan Ragu?

Madura Resensi

Resensi: Ajâgâ Alas Ajâgâ Na’Poto

Cerpen Gusti Trisno

Cerpen: Riwayat Kedurhakaan